Pengamat Nilai Rendahnya Lulusan SMA Cerminkan Tantangan Serius SDM Kalbar

Suherdiyanto menyebut, banyak siswa di pedesaan masih harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi dan jarak sekolah yang jauh. 

Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Anggita Putri
BERIKAN TANGGAPAN - Pengamat Pendidikan Provinsi Kalbar, Suherdiyanto yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor I UPGRI Pontianak. Suherdiyanto. Ia menilai rendahnya capaian pendidikan menengah menjadi salah satu penyebab utama mengapa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar masih tertinggal dibandingkan rata-rata nasional. 
Ringkasan Berita:
  • Menurut Suherdiyanto, rendahnya capaian pendidikan menengah menjadi salah satu penyebab utama mengapa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar masih tertinggal dibandingkan rata-rata nasional.
  • Ia menambahkan, kondisi tersebut berdampak langsung terhadap berbagai sektor, mulai dari industri, pelayanan publik, hingga partisipasi politik masyarakat.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Akademisi Universitas PGRI Pontianak, Suherdiyanto, menilai pernyataan Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, bahwa sekitar 25 persen warga Kalbar belum menamatkan jenjang SMA, merupakan cerminan nyata tantangan pembangunan sumber daya manusia (SDM) di daerah. 

Menurut Suherdiyanto, rendahnya capaian pendidikan menengah menjadi salah satu penyebab utama mengapa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar masih tertinggal dibandingkan rata-rata nasional.

“Pendidikan menengah seperti SMA, SMK, atau Paket C adalah fase strategis dalam menyiapkan tenaga kerja produktif dan berdaya saing. Jika seperempat penduduk belum menyelesaikan jenjang ini, maka Kalbar kehilangan potensi besar dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja, produktivitas ekonomi, dan literasi sosial,” ujarnya.

Ia menambahkan, kondisi tersebut berdampak langsung terhadap berbagai sektor, mulai dari industri, pelayanan publik, hingga partisipasi politik masyarakat.

Suherdiyanto menyebut, banyak siswa di pedesaan masih harus berhenti sekolah karena alasan ekonomi dan jarak sekolah yang jauh. 

Masalah ini sudah lama menjadi pola klasik di Kalbar, terutama di wilayah pesisir dan pedalaman seperti Ketapang, Kapuas Hulu, dan Kubu Raya.

“Selain karena faktor biaya, persoalan infrastruktur pendidikan yang belum merata serta kurangnya tenaga pendidik di daerah terpencil memperburuk keadaan,” jelasnya.

Baca juga: Pemprov Kalbar Dorong Pemerataan Rekrutmen Guru, Ajak Alumni UPGRI Pontianak Berperan Bangun Daerah

Terkait rencana pemerintah memperbanyak program Paket C berbasis vokasi, Suherdiyanto menilai langkah itu patut diapresiasi. Program pendidikan kesetaraan memberi kesempatan bagi masyarakat dewasa atau pekerja muda untuk melanjutkan pendidikan tanpa meninggalkan pekerjaan.

Namun, ia mengingatkan agar program tersebut tidak hanya bersifat administratif.

“Program Paket C harus memberi kompetensi fungsional dan keterampilan kerja yang nyata. Kolaborasi dengan Balai Latihan Kerja (BLK), SMK, dan perguruan tinggi perlu diperkuat agar mutu serta relevansi kurikulumnya terjamin,” tegasnya.

Suherdiyanto menilai, untuk mengatasi akar masalah ketidaklulusan SMA, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan perluasan program Paket C. Diperlukan pendekatan multi-sektor dengan melibatkan dunia usaha, organisasi masyarakat seperti PGRI, PKK, Karang Taruna, hingga lembaga keagamaan dalam mengampanyekan pentingnya pendidikan menengah.

Ia juga mendorong adanya program konkret seperti beasiswa daerah, subsidi seragam dan transportasi, serta gerakan sosial “Satu Keluarga Satu Lulusan SMA” guna mempercepat peningkatan angka partisipasi sekolah di Kalbar.

“Jika semua pihak ikut terlibat, maka pendidikan menengah bisa menjadi gerakan sosial bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah,” tutupnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved