Fatwa MUI Terkait Diperbolehkannya Vaksin MR Jadi Jawab Keresahan Masyarakat Selama Ini

Beberapa masyarakat Kota Pontianak menganggap keluarnya Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin Measles Rubella

Penulis: Jimmi Abraham | Editor: Madrosid
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Pencanangan kampanye imunisasi Measles - Rubella (MR) bulan Agustus - September 2018 meningkatkan kualitas hidup anak Indonesia dengan Imunisasi MR, di Kantor Camat Pontianak Barat, Jalan Tabrani Ahmad, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (1/8/2018) pagi. Penjabat Gubernur Kalimantan Barat Dodi Riyadmadji yang membuka kegiatan mengajak seluruh pihak mendukung dan mensukseskan imunisasi Measles dan Rubella (MR). 

“Rubella dikategorikan sebagai penyakit akut dan ringan yang mudah rentan menyerang kelompok anak-anak, remaja dan dewasa. Selain anak-anak, target sasaran imunisasi MR adalah wanita yang berencana hamil,” ujarnya.

Vaksin MR direkomendasikan pada anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun. Vaksin MR diberikan pada anak-anak usia 9 bulan, 18 bulan dan saat anak duduk di bangku kelas 1 SD yaitu sekitar usia 6 tahun.

Bagi orang dewasa dan anak-anak yang hanya mendapatkan satu kali suntikan vaksin MMR dapat diberi vaksin MR pada usia berapa pun. Begitu juga anak-anak yang sudah pernah mendapat vaksin MMR maka vaksin MR juga boleh diberikan

“Saya tegaskan kembali bahwa pemberian imunisasi MR sebagai upaya memberi perlindungan terhadap penyakit campak dan rubella,” tukasnya.

Sementara itu, setelah melalui pembahasan yang cukup panjang, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)telah mengeluarkan fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin measless dan rubella untuk imunisasi.

MUI menyatakan pada dasarnya vaksin yang diimpor dari Serum Institute of India itu haram karena mengandung babi. Namun, penggunaannya saat ini dibolehkan karena keterpaksaan.

"Dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi. Tetapi penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India pada saat ini dibolehkan (mubah),” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat, Prof Dr. H. Hasanuddin AF, MA sesuai rilis yang diterima usai tandatangani fatwa tersebut di Gedung MUI Pusat, Jakarta, Senin (20/8/2018) malam.

Ada tiga alasan kenapa MUI untuk sementara ini membolehkan penggunaan vaksin MR. Pertama, adanya kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah).

Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi vaksin MR.

"Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci," ucapnya sesuai rilis yang diterima.

MUI pun merekomendasikan pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.

Produsen vaksin juga wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

MUI juga mendorong pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.

Selain itu, MUI juga menyarankan pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan negara-negara berpenduduk Muslim agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

“Fatwa MUI ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Jika di kemudian hari ternyata fatwa ini membutuhkan perbaikan, MUI akan memperbaiki dan menyempurnakan sebagaimana mestinya,” imbuhnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved