Viral Media Sosial
Angkat Bicara Terkait Kasus Penganiayaan Siswi SMP di Pontianak, Ini Penjelasan Erma Ranik
UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat yakni membedakan anak yakni pelaku tindak Pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana
Penulis: Hendri Chornelius | Editor: Jamadin
Angkat Bicara Terkait Kasus Penganiayaan Siswi SMP di Pontianak, Ini Penjelasan Erma Ranik
SANGGAU - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Erma Suryani Ranik mengapresiasi langkah Polresta Pontianak yang menangani kasus penganiayaan ADY di Pontianak.
Cara penanganan sudah tepat yakni menggunakan UU Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“UU yang dibentuk ini merupakan kemajuan dalam konsep pemidanaan di Indonesia, ”katanya melalui rilisnya, Rabu (10/4/2019).
Baca: Rumah Hasbi Mahmun di Sungai Bakau Besar Laut Ludes Terbakar
Baca: Angkat Bicara Pengeroyokan Siswi SMP, Sutarmidji: Menjurus Pada Penculikan, Harus Proses Hukum
Baca: Minta Kasus Pengeroyokan Siswi SMP Diproses Hukum, Sutarmidji Sebut Sekolah Tak Mengajarkan Adab
Legislator asal Kalbar itu menjelaskan, UU SPPA menyebut definisi anak adalah mereka yang sudah lewat 12 tahun tapi belum 18 tahun.
“UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat yakni membedakan anak yakni pelaku tindak Pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana, ”ujarnya.
Selain itu, lanjut Politisi Partai Demokrat Asal Kalbar itu, UU ini mengandung prinsip keadilan restoratif
yakni mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan.
“Selain itu ada prinsip Diversi yakni pengalihan proses penyelesaian perkara dari proses Pidana ke proses diluar peradilan pidana, ”tegasnya.
Terkait ADY sebagai korban, pendampingan psikologis harus dilakukan dengan maksimal agar tidak ada trauma, mengingat korban masih berusia sangat muda. Korban harus di bimbing agar bisa tetap tegar melanjutkan hidupnya setelah pulih kondisi fisik dan psikisnya.
Terkait pelaku, kata Erma, Patut diingat bahwa UU SPPA mengatur bahwa apabila pelaku berusia diatas 14 tahun. Apabila melakukan tindak pidana dengan ancaman diatas 7 tahun atau lebih, maka terhadap pelaku ini dapat dikenakan penahanan. “Pidananya dapat berupa peringatan atay pidana dengan syarat (pembinaan di luar Lembaga Permasyarakatan), ”tuturnya.
Terkait kasus Audrey, Tindak Pidana yang dituduhkan pada pelaku adalah Penganiayaan yakni pasal 351 ayat 1. Jika terjadi penganiayaan berat maka ancaman hukuman maksimal 5 tahun.
Terkait isu yang menyebutkan Pelaku merusak vagina korban, maka harus dibuktikan didepan sidang pengadilan.
Baca: TERPOPULER - Fakta Siswi SMP Pontianak Dikeroyok, KPPAD Lapor Akun Ziana Fazura,hingga Grup Anti-EXO
“Apabila terbukti tentu hakim akan memberikan pertimbangan lain. Patut diingat bahwa UU SPPA mengatur bahwa vonis terhadap anak yang menjadi pelaku pidana harus dikurangi sepertiga dari jumlah hukuman. Karena prinsip keadilan resoratif dan diversi dalam UU SPPA, ”tegas Erma Ranik.
Untuk itu, Erma mengimbau agar masing-masing pihak menahan diri. Korban, pelaku dan saksi dalam kasus ADY ini adalah anak anak. Mereka semua harus dibimbing dan di pulihkan.
“Mereka masih anak-anak. Negara sudah mengatur urusan pidana anak ini dengan sangat baik penanganan perkara ini. Mari kita dukung Polri, Komisi Perlindungan anak daerah, anak dan orang tua agar dapat duduk bersama mencari solusi terbaik bagi semua, ”pungkae Erma.