Pileg 2019
AB Tangdililing: Undang-undang Positif Mengatur Hak Politik Eks Napi Korupsi
Pertama, dari sisi moral, apa yang menjadi keputusan KPU. Mungkin banyak pihak juga akan setuju.
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ishak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Politik, Akademisi Untan - AB Tangdililing mengatakan terkait keputusan KPU pembatalan status bacaleg lantaran jadi mantan napi korupsi ini tentu sangat baik
Pertama, dari sisi moral, apa yang menjadi keputusan KPU. Mungkin banyak pihak juga akan setuju.
"Sudah dijelaskan banyak pihak, termasuk KPK, bahwa keputusan KPU ini menyangkut kepentingan publik. Terutama supaya publik jangan lagi dibohongi oleh si mantan napi koruptor tersebut," katanya.
Hanya saja, ada undang-undang positif yang mengatur hak-hak politik eks napi korupsi ini.
Baca: Terkait Masalah Ini, Fiber Laporkan Bawaslu RI ke DKPP
Bahwa mantan koruptor manakala sudah menyelesaikan masa hukumannya, ia berhak memperoleh hak-hak politiknya, termasuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Langkah KPU ini, bisa saja akan menjadi alibi Parpol bahwa KPU melakukan pencabutan hak politik secara paksa tanpa mengindahkan aspek hukum.
Sementara itu, di sisi lain undang-undang mengamanatkan berbeda.
Penjelasannya, bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Bahwa setiap orang harus patuh pada undang-undang yang sudah dibuat.
Kondisi ini, dimana ada semacam pertentangan tentu menjadi satu hal yang sulit. Dengan demikian, jelas harus menunggu putusan dari mahkamah agung ataupun mahkamah konstitusi terkait situasi ini.
Hanya saja, tentu itu akan memakan proses yang acap kali kadang tak sebentar.
"Semua pihak bisa mengajukan gugatan untuk merevisi aturan-aturan yang tumpang tindih ini," ucapnya.
Baca: Terkait Masalah Ini, Fiber Laporkan Bawaslu RI ke DKPP
Jika ini selalu berdebat, tentu tidak akan ada habisnya. Revisi undang-undang, jelas sangat diperlukan jika semangat yang dibawa KPU ini ingin diterapkan dengan mulus dan tanpa konsekuensi hukum di masa depan.
Jika tidak, bukan tak mungkin nantinya akan menimbulkan konflik terbuka. Karena jika KPU memaksa mencoret bacaleg eks napi korupsi, maka yang dicoret tetap bisa berpegang pada undang-undang.
Lantas bagaimana dengan KPU di tingkat Provinsi atau Kabupaten-Kota?.