TKI Dideportasi dari Malaysia

Diperlakukan Kasar, TKI Juga Diberi Makan Ikan Busuk Setiap Hari oleh Pihak Imigrasi Malaysia

Dirinya mengaku mendapatkan pelayanan tak mengenakkan saat berada di tahanan Imigrasi Malaysia.

Penulis: Nasaruddin | Editor: Mirna Tribun
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/DESTRIADI YJ
Sekitar 121 TKI Bermasalah dari Sarawak, Malaysia menggunakan empat bus tiba di kantor Dinas Sosial Provinsi Kalbar, Jl Sutan Syahrir, Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (24/4/2016) sekitar pukul 00.00 WIB. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Selain Maulidi, ada juga TKI asal Lombok Timur yang kemarin dipulangkan, Nasruddin. Dirinya mengaku mendapatkan pelayanan tak mengenakkan saat berada di tahanan Imigrasi Malaysia. Nyaris setiap hari mereka memakan ikan busuk yang diberikan petugas Malaysia.

BACA JUGA: Selain Diperlakukan Kasar oleh Narapidana Malaysia, Celana Dalam Para TKI Juga Sering Dicuri

"Dua bulan saya di dalam tahanan imigrasi Malaysia. Makan pagi, roti dua keping. Jam dua baru makan nasi. Itupun lauknya sering mentimun dan ikan busuk. Saking busuknya, daging ikan sudah terpisah dari tulangnya," kata Nasruddin saat ditemui di kantor Dinas Sosial Kalbar, Minggu (24/4/2016) dini hari.

BACA JUGA: Para TKI Memilih Pulang, Ketimbang Mengikuti Program Pemberdayaan di ULKI Entikong

Sekitar pukul 18.00 waktu setempat, pihaknya baru diberikan nasi untuk makan malam dengan menu yang sama. Perbedaan menu makanan hanya terjadi pada Senin dan Jumat.

BACA JUGA: 62 TKI Asal Kalbar Dipulangkan dari Malaysia

"Jam tiga sore kita diberi dua keping roti lagi. Hanya di hari Jumat kita dikasi ayam. Sayapnya. Senin kita dikasi sepotong tahu. Kalau hari lain, menunya sama. Ikan busuk," ujarnya.

Nasruddin menjelaskan, dirinya di Malaysia, bekerja pada perkebunan sawit daerah Bintulu. Dirinya berangkat dari Lombok bersama seorang agen di daerahnya.

"Di Lombok saya petani tembakau. Hasilnya cukup untuk makan saja. Kitakan keluar negeri mau lebih untuk anak istri," katanya.

Tiba di tempat kerja, yang dirasakannya tidak sesuai dengan informasi awal yang diberikan agen penyalur. Selama delapan bulan bekerja, setiap hari dia dan pekerja lain harus berjalan selama satu jam untuk sampai ke tempat kerja.

Padahal saat di Lombok, agen penyalur mengabarkan mereka disiapkan kendaraan untuk antar jemput pulang dan pergi kerja.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved