Liputan Khusus
Anis Hidayah Minta Pemerintah RI Lobi Sultan Malaysia
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bersama pemerintah daerha harus mengajukan permohonan pembebasan kepada Kesultanan Pahang dan Malaysia.
Penulis: Ridhoino Kristo Sebastianus Melano | Editor: Stefanus Akim
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan untuk kasus hukum yang terjadi pada anak di bawah umur, perlakukannya harus berbeda.
"Tidak boleh dijatuhi hukuman mati dan berat. Penanganannya juga harus berbeda dan menyeluruh serta diberikan perlakuan khusus pada kasus anak," kata Anis, Senin (16/3/2014). (BACA: Sy Abdullah Desak Pemerintah Proaktif Bebaskan TKW Siantan)
Ia mengatakan anak juga perlu diberikan pendampingan. Khususnya terhadap psikologis anak, karena masih di bawah umur. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bersama pemerintah daerha harus mengajukan permohonan pembebasan kepada Kesultanan Pahang dan Malaysia.
Selain itu juga tidak boleh menunggu, harus melakukan koordinasi, mengingatkan dan ditanyakan lagi prosesnya sudah sampai mana.
"Apa kendalanya, apa yang perlu dipersiapkan untuk pembebasan. Sebab, kasus yang diurus di sana banyak, tidak hanya satu. Selama proses itu juga harus dilakukan lobi dan diplomasi kepada pihak Kesultanan yang dilakukan pemerintah," katanya. (BACA: TKW Wajok Hulu di Penjara Karena Bunuh Orangtua Majikannya di Malaysia)
Ia mengatakan, dalam proses mediasi keluarganya juga perlu dibawa ke Malaysia untuk bertemu langsung dan melakukan mediasi. Jadi dari pihak sana dapat melihat langsung dengan kehadiran keluarganya. Artinya jangan menunggu harus pro aktif.
Pemerintah perlu memberikan perlindungan maksimal kepada anak-anak yang mengalami kasus di negara lain. Perlu pendampingan secara hukum melalui pengacara yang diberikan pemerintah kepada mereka.
Selain itu keamanan dan kenyamanan anak selama proses berlangsung perlu diperhatikan, jangan sampai anak-anak merasa terancam dan bahkan jatuh sakit selama proses berlangsung. Perlindungan tidak hanya diberikan pada penanganan kasus yang terjadi.
"Sebelum diberangkatkan pemerintah perlu memberikan pembekalan yang cukup, terkait informasi, aturan hukum, budaya, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, keterampilan, pengetahuan serta hal-hal lain yang berkenaan dengan negara yang di tuju," ujar Anis.
Pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi guna meminimalkan terjadinya keberangkatan TKI ilegal ke negara lain. Sosialisasi yang diberikan harus berisi mengenai semua informasi terkait ketenagakerjaan baik berupa prosedur perizinan, manfaat dan akibat yang ditimbulkan bila menjadi TKI legal maupun ilegal. (BACA JUGA: Tina Menanti Putusan Mati, Pemerintah Bisa Bebaskan Lewat Diplomasi)
Sosialisasi yang diberikan tidak hanya dilakukan di tempat yang menjadi transit bagi calon TKI, tetapi juga langsung kepada masyarakat di daerah, bisa melalui sekolah, kegiatan keagamaan, kegiatan sosial bahkan ke tingkat paling kecil yakni RT agar semua kalangan masyarakat dapat terjangkau.
Perhatian terhadap daerah perbatasan juga perlu di maksimalkan, karena ini merupakan titik penting arus mobilitas masyarakat. Banyak kasus yang dapat terjadi melalui daerah perbatasan. Baik peredaran narkoba, human trafficking dan pelanggaran hukum lainnya yang sangat rawan terjadi.
Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap mobilitas di daerah perbatasan, bisa bekerjasama dengan pihak kepolisian, TNI, aparat pemerintah dan masyarakat bahkan dengan pihak penjaga perbatasan negara tetangga agar lebih optimal dalam meminimalkan terjadinya human trafficking, TKI ilegal, dan sebagainya.