Kabar Artis

Maudy Ayunda dan Cinta Laura Miliki Pandangan Berbeda dalam Mendukung Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat

Salah satunya adalah aktris dan aktivis pendidikan Maudy Ayunda yang secara terbuka menyuarakan kegelisahannya melalui sebuah surat terbuka

Instagram
ARTIS- Salah satunya adalah aktris dan aktivis pendidikan Maudy Ayunda yang secara terbuka menyuarakan kegelisahannya melalui sebuah surat terbuka yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, @maudyayunda, pada Minggu 7 September 2025. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Gelombang aksi protes rakyat terhadap kinerja DPR RI yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan publik terus bergulir. 

Salah satu bentuk respons atas kondisi tersebut adalah munculnya gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat” sebuah inisiatif sosial-politik yang mewakili keresahan masyarakat terhadap kinerja wakil rakyat yang dinilai buruk namun terus meminta kenaikan tunjangan.

Gerakan ini terdiri dari 17 tuntutan jangka pendek yang diberikan batas waktu hingga 5 September 2025, serta 8 tuntutan jangka panjang yang ditargetkan harus tercapai paling lambat 31 Agustus 2026. 

Keseluruhan tuntutan ini mencerminkan keinginan masyarakat terhadap perubahan nyata di tubuh lembaga legislatif, termasuk transparansi anggaran, evaluasi kinerja, dan penghentian kebijakan yang merugikan rakyat.

Aksi ini rupanya tidak hanya menggugah masyarakat sipil, tapi juga menggerakkan kalangan publik figur. 

Salah satunya adalah aktris dan aktivis pendidikan Maudy Ayunda yang secara terbuka menyuarakan kegelisahannya melalui sebuah surat terbuka yang ia unggah di akun Instagram pribadinya, @maudyayunda, pada Minggu 7 September 2025.

Dalam unggahannya, Maudy menuliskan refleksi mendalam yang ia hubungkan dengan karya klasik dunia pendidikan dan perlawanan, yakni Pedagogy of the Oppressed karya Paulo Freire.

Profil Purbaya Yudhi Sadewa, Lulusan ITB Diangkat Presiden Prabowo Gantikan Sri Mulyani jadi Menkeu

"Ironis dan miris rasanya, saya merasa seolah buku itu sedang menulis tentang kenyataan kita," tulis Maudy dalam surat terbukanya.

Maudy menggambarkan kondisi bangsa saat ini seperti cerminan dari teori dalam buku tersebut, yang membahas tentang bagaimana sistem penindasan bisa berakar ketika pemegang kekuasaan melupakan suara rakyat dan mempertahankan dominasi lewat struktur yang tidak adil.

Tak hanya menyampaikan keprihatinan, Maudy juga secara tegas menyampaikan bahwa pemimpin sejati adalah mereka yang mau mendengar dan bersikap transparan, bukan justru mengabaikan aspirasi masyarakat.

"Saat rakyat bersuara, pemimpin harus mendengar dan menanggapi dengan langkah nyata yang transparan. Bukan justru membungkam atau mengelak tanggung jawab," tulisnya lebih lanjut.

Surat terbuka Maudy ini langsung mendapat perhatian luas dari publik. Banyak warganet yang memberikan dukungan di kolom komentar, menyebut Maudy sebagai contoh intelektual muda yang berani bersuara dan tetap berpihak pada rakyat.

"Dan apa yang kita saksikan belakangan ini adalah bentuk praxis itu: refleksi masyarakat yang tajam, suara yang tak lagi bisa diabaikan," imbuh Maudy.

Istri dari Jesse Choi itu juga meminta dengan sangat agar suara rakyat betul-betul didengarkan.

"Kami mohon, jangan hanya dibaca atau didengar. Tapi diwujudkan dalam langkah nyata: transparan, bisa jadi pegangan, dan memberi akuntabilitas yang jelas bagi kita semua," tulis Maudy.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved