Pertukaran Jurnalis Indonesia Swiss

[BAGIAN 6] Apakah di Negaramu Ada Partai Hijau?

Dia bercerita pernah bertemu warga Penang, Malaysia, yang mengikuti program kunjungan ke Swiss.

Penulis: Dian Lestari | Editor: Steven Greatness
TRIBUN PONTIANAK FILE/CÉCILE RAIS
Dian Lestari, jurnalis Tribun Pontianak bersama Adèle Thorens Goumaz, anggota Les Verts (Partai Hijau), di Gedung Palais Fédéral, Bern, Swiss, Kamis (2/62016). 

"Saya harus menahan tangis mendengar cerita mereka. Perusahaan perkebunan kelapa sawit di sana telah merusak banyak hal dalam kehidupan mereka. Warga kekurangan air bersih, hutan gundul, kehidupan sosial mereka berubah," tuturnya.

Adèle mengakui tidak mungkin industri makanan di Swiss nihil dari kandungan minyak sawit. Seperti halanya cokelat Swiss yang terkenal ke seluruh dunia, biasanya diberi tambahan minyak kelapa sawit agar teksturnya lembut.

Tetapi setidaknya menurut dia Swiss berkomitmen hanya membeli minyak sawit yang memenuhi standar, tidak merusak lingkungan dan sosial masyarakat.

Selain itu menurutnya Swiss memiliki alternatif minyak nabati yang lebih sehat, yakni minyak bunga rape. Produksi lokal minyak bunga rape juga meningkatkan pendapatan petani.

Menurut Adèle, dua toko retail terbesar di Swiss yakni Migro dan COOP berkomitmen hanya membeli produk kelapa sawit yang ramah lingkungan, dan tidak merusak kehidupan sosial masyarakat sekitar.

Migro dan COOP bukan hanya bergerak di usaha jual beli, melainkan sekaligus memproduksi barang konsumsi.

Dulu label produk makanan hanya mencantumkan tulisan bahan-bahannya adalah minyak kacang, padahal nyatanya adalah minyak kelapa sawit. Setelah ramai pembahasan di Eropa, bahwa perkebunan kelapa sawit pada umumnya tidak ramah lingkungan dan sosial, banyak warga Swiss mempertanyakan komitmen produsen makanan.

Berdasarkan hasil jajak pendapat nasional, sekira lima persen warga Swiss peduli di mana produk itu dibuat. Sedangkan 10 persen warga Swiss peduli agar produsen jujur mencantumkan bahan minyak sawit.

"Pada umumnya warga Swiss suka berjalan-jalan di hutan. Kami cinta hutan. Jadi warga Swiss tidak setuju hutan tropis rusak karena perkebunan kelapa sawit. Swiss harus memiliki kepedulian global, rusaknya hutan tropis di Borneo akan mempengaruhi seluruh dunia," ujar Adèle.

Di sisi lain, dia menyadari penolakan Swiss tidak akan berpengaruh besar terhadap bisnis para produsen terhadap minyak kelapa sawit. Jumlah penduduk Swiss sangat sedikit, hingga 30 Juni 2015 tercatat 8.279.700 jiwa. Bandingkan dengan penduduk Amerika Serikat 323,655 juta jiwa.

Nyaris di akhir wawancara, Adèle melontarkan pertanyaan kepada saya tentang Indonesia. "Apakah di negaramu ada Partai Hijau?" Saya menggeleng dan mengatakan,"Saya rasa penting mendorong Indonesia memiliki Partai Hijau. Semakin banyak konflik pengelolaan sumber daya alam. Di tempat tinggal saya, Kalimantan Barat, banyak konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan kelapa sawit." Adèle mengangguk.

Diskusi selama dua jam harus kami akhiri, karena hari sudah sore. Ruang sidang anggota parlemen sudah sangat sepi. Hanya kami bertiga yang berada di selasar yang tadinya ramai dengan lalu lalang para anggota parlemen. Adèle mengantar saya dan Cécile meninggalkan Palais Fédéral.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved