Dua Hari Terakhir, 4 Bocah di Kalbar Diperkosa! Korban Ada Yang Masih 9 Tahun
Dalam dua Hari terakhir ini telah terjadi pemerkosaan terhadap 4 bocah di Kalimantan Barat.
Dua Hari Terakhir, 4 Bocah di Kalbar Diperkosa! Korban Ada Yang Masih 9 Tahun
Laporan Wartawati Tribunpontianak.co.id, Mirna
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Dalam dua Hari terakhir ini telah terjadi pemerkosaan terhadap 4 bocah di Kalimantan Barat.
Beberapa hari sebelum kasus yang menimpa AN, tiga anak yatim yang masih bersaudara, FB (15), JT (12), dan RK (9) menjadi korban kebejatan dari paman-paman mereka sendiri.
Bahkan hal itu dilakukan secara bertahun-tahun lamanya.
Baca: LIVE STREAMING PSIS Semarang Vs Persib Bandung Indosiar, Head to Head dan Prediksi Starting XI
Baca: SBY Tantang Prabowo-Sandi Paparkan Kebijakan dan Program Kerja untuk Rakyat
Baca: Masih Ingat Iklan Lawas Obat Napacin? Netizen Terkejut Saat Tahu Model Wanita di Iklan Ini
Baca: DERETAN Artis Top Bollywood Alami Gangguan Mental, Salah Satunya Shahrukh Khan
Bahkan saking takutnya, ada di antara mereka yang sampai tidur di WC karena ketakutan.
Tiga orang paman yang tega terhadap ketiga keponakannya itu adalah AU, AK, dan AT.
Kisah ketiga bocah yatim yang memilukan itu diungkap Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar.
Dan baru-baru ini juga telah terjadi pemerkosaan terhadap seorang gadis 13 tahun.
Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, kembali menerima laporan Kekerasan Seksual terhadap anak.
Kali kini korban Kekerasan Seksual itu dialami seorang pelajar berinisial AN yang baru berumur 13 tahun.
AN yang masih berstatus sebagai pelajar ini menjadi korban Kekerasan Seksual yang diduga dilakukan DE, yang berumur 18 tahun.
Kekerasan seksual yang diduga dilakukan AN itu terjadi di sebuah rumah yang berada di Sungai Ambawang beberapa waktu lalu.
Kasus kekerasan seksual ini sudah dilaporkan oleh ayah korban, RY, ke Polresta Pontianak pada 8 November 2018 lalu.
Sampai saat ini AN masih dalam pengejaran pihak kepolisian.
Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati Ishak menuturkan pihaknya menerima laporan kekerasan seksual yang dialami AN, Selasa (13/11/2018) sekira pukul 10.15 WIB.
Ayah korban RY melaporkan bahwa anaknya telah disetubuhi oleh seorang laki-laki berinisial DE.
"Menurut keterangan orangtua, sebelum kejadian AN izin untuk pergi ke warung internet (Warnet) di dekat rumahnya bersama K (13). Rumah korban di Desa Kapur," kata Eka.
Hal itu disampaikan Eka kepada media di Kantor KPPAD Kalbar Jalan Daeng Abdul Hadi No 146, Kelurahan Akcaya, Pontianak Selatan, kamis (15/11/2018).
Ia menjelaskan sebelum kejadian korban diajak DE (18) ketemuan tapi korban enggan bertemu.
Di mana korban baru hari mengenali terduga pelaku lewat media sosial Facebook.
Namun korban dipaksa oleh rekannya K (13) untuk bertemu dengan DE (18).
Lanjutnya, setelah itu korban pun bertemu tersangka sekira jam 18.00 WIB bersama rekannya K (13).
Saat bertemu tersangka korban diberikan makanan atau dibius hingga tak sadarkan diri.
"Korban tersadar sekira jam lima Subuh. Saat itu korban menyadari bahwa di daerah lehernya terdapat bercak merah. Perutnya terasa sakit dan organ intimnya perih ketika buang air kecil," jelasnya.
Eka menambahkan setelah mendapatkan pengaduan dari anaknya, kemudian orangtua korban mengecek kembali dan benar ada bercak merah di daerah leher.
Karena merasa kondisi anaknya tidak stabil, yang diduga akibat pengaruh makanan atau obat bius yang diberikan tersangka, orangtua korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian.
"Saat ini kejadian sudah ditangani pihak kepolisian, namun tersangka belum tertangkap, pihak kepolisian dan KPPAD juga sedang menunggu hasil visum dari korban," ungkapnya.
Eka Nurhayati menegaskan penanganan untuk tersangka diserahkan sepenuhnya kepihak kepolisian.
Namun untuk korban dan orangtua pihak KPPAD akan melakukan pendampingan secara berkala.
KPPAD Kalbar juga akan membawa korban ke ahli Psikologis, guna menyembuhkan traumatik yang dialami korban.
Eka juga memaparkan sejauh ini dari April hingga November 2018, KPPAD telah menerima sebanyak 60 laporan kejahatan terhadap anak.
Di mana laporan yang terbesar ialah kejahatan seksual pada anak.
"Hal ini yang akan menjadi prioritas KPPAD, untuk menghimbau orang tua agar lebih ketat dalam pengawasan terhadap anak," kata Eka.
Ia menuturkan selain orangtua, juga harus ada kerjasama antarpihak.
Kerjasama antara orang tua, pihak sekolah dan lembaga terkait dalam hal pengawasan terhadap anak.
"Pihak sekolah juga harus menjalin komunikasi yang baik kepada orang tua, dimana orang tua juga harus mengontrol anaknya, dimana kejahatan seksual marak dilakukan oleh orang terdekat," tegasnya.
Ia juga menghimbau kepada orang tua harus selalu mengawasi anaknya, selalu melakukan pengawasan seperti kegiatan belajar anak, bermain anak, dan kepada siapa saja anak berkomunikasi.
Sehingga hal seperti ini tidak terjadi, seperti kasus ini kan orang tua membiarkan anaknya keluar hingga larut malam.
Trauma yang dialami korban kekerasan seksual
Menurut Komnas Perempuan, rata-rata 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia setiap harinya.
Hampir 70 persen dari kasus kekerasan terhadap perempuan, baik fatal maupun nonfatal, dilakukan oleh anggota keluarga atau pasangan (pacar atau suami).
Meski konsekuensi dari setiap kejahatan dan pengalaman korban berbeda, ada bukti yang berkembang tentang hubungan antara korban kekerasan seksual dengan kesehatan mental dan fisik.
Cedera fisik dan kematian adalah konsekuensi paling jelas dari kasus kekerasan.
Berbagai macam reaksi dapat mempengaruhi korban.
Efek dan dampak kekerasan seksual (termasuk perkosaan) dapat mencakup trauma fisik, emosional, dan psikologis.
Dilansir dari hellosehat.com, berikut ini trauma yang terjadi pada korban kekerasaan seksual (pemerkosaan).
1. Depresi
Menyalahkan diri sendiri adalah salah satu efek jangka pendek dan jangka panjang paling umum, berfungsi sebagai keterampilan naluriah untuk mengatasi masalah dengan penghindaran yang mengambat proses penyembuhan.
Ada dua jenis penyalahan diri, berdasarkan tindakan dan karakter.
Penyalahan diri berdasarkan tindakan merasa mereka seharusnya dapat melakukan sesuatu yang berbeda, yang dapat menghindari mereka dari kejadian naas tersebut, dan karena itu merasa bersalah.
Penyalahan diri berdasarkan karakter terjadi saat ia merasa ada sesuatu yang salah dalam diri mereka, yang menyebabkan mereka merasa layak untuk menjadi korban.
Menyalahkan diri sendiri erat kaitannya dengan depresi.
Depresi adalah gangguan mood yang terjadi ketika perasaan yang diasosiasikan dengan kesedihan dan keputusasaan terus terjadi berkelanjutan untuk jangka waktu yang lama hingga mengganggu pola pikir sehat.
Normal bagi korban kejahatan merasa sedih, marah, tidak bahagia, dan putus asa.
Depresi dan menyalahkan diri sendiri merupakan isu kesehatan mental serius dan tidak menandakan kelemahan, serta bukan pula sesuatu yang diharapkan akan sembuh dengan sendirinya semudah membalikkan telapak tangan.
Lima cara depresi dan menyalahkan diri dapat merusak seseorang, minimnya motivasi untuk mencari bantuan, kurang empati, mengisolasi diri dari orang lain, kemarahan, dan agresi termasuk melukai diri sendiri dan/atau upaya bunuh diri.
2. Sindrom Trauma Pemerkosaan
Sindrom trauma perkosaan (Rape Trauma Syndrome/RTS) adalah bentuk turunan dari PTSD (gangguan stres pasca trauma), sebagai sesuatu kondisi yang mempengaruhi korban perempuan muda dan dewasa dari kekerasan seksual.
Kekerasan seksual, termasuk perkosaan, dipandang oleh wanita sebagai situasi yang mengancam nyawa, memiliki ketakutan umum akan mutilasi dan kematian sementara serangan terjadi.
Segera setelah perkosaan, penyintas sering mengalami syok.
Mereka cenderung merasa kedinginan, pingsan, mengalami disorientasi (kebingungan mental) gemetar, mual dan muntah.
Pasca insiden, umum bagi korban mengalami insomnia, kilas balik, mual dan muntah, respon mudah kaget dan terkejut, sakit kepala tensi, agitasi dan agresi , isolasi, dan mimpi buruk, serta gejala disosiatif atau mati rasa dan peningkatan rasa takut dan kecemasan.
Meski beberapa dari gejala ini dapat mewakili deskripsi gejala yang timbul pada veteran perang, korban perkosaan dan kekerasan seksual mengalami masalah unik setelah serangan, seperti nyeri bagian perut atau punggung bawah, iritasi tenggorokan akibat oral seks paksaan, masalah ginekologis (menstruasi berat dan tidak teratur, keputihan atau keluar cairan lain dari vagina, infeksi kandung kemih, penyakit kelamin menular.
Hingga kehamilan tidak diinginkan yang diikuti oleh preeklampsia), berperilaku seperti kekerasan tidak pernah terjadi (disebut penolakan), ketakutan akan seks, bahkan kehilangan gairah dan minat seksual.
Sangat penting untuk dicatat bahwa RTS adalah tanggapan alami dari seseorang yang sehat secara psikologis dan fisik terhadap trauma perkosaan, jadi tanda dan gejala di atas bukan merupakan representasi dari gangguan atau penyakit kejiwaan.
3. Disosiasi
Dalam istilah yang paling sederhana, disosiasi adalah pelepasan dari realitas.
Disosiasi adalah salah satu dari banyak mekanisme pertahanan yang digunakan otak untuk mengatasi trauma kekerasan seksual.
Banyak pakar percaya bahwa disosiasi ada pada sebuah spektrum.
Di salah satu ujung spektrum, disosiasi dikaitkan dengan pengalaman melamun.
Di ujung bersebrangan, disosiasi kompleks dan kronis dapat membuat penderitanya sulit berfungsi dalam dunia nyata.
Disosiasi sering digambarkan sebagai pengalaman “ruh keluar dari tubuh”, di mana seseorang merasa tidak terikat dengan jasmaninya, merasa sekitarnya tampak tidak nyata, tidak terlibat dengan lingkungan tempat ia berada seperti sedang menonton kejadian tersebut di televisi.
Sebagian pakar kesehatan mental percaya bahwa penyebab gangguan disosiatif adalah trauma kronis yang terjadi saat masa kanak-kanak.
Individu yang mengalami kejadian traumatik akan sering mengalami beberapa derajat disosiasi amnesia sebagian, berpindah-pindah tempat dan memiliki identitas baru, hingga yang terparah, kepribadian ganda di saat mengalami kejadian tersebut atau berhari-hari, minggu setelahnya.
Mungkin menakutkan menyaksikan seseorang yang mengalami pemisahan diri dari dunia nyata (untuk dibedakan dengan isolasi), namun kondisi ini merupakan reaksi alami terhadap trauma.
4. Gangguan makan
Kekerasan seksual dapat mempengaruhi penyintasnya dalam berbagai cara, termasuk persepsi diri terhadap tubuh dan otonomi pengendalian diri dalam kebiasaan makan.
Beberapa orang mungkin menggunakan makanan sebagai pelampiasan mengatasi trauma, untuk merasa kembali memegang kendali atas tubuhnya, atau mengimbangi perasaan dan emosi yang membuatnya kewalahan.
Tindakan ini hanya memberikan suaka sementara, tetapi memiliki kemampuan untuk merusak tubuh dalam jangka panjang.
Ada tiga tipe gangguan makan, yaitu: anorexia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating.
Namun demikian, masih mungkin untuk penyintas terlibat dalam gangguan pola makan di luar dari ketiga kondisi ini yang terhitung sama berbahayanya,
Dilansir dari Medical Daily, bulimia dan anoreksia umum ditemukan pada wanita dewasa penyintas kekerasan seksual saat anak-anak.
Dalam sebuah studi dari University of Melbourne, peneliti menelaah keterkaitan antara kekerasan seksual saat kanak-kanak (sebelum usia 16 tahun) dan awal dari timbulnya dua gangguan makan ini pada wanita.
Terhitung 1,936 partisipan yang terlibat dalam penelitian berkelanjutan selama 11 tahun berusia rata-rata 15 -24 tahun, mereka yang mengalami dua atau lebih serangan seksual memiliki peningkatan hampir lima kali lipat menunjukkan sindrom bulimia daripada mereka yang hanya mengalami satu kali kekerasan seksual, dengan peluang 2,5 kali lipat.
5. Hypoactive sexual desire disorder
Hypoactive sexual desire disorder (IDD/HSDD) adalah kondisi medis yang menandakan hasrat seksual rendah. Kondisi ini juga umum disebut apatisme seksual atau keengganan seksual.
HSDD dapat menjadi kondisi primer atau sekunder, yang bisa memberikan perbedaan besar dalam perencanaan pengobatan.
Kondisi primer adalah jika seorang individu tidak pernah mengalami atau memiliki hasrat seksual, dan jarang (jika pernah) terlibat dalam hubungan seksual tidak memulai dan tidak merespon terhadap rangsangan seksual dari pasangannya.
HSDD menjadi kondisi sekunder saat orang tersebut memiliki gairah seksual yang normal dan sehat pada awalnya, namun kemudian menjadi tidak tertarik sama sekali dan tidak acuh akibat faktor penyebab lain, misalnya dimunculkan dalam bentuk trauma nyata akibat dari pelecehan seksual.
Hubungan seks, untuk para penyintas kasus kejahatan seksual, dapat menjadi sebuah pelatuk yang mengingatkan mereka terhadap peristiwa tersebut dan memunculkan kilas balik serta mimpi buruk maka dari itu mereka memilih untuk tidak terlibat, dan pada akhirnya kehilangan nafsu seksual seluruhnya.
6. Dyspareunia
Dyspareunia adalah nyeri yang dirasakan selama atau setelah berhubungan seksual.
Kondisi ini dapat menyerang pria, namun lebih sering ditemukan pada wanita.
Wanita yang memiliki dyspareunia mungkin mengalami rasa sakit superfisial dalam vagina, klitoris, atau labia (bibir vagina), atau rasa sakit yang lebih melumpuhkan saat penetrasi semakin dalam atau dorongan penis.
Dyspareunia disebabkan oleh beragam kondisi, salah satunya termasuk trauma dari riwayat kekerasan seksual.
Adanya riwayat kekerasan seksual pada wanita yang memiliki dyspareunia dikaitkan dengan peningkatan stres psikologis dan disfungsi seksual, namun tidak ditemukan kaitan antara dyspareunia dengan riwayat kekerasan fisik.
Beberapa wanita dapat mengalami pengetatan ekstrim pada otot vagina saat penetrasi, sebuah kondisi yang disebut vaginismus.
7. Vaginismus
Ketika seorang wanita memiliki vaginismus, otot-otot vaginanya meremas atau mengejang dengan sendirinya saat sesuatu memasuki dirinya, seperti tampon atau penis bahkan saat pemeriksaan panggul rutin oleh ginekolog.
Hal ini dapat sedikit terasa tidak nyaman atau sangat menyakitkan.
Seks yang menyakitkan sering menjadi pertanda awal seorang wanita mengidap vaginismus.
Rasa sakit yang dialami hanya terjadi saat penetrasi.
Biasanya akan menghilang setelah penarikan, namun tidak selalu.
Wanita yang memiliki kondisi ini menggambarkan rasa sakitnya sebagai sensasi robekan atau seperti pria menghantam dinding.
Dokter tidak tahu persis apa yang menyebabkan vaginismus.
Namun, dugaan biasanya terkait dengan kecemasan atau ketakutan ekstrim untuk berhubungan seks termasuk dari trauma riwayat kekerasan seksual.
Akan tetapi, tidak jelas mana yang datang pertama kali, vaginismus atau kecemasan.
8. Diabetes tipe 2
Orang dewasa yang mengalami segala bentuk pelecehan seksual saat masih kanak-kanak berada pada risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi medis serius, seperti penyakit jantung dan diabetes.
Dalam sebuah penelitian terbitan The American Journal of Preventive Medicine, peneliti menyelidiki hubungan antara pelecehan seksual yang dialami oleh remaja dan diabetes tipe 2.
Temuan melaporkan 34 persen dari 67,853 partisipan wanita yang melaporkan mengidap diabetes tipe 2 pernah mengalami kekerasan seksual. (*/TRIBUNPONTIANAK.CO.ID)
Yuk Follow Instagram @tribunpontianak.