Fakta Mengerikan! Semakin Banyak Pemakai Narkoba Alami Gangguan Jiwa

Sebuah laporan terbaru di Australia mengungkap, penyakit kejiwaan semakin umum terjadi di

Editor: Nasaruddin
shutterstock
ilustrasi narkoba 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Sebuah laporan terbaru di Australia mengungkap, penyakit kejiwaan semakin umum terjadi di kalangan pemakai narkoba, terutama mereka yang memakai sabu-sabu dan ekstasi.

Meskipun jumlah pemakai obat terlarang ini mengalami sedikit penurunan, namun data National Drug Strategy Household Survey tahun 2016 dari Australian Institute of Health and Welfare (AIHW) menunjukkan, lebih banyak pemakai didiagnosis atau dirawat karena gangguan kejiwaan dibandingkan periode sebelumnya.

(Baca: Video Polda Kalbar Serahkan 41 WNA Cina ke Imigrasi )

Jurubicara AIHW Matthew James kepada ABC menjelaskan, dari semua pemakai sabu-sabu dalam 12 bulan terakhir sebanyak 42,3 persen di antaranya dirawat atau didiagnosis mengalami gangguan kejiwaan.

"Jumlah ini cukup besar, dan meningkat dari 29 persen di tahun 2013," kata James, seperti dikutip Kompas.com.

Dia menambahkan bahwa tingkat gangguan kejiwaan yang melonjak tersebut dapat dikaitkan dengan pemakai yang menggunakan salah satu jenis methamphetamine paling ampuh yaitu sabu-sabu.

(Baca: 6 Tanda Pria Mulai Tak Setia! Kamu Wanita Waspadai Nomor 5, Ada Hal Mendadak )

"Ada dua hal yang terjadi. Kita menyaksikan meningkatnya jumlah pemakai sabu-sabu dan orang cenderung memakai sabu lebih sering," katanya.

(Baca: Ingat Diskotek MGM Hotel Garuda Pontianak? Kini Penampilannya Bikin Geleng Kepala )

"Tapi kita juga melihat meningkatnya frekuensi pemakaian di kalangan pemakai sabu-sabu," tambahnya.

Pemakai ekstasi juga dilaporkan mengalami peningkatan gangguan kejiwaan.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa 27 persen di antaranya dirawat atau didiagnosis, menderita ganggun kejiwaan, lebih tinggi dibandingkan 18 persen pada tahun 2013.

Associate Professor Nicole Lee, dari National Drug Research Institute (NDRI), menjelaskan bahwa peningkatan dalam survei ini juga dapat dikaitkan dengan perubahan sikap seputar masalah kesehatan mental di Australia.

(Baca: Psikolog Saran Lakukan Hal Ini Jika Ada Keluarga Memilih Perceraian )

"Orang memiliki obat-obat ini dan mendapatkan perawatan akibat dari obat-obat itu juga," katanya.

Dia mengatakan bahwa ekstasi dan methamphetamine mempengaruhi zat-zat kimiawi di otak pemakai yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka.

(Baca: Ngeri! Ular Piton Besar Menyebrangi Jalan Raya Pontianak, Ini Aksi Spontan Pengendara )

"Terutama ekstasi yang melepaskan keseluruhan serotonin dan berakhir dengan penipisan serotonin di otak. Dan hal itu terkait dengan depresi," katanya.

Meskipun laporan tersebut juga menunjukkan penurunan jumlah orang yang memakai ekstasi dan methamphetamine, namun Prof Lee mengatakan bahwa hal itu bukan cerita keseluruhan.

(Baca: Mutilasi di Ketapang Harus Terungkap, Jika Tidak Hal Mengerikan Ini Bisa Saja Terjadi )

"Kita perlu berinvestasi dalam mengurangi bahayanya dan memperbaiki pengobatan agar benar-benar memberi dampak," katanya.

(Baca: Dinas Susun Sistem Penyediaan Data Perkebunan dari Tingkat Bawah )

"Karena kita bisa melihat meskipun pemakaian telah berkurang, namun bahayanya masih meningkat," tambah Prof Lee.

Tak berdaya memutus siklus

Seorang warga bernama Jack Nangle mulai minum minuman keras saat berusia 14 tahun.

Pada usia 18 tahun dia sudah kecanduan obat resep dan methamphetamine.

(Baca: Tanggapi Ditolaknya Klaim Asuransi Allianz, Ini Kata Nasabah Asuransi di Kota Pontianak )

Namun ada permasalahan mendasar lainnya.

"Saya tidak pernah didiagnosis namun saya pasti mengalami psikosis," katanya.

(Baca: Baguna Kalbar Bantu Korban DBD Datah Diaan Kapuas Hulu )

"Saya biasanya jalan dan bicara dengan diri sendiri. Saya biasa berpikir bahwa orang... semuanya tidak nyata," ujar Nangle.

Sekarang di usianya yang ke-26 dan sedang memulihkan diri dari narkoba, dia ingat pernah merasa tidak berdaya dan tidak dapat memutus siklus pemakaian narkoba, depresi dan kegelisahannya.

"Merasa putus asa, tersesat, bingung dan kesepian," katanya.

(Baca: Catalunya Merdeka - Berikut Ini Susunan Pemain Ternama untuk Tim Nasional Mereka )

"Kemudian seluruh perasaan itu berkontribusi pada rasa bersalah dan rasa malu yang terus Anda rasakan dan emosi tersebut terus berlanjut," tuturnya.

(Baca: Miris! Peserta Tes CPNS Kemenkumham dan MA Ada yang dapat Nilai Nol )

"Lalu Anda pun kembali mencari narkoba atau apa pun jenis pelepasan dari rasa sakit itu. Begitulah siklus kecanduan tersebut," jelas Nangle.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved