Fachrurrazi : Banyak Faktor Yang Menyebabkan Penonaktifan PBI JK
Fachrurrazi mengatakan dalam hal ini semua punya peran dan peserta harus tau masuk kategori mana mampu atau tidak mampu.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
Fachrurrazi : Banyak Faktor Yang Menyebabkan Penonaktifan PBI JK
PONTIANAK -Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Banten, Kalimantan Barat dan Lampung, Dr. Fachrurrazi mengatakan ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dinonaktifkan peserta BPJS Kesehatan Penerimaan Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK).
Hal ini disampaikannya ketika menjadi pembicara di Rapat Koordinasi Penangan Penonaktifan PBI JK Non Basis Data Terpadu dan Penggantian Peserta PBI JK tahap 6 Tahun 2019 se-Kalbar yang dilasakan di Ruang Praja 2, Kantor Gubernur Kalbar, rabu (14/8/2019).
Penyebabnya adalah seperti ada data ganda, berubah status awalnya PBI APBN artinya tidak mampu jadi mampu (Mandiri). Kemudian ada yang meninggal dunia menyebabkan perubahan mutasi, perubahan status kepegawaian atau kepersertaan dari PBI APBN dia berja diperusahaan dan berubah menjadi PPU badan usaha artinya perusahana yang bertanggung jawab untuk membiyai JK KIS nya.
Baca: Sunarwan Jabat Aspidsus Kejati Kalbar, Kajati: Pejabat Baru Pelopor Penegakan Hukum
Baca: Dialog Ekonomi Digital, OJK Imbau Masyarakat Agar Waspada Investasi
Fachrurrazi mengatakan, menurut SK mensos 79 2019 bahwa ada 102.540 jiwa yang dinonaktifkan dari Penerimaan Bantuan Jaminan Kesehatan (PBI JK).
"Pengaruh ke Kalbar secara kesuluran tidak ada masalah cuma ada pergeseran, potensi. Semestinya Kalbar baru 67 persen untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) . Kami harap dengan pertemuan ini selain merekomendasikan segera yang dinonaktifkan didata ulang atau diverifikasi, apakah benar perubahan data tadi karena meninggal, perubahan status mampu tidak mampu dan lain sebagainya ," ujar Fachrurrazi
Ia mengatakan misalnya dari SK Mensos peserta yang masih tidak mampu bisa didaftarkan di PBI APBD. Karena ada Pergub 77 yang masih bisa digunakan untuk membiayai PBI APBD dengan sharing 70-30 antara kabupaten dan provinsi.
"Data penonaktifan ini dinamis berubah. saat ini dengan SK Mensos yang divalidasi no 79 adalah data Juli 2019 ini terus bergerak bisa kurang bisa nambah tergantung pergerakan. Jadi masyarakat tidak boleh kaget ketika diinonaktifkan . Karena memang ada sebabnya hanya saja kalau ada orang mengatakan saya tidak mampu ,terus mengatakan datanya tidak masuk kriteria dalam regulasi itu kalau misal harus ditanggung PBI APBD itu bisa menjadi salah satu solusi bersama," jelas Fachrurrazi
Fachrurrazi mengatakan dalam hal ini semua punya peran dan peserta harus tau masuk kategori mana mampu atau tidak mampu.
"Ini sudah tahan ke 6 dilakukan penonaktifkan jadi ini bergulir data yang tidak masuk dalam Basis data terpadu dan tidak masuk kriteria yang seharusnya menjadi peserra PBI APBN , Tapi kalau dia bisa masuk PBI APBD silahkan tergantung kebijakan dari pemda kabupaten kota," pungkas Fachrurrazi.
