Teroris di Kalbar
Teroris di Kapuas Hulu Rencanakan Teror Malam Tahun Baru, Ini Identitas dan Jaringannya
JF ditangkap karena diduga memiliki afiliasi dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Barat.
"Masyarakat harus berhati-hati melihat gerak-gerik mencurigakan dan ingin melakukan serangan. Tempat yang perlu diwaspadai adalah kantor polisi dan tempat ibadah yang mereka anggap sesat," katanya.
Chaidar menjelaskan, para teroris anggota JAD meyakini Ramadhan sebagai bulan pembakaran diri.
"Ini artinya akan banyak bom bunuh diri, atau akan banyak serangan menggunakan sangkur," ujar Chaidar kepada JPNN, Sabtu (12/5/2018).
Menurut Chaidar, para teroris tersebut meyakini aksi saat Ramadan akan memperoleh pahala yang lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya.
Bahkan, ada orang-orang kaya yang akan membiayai aksi teror itu.
"Banyak orang kaya di Indonesia yang kering secara spiritual. Dalam bahasa antropologi kami, mereka ingin menyodok Tuhan. Mereka menyogok dengan cara membiayai para teroris ini melakukan bom bunuh diri," katanya.
Mantan aktivis Negara Islam Indonesia (NII) itu menambahkan, JAD juga menganggap harta paling halal adalah hasil merampok dan merampas.
Baca: Nekad! Sarwendah Besihkan Sendiri Jendela Rumah di Lantai 2, Netizen Sebut Wonder Woman
Baca: Sejumlah Penari Latihan Tari Kolosal di SSA Pontianak
Menurut Chaidar, anggota JAD pun menyasar masyarakat umum.
“Makanya, target mereka bukan hanya kepolisian tapi juga merampok kelompok masyarakat tertentu. Kesadaran agama dan rasisme itu bercampur baur," pungkasnya
Rentetan ledakan hari ini di Surabaya jelas membuat suasana yang begitu mencekam.
Pelaku diduga merupakan kelompok profesional yang memang menanti momen kali ini untuk menimbulkan kegaduhan.
Hal itu terlihat dari persiapan pelaku.
Ada 25 bom dibeberapa titik vital yang mengincar kerumunan masa.
Tambah mengerikan, karena pelaku saat ini masih ada yang berkeliaraan dan menyatu dengan masyrakat.
Baca: Wanita Pelaku Bom Panci Polres Indramayu Akhirnya Ditangkap Densus 88
Baca: Pengamat: Pesparawi Berikan Dampak Bagus pada Ekomi Kalbar
Sistem Komunikasi
Dilansir Sripoku.com dari Antara Pengamat Terorisme Mujahidin Nur memperkirakan bahwa para pelaku teror menggunakan jalur komunikasi yang sulit dideteksi langsung oleh aparat.
1. Media sosial atau Telegram
"Kemungkinannya antara media sosial atau Telegram karena pada dasarnya masih banyak alat komunikasi kelompok teroris yang sulit dideteksi oleh aparat. Saya kira dua alat itu yang dipakai oleh mereka," kata Mujahidin yang juga Direktur The Islah Center di Jakarta, Minggu.
Selama ini, kata dia, pola komunikasi dengan menggunakan alat-alat serupa itu banyak digunakan oleh anggota ISIS.
Menurut dia, pengamatan terhadap pola komunikasi pelaku teror menjadi hal yang krusial untuk diperhatikan sekarang ini sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi terjadinya aksi terorisme.
Menurut Mujahidin Nu, tanzhim atau organisasi teroris itu tertumpu pada jaringan, ideologi, dan orang sehingga untuk memahami praktik terorisme maka harus dipahami pula pola komunikasi yang mereka lakukan.
2. Personal meeting atau perantara kurir
"Sistem mereka adalah sistem sel yang terputus, komunikasi antara satu sel dan sel lainnya itu lazimnya dilakukan oleh pemimpin sel. Hal itu dilakukan melalui komunikasi langsung dengan melakukan PM (personal meeting), biasanya pertemuan dilakukan di tempat-tempat yang sudah mereka pelajari dan kuasai dengan baik," katanya.
Baca: Rumahnya Dilempar Bom Molotov, Ketua DPP PKS Mardani Beberkan Kronologinya
Baca: Hadiri Halal Bihalal, Kapolda Kalbar Berterima Kasih Kepada Muallaf se-Kalbar
Pola komunikasi yang dianggap paling aman oleh jaringan itu, yakni dengan memanfaatkan PM atau menggunakan perantara kurir apabila jaraknya relatif cukup jauh.
Misalnya antarprovinsi atau antarnegara.
Pola ini kata dia, adalah pola paling aman dan kuno tetapi masih digunakan sampai saat ini untuk menghindari dikuntit dan disadap seperti apabila menggunakan media berteknologi modern.
3. Sandi
Sistem komunikasi yang juga banyak digunakan oleh kelompok penebar aksi teror adalah memakai sandi.
"Akan tetapi, banyak kesempatan bahasa sandi ini mudah dibongkar dan diketahui oleh aparat, apalagi jika sandi dikirim melalui ponsel atau messenger," katanya.
Dalam beberapa waktu terakhir, kata dia, bahasa sandi banyak digunakan kembali dengan modifikasi.
Baca: Akan Tampil Dihadapan Presiden Jokowi, Sejumlah Penari Latihan di SSA Pontianak
Baca: Imbau Warga Berhati-hati, PWNU Kalbar: Terorisme Ancaman Semua Pihak
Misalnya dengan cara meninggalkan pesan atau bahasa pada website, blog, Facebook, Twitter, dan media sosial yang lain.
"Seakan bahasa itu untuk sendiri, padahal itu adalah perintah atau pesan untuk operator lapangan," katanya.
4. Bahasa Terenskripsi
Selain itu, pola komunikasi yang juga mungkin digunakan, yakni dengan menggunakan bahasa terenkripsi.
Ia mengatakan bahwa jaringan teroris yang sudah berafiliasi dengan Al-Qaeda atau ISIS khususnya sudah memakai alat ini.
Dengan demikian untuk memecahkan pesannya harus memiliki kemampuan untuk memecahkan pesan terenkripsi tersebut.
Mujahidin mencontohkan dalam kasus terorisme Paris beberapa waktu lalu, pihak ISIS menggunakan konsol game PlayStation 4 (PS4) untuk berkomunikasi, merencanakan serangan, dan merekrut anggota.
Baca: Kodim 1205/Sintang Ikut Serta Meriahkan HUT PWRI ke-65
Baca: Sekitar 8500 Peserta dari 34 Provinsi se Indonesia Hadiri Pesparawi di Pontianak
"Artinya, alat komunikasi rahasia di antara mereka itu sangat dinamis dan canggih," katanya.
Masyarakat sendiri, kata Mujahidin, bisa berperan pada level mempersempit gerakan teroris.
"Yang menjadi masalah kesadaran masyaraat kita masih rendah untuk ini. Mereka juga belum terbiasa untuk membedakan mana ideologi teroris dan mana doktrin agama,” katanya.
“Di sinilah peran para ulama dan tokoh agama untuk memberikan pemahaman yang baik terkait dengan keagamaan diperkuat," tegas dia. (TRIBUN PONTIANAK/SRIPOKU)