Pileg 2019
Menang Gugatan Di PTUN, Pengamat Nilai OSO Tak Mau Patuhi Putusan MK
Bivitri membandingkan sikap OSO dengan bakal calon anggota DPD lain yang juga terdampak putusan MK.
Menang Gugatan Di PTUN, Pengamat Nilai OSO Tak Mau Patuhi Putusan MK
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai sejak awal Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau yang akrab disapa OSO memang tidak mau menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi atau MK.
Putusan MK mengatur larangan anggota DPD rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.
Bivitri membandingkan sikap OSO dengan bakal calon anggota DPD lain yang juga terdampak putusan MK.
Ia mengatakan, awalnya putusan MK memberikan kesempatan bagi pengurus partai yang telanjur ikut tahapan pemilu untuk mundur dari partai politik.
Baca: Oesman Sapta Odang (OSO) Menang di PTUN, KPU Rumuskan Opsi Caleg DPD
Baca: Ustadz Abdul Somad Ungkap Alasan Pendiri NU Tak Setuju Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW
Dengan demikian, tidak ada hak politik yang dilanggar.
Namun, putusan MK keluar saat KPU baru mengeluarkan Daftar Calon Sementara (DCS).
"Dan ini yang perlu diperhatikan. KPU kirim surat ke semua DCS dan menginformasikan, 'Ada putusan MK soal syarat baru nih menyuruh supaya kalian mundur dari kepengurusan parpol'" ujar Bivitri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Minggu (18/11/2018).
Setelah mengirimkan surat tersebut, kata Bivitri, ada lebih dari 200 calon anggota DPD yang mematuhi putusan MK.
Ada yang mundur dari partainya dan meneruskan tahapan pemilu.
Ada pula yang akhirnya keluar dari tahapan pemilu dan memilih tetap di dalam partai.
"Dengan itu, maka di atas 200 orang bisa memenuhi (putusan MK) itu. Cuma Pak OSO yang enggak bisa," ujar Bivitri.
Baca: Tak Pernah Terekpose, Aktris Cantik Wulan Guritno Akui Jadi Korban KDRT
Baca: Fakta V BTS, Sempat Tak Mau Jadi Artis dan Kini Dinobatkan Sebagai Pria Tertampan di Dunia
Bivitri berpendapat masyarakat harus membedakan antara "yang tidak bisa" dengan "yang tidak mau".
Menurut dia, OSO bukan tidak bisa mematuhi putusan MK, melainkan tidak mau.
Hal itu dinilainya terlihat dari sejumlah pernyataan OSO.
Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan uji materi PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang larangan pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.
Permohonan uji materi itu diajukan OSO.
Sementara itu, KPU telah mencoret OSO sebagai calon anggota DPD lantaran tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari partai politik.
Baca: Yuk Simak! Penjelasan Dari Firsta Terkait Cuaca di Mempawah dan Sekitarnya Kenapa Sering Hujan
Baca: Realisasi Belanja Negara Hingga Oktober 2018 Capai 77,5 Persen dari Pagu APBN 2018
OSO dianggap masih tercatat sebagai anggota partai politik.
Menurut putusan Mahkamah Konstitusi (MK), anggota DPD dilarang rangkap jabatan sebagai anggota partai politik.
Aturan mengenai larangan anggota DPD rangkap jabatan tercantum dalam Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Senin, (23/7/2018).
Atas putusan KPU itu, OSO kemudian melayangkan gugatan ke PTUN.
Dalam putusannya, Majelis Hakim PTUN membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, putusan PTUN yang mengabulkan gugatan OSO bisa memunculkan dualisme hukum.
Baca: Intensifkan Sosialisasi Deklarasi Damai Pemilu 2019, Bripka Hamsyah Sambangi Warga
Baca: Kemenkeu Pastikan Perekonomian Tumbuh Kuat, Berikut Realisasi Pendapatan Negara
Gugatan permohonan tersebut terkait sengketa proses pemilu pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Hal itu dikatakan Refly menanggapi putusan PTUN yang membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
“Kondisi ini (putusan PTUN) memunculkan ketidakpastian ‘maju mundur kena’ kalau tidak dilaksanakan ini putusan hukum, kalau dilaksanakan memunculkan diskriminasi bagi pengurus partai lain yang sudah dicoret,” tutur Refly melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Rabu (14/11/2018) malam.
Refly mengatakan, putusan PTUN tidak berlaku bagi calon anggota DPD lain dan hanya berlaku bagi pihak yang menggugat yakni OSO.
“OSO mendapatkan perlakuan khusus jadinya kalau dilaksanakan putusan (PTUN) itu,” kata Refly.
Refly menilai, putusan tersebut menimbulkan kebingungan dan aneh.
“Dari sisi materi agak aneh dikabulkan, karena putusan MK jelas tidak mungkin ditafsirkan berlaku di 2024 kecuali kalau daftar calon tetap (DCT) sudah ditetapkan,” tutur Refly.
Baca: Subhanallah! Guru Ustadz Abdul Somad Meninggal Dengan Wajah Tersenyum, Ratusan Orang Ikut Menyolati
Baca: Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun, Kabar Duka Datang dari Ustadz Abdul Somad
“Kalau putusan MK berlaku untuk 2024 ngapain diputuskan cepat-cepat, maksudnya diputuskan dalam masa tahapan (Pemilu),” sambung Refly.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dimaksud adalah putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyatakan pengurus parpol tak boleh menjadi anggota DPD.
Refly mengaku sudah mendugai bila PTUN akan mengabulkan gugatan permohonan OSO.
“Saya dari awal memprediksi PTUN akan mengabulkan (gugatan permohonan OSO), tapi kan terlepas dari ada “praduga” macam-macam,” tutur Refly.
Refly menambahkan, perlunya sikap saling menghargai hasil putusan satu sama lain di antara Lembaga Peradilan.
Ia pun meminta agar putusan lembaga peradilan tak mengakibatkan ketidakpastian hukum.
“Pengadilan harus lebih independen dalam memutuskan sebuah perkara,” ujar Refly.
Diketahui, dalam putusannya, majelis hakim PTUN membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.
Hakim juga memerintahkan KPU untuk mencabut SK tersebut.
"Gugatan kabul seluruhnya, SK DCT KPU dinyatakan batal dan diperintahkan dicabut," kata Kuasa Hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra, saat dikonfirmasi, Rabu (14/11/2018).
(KOMPAS.COM/Reza Jurnaliston/Jessi Carina)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Putusan PTUN soal Gugatan OSO Dinilai Munculkan Dualisme Hukum"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lebih dari 200 Calon Anggota DPD Bisa Patuhi Putusan MK, Cuma Pak OSO yang Tidak"