Penerapan BLU Harus Jadikan Untan Semakin Mampu Bersaing

Perguruan tinggi negeri terbesar di Kalimantan Barat ini menjadi perguruan tinggi negeri ke 28 dari 118 PTN di Indonesia yang menerapkan BLU.

Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Dhita Mutiasari
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID / HAMDAN DARSANI
Rektor Untan, Thamrin Usman 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Claudia Liberani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Seiring dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 830/KMK.05/2017 tanggal 13 November 2017 tentang Penetapan Universitas Tanjungpura Pada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sebagai Instansi Pemerintah yang Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, maka Untan resmi menerapkan BLU mulai tahun 2018.

Baca: BLU Tidak Mengutamakan Pencarian Keuntungan

Penerapan BLU ini dikatakan oleh Rektor Untan, Prof Dr H Thamrin Usman DEA sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas Universitas Tanjungpura di tingkat nasional.

Baca: Terapkan BLU, Dorong Kualitas Untan ke Tingkat Nasional

Perguruan tinggi negeri terbesar di Kalimantan Barat ini menjadi perguruan tinggi negeri ke 28 dari 118 PTN di Indonesia yang menerapkan BLU.

Lantas seperti apa tanggapan dari pengamat, berikut analisis dari pemerhati kebijakan pemerintah, Faisal Riza, Kamis (1/2/2018).

Pemberlakuan BLU harus menjadikan kualitas Untan semakin meningkat, yang merasakan benefitnya jelas mahasiswa. Prinsip BLU ini lahir dari desain pendidikan nasional kita yang mengharuskan pendidikan mandiri.

Dalam kondisi itu pemberlakuan BLU ini sah-sah saja.

Namun yang harus kita kawal sekarang adalah memastikan BLU memberi keuntungan kepada masyarakat Kalbar untuk mendapat mengenyam pendidikan secara merata.

Jangan sampai karena status BLU jadi ada yang tidak bisa kuliah.

Kemudian kebebasan mengelola keuangan ini harus diiringi dengan transparansi. Ini harus ada, pembangunan harus jelas pembiayaannya, tujuannya untuk apa dan dari mana.

Begitu juga dengan iklim di dalamnya, perbedaan terapan antara mahasiswa yang mampu dan tidak mampu, mereka tidak bisa disamaratakan.

Ketiga, saat BLU diberlakukan, jasa pendidikan harus meningkat kualitasnya baik aspek pelayanan umum dan substansinya terkait penyampaian pengajaran, harus lebih modern bukan hanya fisik bangunan yang dibangun tapi juga SDM di di dalamnya.

Perguruan Tinggi yang telah memperoleh status sebagai BLU Secara Penuh dapat melakukan pengadaan barang/jasa secara fleksibel sesuai PP No. No. 20 Tahun 2005 Pasal 20 ayat (1) apabila sumber dananya sesuai dengan Permenkeu No. 08/PMK.02/2006 Pasal 4 ayat (2).

Perguruan tinggi memiliki fleksibilitas. Meski menghimpun dana publik, memang institusi bisa memilih, tergantung sumber anggaran.

Prinsip BLU ini tidak masalah sepanjang fleksibilitas yang dimiliki Untan bisa mengakomodir mahasiswa yang berpotensi, yang tidak mampu jadi bisa kuliah dan kondisi itu tidak bisa disamaratakan dengan yang mampu.

Problemnya yang saat ini masih terjadi adalah terkait UKT.

Perlu kriteria yang lebih transparan, mana mahasiswa yang mampu atau tidak, selain UKT ada juga STI. Semua ini harus jelas, jangan ada generalisasi.

Beasiswa juga harus tepat sasaran, jangan sampai yang tidak mampu banyak yang tidak dapat bantuan.

Tingkat IPM kita rendah, kalau dengan biaya yang tinggi membuat orang jadi susah ya itu sia-sia.

Jangan sampai kualitas pelayanan jasa pendidikan ini kalah sama swasta, biaya tinggi tapi kualitas oke, apalagi sekarang ada lembaga perguruan tinggi asing yang berdiri di Indonesia, ini harusnya jadi motivasi agar pelayanan pendidikan kita semakin semangat berkompetisi.

Kompetisi semakin kuat di sini, BLU memberikan syarat agar kompetisi ketat.

Tapi juga jangan semata-mata karena kompetisi itu, yang dilihat hanya pembangunan dalam lingkungan kampus, tapi juga dampak pada masyarakat di sekitar, BLU ini semi sosial.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved