Sambas Masuk dalam Indeks Kerawanan Pemilu untuk Pilkada 2020

Dimensi-dimensi kerawanan pada tingkat kabupaten/kota memiliki skor rata-rata 51,65 yang masuk dalam kategori rawan sedang.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA/Faisal
Jajaran Komisioner Bawaslu Provinsi Kalbar dan komisioner Bawaslu Kabupaten Kota saat menghadiri peluncuran IKP pilkada 2020 di Jakarta, Selasa (25/2/2020). 

Kabupaten Mamuju (80,44), Kota Sungai Penuh (76,90); Kabupaten Lombok Tengah (74,66); Kabupaten Pasangkayun(74,38); Kota Makassar, Sulawesi Tengah (73,60); Kabupaten Minahasa Utara (73,60); Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara (71,46); Kota Tomohon (71,14); Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara (70,84); Kabupaten Kepulauan Sula  (70,31);

Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara (69,34); Kabupaten Agam, Sumatera Barat (69,34); Kabupaten pangandaran, Jawa Barat (68,81); dan Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat (68,82).

Pada dimensi konteks sosial politik, terdapat 15 indikator yang paling dominan terdapat kerawanan. Yang dimaksud dengan indikator adalah kasus yang signifikan terjadi pada penyelenggaraan Pemilu 2019 dan berpotensi terjadi kembali pada Pilkada 2020 mendatang.

Lima indikator dominan terdapat di lebih dari 100 kabupaten/kota. Lima indikator itu adalah ketidaknetralan ASN (di 167 kabupaten/kota), pemberian uang/barang/jasa ke pemilih pada masa kampanye (di 136 kota); perubahan hasil rekapitulasi suara di tingkat desa/kecataman/kabupaten-kota/provinsi (119 kabupaten/kota); pemberian uang/barang/jasa ke pemilih pada masa tenang (109 kabupaten/kota); dan putusan KASN terkaitan ketidaknetralan ASN (109 kabupaten/kota).

Dalam dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil, subdimensi yang memiliki kerawanan paling tinggi adalah hak pilih dengan skor 61,57. Subdimensi lain menyusul yaitu pengawasan pemilu (57,81), pelaksanaan pemungutan suara (57,81), pelaksanaan pemungutan suara (49,60), ajudikasi keberatan pemilu (43,31) dan pelaksanaan kampanye (42,83).

15 kabupaten kota dengan skor tertinggi pada dimensi penyelenggaraan pemilu yang bebas dan adil adalah Kabupaten Manokwari (88,28); Kota Makassar (76,19); Kabupaten Mamuju (72,09); Kabupaten Yahukimo, Papua (72,09); Kabupaten Kepualaun Sula (69,53); Kabupaten Lombok Tengah (68,92); Kabupaten Kotawaringin Timur (68,36); Kabupaten Serang (67,97); Kabupaten
Gowa, Sulawesi Selatan (67,65); Kabupaten Minahasa Utara (67,08), Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (66,56); Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (66,15); Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara (65,18); Kabupaten Mamuju Tengah (64,90), dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat (64,43).

Pada dimensi kontestasi, subdimensi proses pencalonan mencapai skor 46,36 dan subdimensi kampanye calon mendapat skor 43,75.

Adapun 15 kabupaten dengan skor tertinggi pada dimensi tersebut adalah Kabupaten Lomnok tengah (86,69); Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (82,30); Kota Ternate (79,59); Kabupaten Pasangkayu (79,13); Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur (76,16); Kota Makassar (74,87); Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (73,95); Kabupaten Pakpak Barat, Sumatera Utara (72,83);

Kabupaten Mamuju (72,06), Kabupaten Mamuju Tengah (72,06); Kabupaten Nunukan, Kalimantan utara (71,85); Kabupaten Kendal (71,68); Kabupaten Kotawaringin Timur (70,42); Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan (70,42); dan Sungai Penuh (69,96).

Pada dimensi partisipasi politik, subdimensi partisipasi publik mencapai skor kerawanan tertinggi dengan skor 46,36. Dua subdimensi lain adalah partisipasi pemilih dengan skor 43,75 dan partisipasi partai politik dengan skor 43,75.

Daerah dengan skor tertinggi pada dimensi ini adalah Kabupaten Mamuju (94,89); Kabupaten
Kotawaringin Timur (93,78); Kabupaten Manggarai Barat (91,95); Kabupaten Kotabaru (87,44);

Kabupaten Mamuju tengah (86,32); Kabupaten Manokwari (86,00); Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (84,75), Kabupaten Kendal (84,26); Kabupaten Teluk Wondoma, Papua Barat (82,02); Kabupaten Labuhanbatu Utara (81,95), Kabupaten Kepulauan Sula (80,79); Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah (79,50); Kabupaten Nias, Suamtera Utara (79,32); Kabupaten Minahasa Selatan (79,32), dan Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (79,22).

Pada IKP pemilihan di tingkat kabupaten/kota tingkat kerawanan terbagi atas tiga yaitu rawan rendah dengan skor 0-43,06; rawan sedang dengan skor 43,07-56,94; dan rawan tinggi dengan skor 56,95-100. Sedangkan level kerawanannya terbagi enam yaitu level 1 (skor lebih kecil dari 36,12), yang berarti sebagian kecil indikator kerawanan berpotensi terjadi; level 2 (skor 36,13-43,06), yang berarti sebagian indikator kerawanan berpotensi terjadi; level 3 (skor 43,07-50,00), yang berarti hampir setengah kerawanan berpotensi terjadi; level 4 (skor 50,02-56,94) yang berarti lebih dari setengah indikator kerawanan berpotensi terjadi; level 5 (skor 56,95-63,88) yang berarti sebagian besar indikator kerawanan berpotensi terjadi; dan level 6 (skor lebih dari 63,88) yang berarti seluruh indikator kerawanan berpotensi terjadi.

Atas temuan itu, Bawaslu menyampaikan beberapa rekomendasi. Kepada penyelenggara pemilu, Bawaslu merekomendasikan agar meningkatkan pelayanan terutama terhadap proses pencalonan, baik calon perseroangan maupun calon yang diusung partai politik atau gabungan partai politik.

Peningkatan pelayanan juga harus dilakukan dalam memastikan akurasi data pemilih dan peningkatan partisipasi masyarakat.

Kepada partai politik direkomendasikan agar meningkatkan akses dan keterlibatan masyarakat dalam proses pencalonan.

Partai politik juga diminta melakukan pendidikan politik yang intensif sepanjang tahapan Pilkada 2020.

Selanjutnya, Bawaslu merekomendasikan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk memastikan dukungan pelaksanaan pilkada dan mengintensifkan forum-forum komunikasi seperti forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda) dan forum kerukunan umat beragamab (FKUB) di daerahnya.

Komunikasi tersebut penting untuk konsolidasi dan pencegahan potensi kerawanan.

Kepada jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Intelijen Negara (BIN) dan BIN Daerah (BINDA), Bawaslu merekomendasikan penguatan koordinasi untuk mencegah potensi konflik horizontal dan vertikal berdasarkan pemetaan dari IKP.

Kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi kemasyarakatan dan pemuda (OKP) direkomendasikan agar memperluas jaringan pemantauan pilkada untuk meningkatkan kesadaran berpolitik yang demokratis.

Dengan berpegang pada data hasil penelitian tersebut, Bawaslu akan melakukan koordinasi dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan penyelenggaraan pengawasan pemilu, baik kementerian/Lembaga maupun masyarakat sipil.

Koordinasi dan sinergi dilakukan untuk membahas strategi dan memaksimalkan pencegahan pelanggaran dan pengawasan pemilu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing instansi. Strategi juga akan disesuaikan dengan kondisi kerawanan di setiap daerah. (*)

Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838

Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved