Jumadi Sayangkan Ada Peniliti Samakan Memilih Pemimpin Dengan Antara Setan dan Malaikat
Memilih pemimpin, lanjutnya, karena kriteria, tidaklah kriteria seperti malaikat, dan setan, karena setiap manusia ada unsur baik dan buruk.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Dhita Mutiasari
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Ridho Panji Pradana
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Pengamat Politik Untan, Jumadi menyayangkan adanya statment dari salah satu narasumber yang diketahui seorang peneliti disebuah seminar dengan menyamakan memilih pemimpin dengan antara setan dan malaikat.
"Saya menyayangkan jika ada yang memberikan statment apalagi dalam konteks edukasi politik, statment justru kontra produktif untuk edukasi politik tidak dilakukan," katanya, Senin (19/03/2018) ditemui di Kampus FISIP Untan.
Baca: Event Kulminasi Akan Diperjuangkan Masuk Agenda Nasional Oleh BP2D
Menurutnya, jika statment itu memang benar, maka bukan hanya berlebihan, tapi sangat tidak pantas.
Diterangkannya, hal ini terkait dengan memilih pemimpin.
Dijenjang apapun, kata dia, dari yang pucuk pimpinan negara sampai kebawah faktor moralitas, integritas, kompetensi menjadi penting.
Baca: Ingin Wujudkan Kabupaten Layak Anak, Sintang Masih Banyak Kekurangan dari Sisi Ini
"Kalau kemudian ada statment lebih baik memilih setan daripada malaikat saya pikir semua umat beragama sudah tahu, yang namanya setan tidak baik dan malaikat itu baik," tuturnya.
Jadi jika ada yang membuat sebuah persamaan, anonim antara memilih pemimpin dengan setan dan malaikat, Jumadi menuturkan diluar nalar politik yang wajar menurutnya.
"Kita berharap semestinya bahasa itu tidak mudah diucapkan, dan itu bukan bagian dari edukasi politik," tegasnya.
Memilih pemimpin, lanjutnya, karena kriteria, tidaklah kriteria seperti malaikat, dan setan, karena setiap manusia ada unsur baik dan buruk.
Maka manusia, diterangkannya, diberikan akal untuk memilih dan memilah mana yang buruk dan baik.
"Kita mengimbau siapapun dia, termasuk pengamat, politisi, setiap ungkapan, statment disampaikan apalagi kalangan intelektual yang memberikan pendidikan politik perlu membuat statment mempunyai takaran jelas tidak kemudian menimbulkan tafsiran yang beragam," tukasnya.