Aksi Damai Hari Tani Nasional, Ini Tuntutan FPR Kalbar dan BEM Untan pada Pemerintah
Terakhir, kami menolak pertemuan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB)
Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Jamadin
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Rizky Prabowo Rahino
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK – Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan Front Perjuangan Rakyat (FPR) Kalimantan Barat bersama Kementerian Kajian Strategi dan Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Untan gelar aksi damai di Gedung DPRD Kalbar, Jalan Ahmad Yani 1 Pontianak, Senin (24/9/2018).
Sembari membawa membawa berbagai spanduk, mereka menyuarakan berbagai tuntutan guna wujudkan reforma agraria sejati dan kedaulatan pangan di Indonesia.
Aksi damai ini merupakan bagian dari aksi nasional bertepatan dengan Hari Tani Nasional yang jatuh setiap 24 September. Seperti diketahui, pada 24 September 1960 telah disahkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Daerah Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
Baca: Thamrin Usman Lantik Empat Dekan Fakultas Baru Untan, Ini Sosoknya
Koordinator Aksi Kementerian Kajian Strategi dan Pergerakan BEM Untan, Muhammad Agustiar Akbar menegaskan selain peringatan Hari Tani Nasional, melalui aksi ini pihaknya ingin menyadarkan semua pihak bahwa masih banyak hal perlu dibenahi untuk mewujudkan pertanian berdaulat.
“Ini harus dibenahi bersama-sama. Pada aksi ini kami menyampaikan delapan tuntutan kepada pemerintah,” ungkapnya.
Baca: Sertijab, Bupati Citra Duani Ucapkan Terimakasih pada Syarif Yusniarsyah
Pertama, mendesak pemerintah untuk segera melaksanakan reforma agraria sejati dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Kedua, mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas konflik-konflik agraria yang terjadi di republik ini, khususnya yang terjadi di Kalbar.
“Ketiga, kami mendesak pemerintah segera laksanakan pembaharuan agrarian dengan memberikan hak tanah kepada kaum tani,” pintanya.
Keempat, hentikan liberalisasi sumber-sumber agraria di bidang pertanahan, kehutanan, perkebunan, pertanian, pertambangan, pesisir, kelautan dan pangan, serta prioritaskan penggunaannya untuk petani dan masyarakat miskin lainnya.
Kelima, bebaskan para petani, aktivis agraria yang telah ditangkap, pulihkan nama baik mereka. Keenam, segera bentuk badan pelaksana reforma agraria dibawah presiden. Ketujuh, pemerintah segera menuntaskan perbaikan jaringan irigasi dan penyediaan alat mesin pertanian atau teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani dan kearifan lokal.
“Kedelapan, kami menuntut pemerintah untuk menambah jumlah dan meningkatkan kualitas pendamping untuk petani,” tukasnya.
Koordinator Lapangan FPR Kalbar, Usnan menegaskan konflik agraria di Indonesia jadi problem serius dan belum selesai hingga kini.
"Masalah utama dari sektor agraria disebabkan karena masifnya praktik perampasan dan monopoli tanah yang dilakukan oleh perusahaan asing, perusahaan besar dalam negeri dan negara yang hakikatnya merupakan tuan tanah,” ujarnya.
Usnan menimpali kepentingan untuk merampas dan memonopoli tanah di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tujuan untuk terus menambah penguasaan dan super profit bisnisnya. Dalam aksi ini, pihaknya melontarkan sembilan tuntutan yang harus jadi atensi pemerintah.
“Pertama, laksanakan reforma agraria sejati dan bangun industrialisasi nasional. Kedua, berikan perlindungan harga komoditi hasil pertanian,” terangnya.
Baca: Hakka Indonesia Gelar Makan Malam di Swiss Belinn Hotel Singkawang