Nursyam: Syarat Adopsi Anak harus Sesuai UU

Sesuai dengan UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’.

Penulis: Faisal Ilham Muzaqi | Editor: Didit Widodo
tribunpontianak
Untung Selamet (47) menggendong bayi perempuan yang ingin diadopsinya di LKIA Pontianak, Senin (18/2/2019) 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Yak

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, TRIBUN - Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kubu Raya, dr Nursyam Ibrahim, M Kes menjelaskan untuk proses lelang adopsi yang diinginkan keluarga Untung Selamet (47), warga Dusun Karya 1 RT3/RW2, Desa Jawa Tengah, Kecamatan Sungai Ambawang, Kabupaten Kubu Raya harus menunggu Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) dari kepolisian.

Kadisos Kubu Raya, dr Nursyam
Kadisos Kubu Raya, dr Nursyam (tribunpontianak)

Nursyam meminta bisa membedakan anak adopsi dengan penyerahan resmi sesuai putusan pengadilan dengan anak adopsi yang diserahkan orangtuanya, dengan syarat-syarat tertentu.

"Kita harus bedakan itu. Anak adopsi karena penyerahan resmi oleh orangtua kepada seseorang yang keluarganya bersedia menampung dengan syarat-syarat tertentu. Atau anak adopsi sesuai putusan pengadilan," ujarnya, Senin (18/2/2019).

Baca: Adopsi Bayi Terganjal SP3 Polisi, Keluarga di Sui Ambawang Ini Menahan Pilu

Baca: Yayasan Bhakti Suci Ikrar Pemilu Damai 2019, Kapolda Kalbar Serukan Rawat Kebhinekaan

Nursyam mengatakan proses adopsi harus dijembatani oleh negara dimanapun belahan dunia ini, karena semua anak yang berpotensi akan ditelantarkan, negara akan ikut campur. Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’.

"Artinya kalau ada proses transisi ini kita mengenal undang-undang proses adopsi anak, tentu ada syarat-syaratnya yang harus dipatuhi. Di KUHP sudah dijelaskan tentang melindungi anak terhadap hak kemerdekaan dia," tutur Nursyam.

Nursyam menejelaslan selama anak tersebut masih kecil maka yang paling dekat haknya itu ada di orangtua kandung. Baik ibu ataupun bapak, jika ibunya merasa tidak mampu mengasuh anak, bisa di asuh oleh bapaknya.

Sepanjang si ibu menyerahkan tanggung jawab pengasuhan kepada si bapak, dan itu diputuskan oleh pengadilan, atau diputuskan berdua oleh mereka. Tapi di dalam hukum, anak ini berada pada posisi yang adil.

"Dalam undang-undang hak ibu dan bapak itu setara, sepanjang ibu rela menyerahkan proses pengasuhan kepada bapak tidak masalah karena masih darah daging," ujar Nursyam.

Masalahnya adalah ini yang ingin mengadopsi adalah orang luar, kata dia, jika bicara orang luar, seandainya neneknya masih bersedia mengasuh cucunya, kenapa harus diserahkan ke orang luar. "Apalagi jika ada transaksi penyerahan anak itu ke orang lain, ada ganti rugi, bisa jadi itu human traficking," imbuhnya.

Nursyam mengatakan, kenapa kita bicara dari sisi hukum, karena legalitasnya menjadi sah, dengan berganti kepemilikan orangtua.

"Karena di putuskan di pengadilan, tetapi jika hanya diserahkan di bawah tangan, hak hukum anak ini masih melekat pada orangtuanya. Dalam artian dia masih memenuhi hak waris dari orangtuanya. Karena statusnya masih anak kandung yang tercatat secara hukum dan agama," jelasnya.

Saat ini anak itu di titipkan di Lembaga Kesejahteraan Ibu dan Anak (LKIA) Permata Ibu, Jalan Sulawesi (tepatnya di persimpangan Jl Sulawesi-Jl Maluku).

"Lembaga ini sudah lama bekerjasama dengan Kementerian Sosial RI, sehingga anak ini kita titipkan di sana sudah cukup lama dan bukan hanya satu anak itu saja, sudah banyak dan selalu kesitu, sampai dengan ada petunjuk lain," ujar Nursyam.

Jadi kata dia, memang tidak mudah mengurus pengasuhan seperti ini, karena membutuhkan orang yang memiliki kompetensi yang cukup.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved