Kisah Anak Kampung yang Jadi Uskup Agung! 40 Tahun Tahbisan Imamat Mgr Agustinus Agus
Namun pilihan sekolah di Maryknoll School of Theology, University of the State of New York, USA menjadi pilihan yang semakin mematangkan sisi akademis
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Marlen Sitinjak
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridhoino Kristo Sebastianus Melano
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Puluhan meja bundar tersusun rapi di ruangan yang penuh gemerlap lampu sorot dengan dekorasi pesta. Beberapa piring, gelas serta sendok garpu tertata sempurna di hadapan hadirin.
Dentuman musik mengiringi kecerian dala ruangan. Suara penyanyi wanita yang merdu dan enerjik menghibur para tamu undangan dalam perayaan syukur Pancawinda Tahbisan Imamat Mgr Agustinus Agus di Star Hotel, Jalan Gajahmada Pontianak, Senin (19/6/2017).
Dalam perayaan ini di-launcing buku berjudul "Anak Kampung jadi Uskup Agung" yang ditulis oleh Chatarina Pancer Istiyani.
Buku ini menceritakan perjalanan 40 tahun Mgr. Agustinus Agus dalam pelayanannya di gereja Katolik hingga mengantarnya menjadi Uskup Agung Pontianak.
Baca: Uskup Agung Mgr Agustinus Agus Ajak Umat Saling Peduli
Tepat empat puluh tahun silam, Diakon Agustinus Agus, Pr. menerima tahbisan imamat dari Mgr. Hieronymus Bumbun, OFM. Cap. menjadi Pastor Agustinus Agus, Pr.
Sebagai imam pribumi yang pertama ditahbiskan di Sekadau, bak buah sulung yang ranum, Pastor Agustinus Agus, Pr kemudian dikaryakan di Sekadau sebagai Pastor Paroki di Senangak.
Waktu bergulir. Tugas mesti diemban, menggembalakan umat juga berarti mengenal umat. Relasi dengan sesama imam pun dari kacamata iman menjadi hal yang meneguhkan panggilan meski sempat meredupkannya.
"Tantangan demi tantangan datang dan dihadapi, dan bahkan harus memadamkan kemelut yang terjadi di Sekadau," kata penulis, Senin (19/6/2017).
Hidup menawarkan banyak pilihan. Namun pilihan sekolah di Maryknoll School of Theology, University of the State of New York, USA menjadi pilihan yang semakin mematangkan sisi akademis sekaligus spiritual Sang Imam.
Tentu bukan hal yang mudah dan mulus begitu saja untuk menyelesaikan studinya di Negeri Paman Sam itu.
Meski demikian, dukungan sabahat dan keluarga melalui surat-suratnya menjadi kekuatan yang meneguhkan panggilannya.
Pengalamannya di luar negeri menggelitik pikirannya untuk membandingkan dengan realitas di tempat asalnya, yaitu Kalimantan Barat, khusus di Sanggau tempat asalnya.
Semangat menyeruak dan menggebu ingin mengajak bangkit umat yang selama ini masih tertidur, masih belum sadar, tersingkirkan, bahkan ketinggalan zaman dan terpuruk.