Hingga Pekan Kedua Februari 2019, 7 Orang Meninggal Dunia Akibat DBD di Kalbar
Sampai minggu kedua, totalnya se-Kalbar ada 570 kasus DBD. Bulan Januari 2019 ada 344 kasus. Bulan Februari hingga pekan kedua ada 226 kasus
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Tri Pandito Wibowo
“Itu tidak boleh disamakan. Karena acuan KLB adalah yang ditetapkan kepala daerah,” jelasnya.
Ia menerangkan biasanya KLB yang dibuat oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota bertujuan sebagai bagian dari early warning system atau sistem peringatan dini. Otomatis, status pemantauan dan pelaporan bergerak dari laporan bulanan atau mingguan menjadi laporan harian.
“Tapi, itu bukan KLB dalam pengertian tanggap darurat dan sebagainya,” tegasnya.
Diskes Provinsi Kalbar, terang dia, terus lakukan pengamatan terhadap tren angka kasus DBD di Kalbar per bulan. Termasuk, apakah angka kasus DBD akhir bulan Februari masih tetap bertahan di angka sekitar 300-an.
“Bulan Januari 2019, memang masih tinggi angka kasusnya. Karena itu melihat tren kasus yang terjadi pada bulan Desember 2018 lalu. Tapi mulai Februari sampai pekan kedua ini kan turun. Kita lihat apakah angka kasus DBD pada Maret dan selanjutnya menurun atau tidak,” paparnya.
Iklim tahun 2018 dan 2019 diakui belum tentu sama. Namun, ia imbau masyarakat tetap harus waspada terhadap siklus wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) lima tahunan.
Pada tahun 2014, angka kesakitan DBD terbilang tinggi jika dilakukan pengamatan tren DBD sepanjang 2011-2018. Angka kesakitan DBD tahun 2014 mencapai 4.199 kasus dimana 60 kasus diantaranya berujung kematian di Kalbar.
Berkaca dari data tahun 2014, angka kesakitan DBD tinggi bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kemudian, 2015 menurun menjadi 1.108 kasus, 2016 menurun jadi 967 kasus, lalu 2017 naik jadi 3.133 kasus dan 2017 turun menjadi 3.027 kasus.
“Tahun 2019 ini ada potensi siklus atau fenomena lima tahunan. Bisa saja tinggi, bisa juga tidak,” tuturnya.
Ia memperkirakan tren yang terjadi nantinya ada beberapa daerah yang mengalami penurunan kasus dan ada yang turun. Penurunan kasus biasanya pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus.
“Tren diperkirakan akan meningkat kembali pada Oktober, November dan Desember. Penurunan itu harus diwaspadai. Jangan sampai lengah,” imbaunya.
Harry menginstruksikan jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Puskesmas dan Poskesdes agar terus edukasi masyarakat melalui sosialisasi dan penyuluhan tentang bahaya dan antisipasi DBD.
“Masyarakat harus selalu lakukan upaya 3M Plus secara serentak di lingkungan masing-masing. Gerakan pemberantasan sarang nyamuk harus digencarkan. Kemudian upaya plus lainnya, misalnya anak-anak dan kita gunakan lotion anti gigitan nyamuk pagi, siang, sore dan malam. Tidur gunakan kelambu, jangan terbuka,” pintanya.
“Upaya lain paling tidak nyalakan pengusir nyamuk seperti obat nyamuk atau tanaman pengusir nyamuk. Bisa juga pelihara ikan pemakan jentik di tempat penampungan air. Terus abatisasi menggunakan bubuk abate berkoordinasi dengan Puskesmas,” pungkasnya.