Berita Viral

Zaman Boomer Sopir Angkot Bisa Poligami, Generasi M & Z Hidup di Mode Sulit

Zaman boomer sopir angkot bisa poligami, tapi generasi millennial & Gen Z justru kewalahan membiayai anak 1. Simak analisis sosial-ekonomi & edukasi.

YouTube Tribunnews
ZAMAN MODE SULIT - Foto ilustrasi hasil olah YouTube Tribunnews, Selasa 16 September 2025, memperlihatkan pernikahan dua istri sekaligus. Zaman boomer sopir angkot bisa poligami, tapi generasi millennial & Gen Z justru kewalahan membiayai anak 1, simak analisis sosial-ekonomi & edukasi finansialnya. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Zaman boomer sopir angkot bisa poligami, tapi di zaman millennial dan Gen Z, membiayai anak satu saja sudah terasa berat. 

Kalimat sindiran itu viral di media sosial pekan lalu dan langsung menyulut perdebatan panjang lintas generasi. 

Banyak yang merasa, kehidupan sosial-ekonomi generasi Baby Boomers memang tak bisa disamakan dengan generasi sekarang.

Unggahan dari akun Threads @m*******ng** berbunyi, “Zaman boomer, sopir angkot pun bisa poligami.

Zaman millennial dan Z, nanggung anak 1 doang suami-istri kudu kerja. 

Ibarat main game, boomer itu baru nyampe level tutorial. 

Millennial dan Z ada di hard mode. Tar zaman Alpha mungkin malah god mode.”

Tulisan ini merepresentasikan keresahan banyak anak muda. 

Mereka menilai, standar nasihat finansial yang sering diberikan orang tua dari generasi sebelumnya sulit diterapkan. 

Alasannya sederhana, kondisi ekonomi dan biaya hidup sudah jauh berbeda.

Generasi Baby Boomers lahir antara 1946–1964, Millennials pada 1981–1996, dan Gen Z mencakup 1997–2012. 

Lalu, apa yang membuat jurang perbedaan itu terasa begitu dalam?

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Tekanan Ekonomi di Era Milenial dan Gen Z

Peneliti ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Jaya Darmawan, menekankan bahwa literasi finansial sejatinya sudah dikenal dari era Baby Boomers hingga kini.

Literasi finansial mencakup cara mengelola pendapatan, menyisihkan tabungan, menyiapkan dana darurat, hingga berinvestasi.

Namun, menurut Jaya, perbedaan utama justru terletak pada situasi ekonomi tiap generasi.

“Prinsip literasi finansial memang tidak berubah. Tetapi, harus dibarengi pemahaman kondisi ekonomi terkini, di mana generasi Milenial dan Gen Z sedang mengalami tekanan,” ujarnya.

Jaya menyebut, tekanan itu dipicu oleh kebijakan publik yang kurang mendukung peningkatan daya beli serta terbatasnya lapangan kerja berkualitas. 

Narasi mengenai ketimpangan dan keadilan ekonomi sering kali absen dalam perumusan kebijakan.

“Masalah keuangan individu tidak bisa dipisahkan dari kebijakan publik yang kerap melahirkan ketimpangan. Karena titik awal setiap orang berbeda dalam mencapai kemandirian finansial, gap itu perlu dikurangi,” lanjutnya.

Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah pajak kekayaan untuk mengurangi ketimpangan. 

Menurutnya, literasi finansial harus dipahami bukan hanya di level individu, tetapi juga di ranah kebijakan.

Perspektif Historis: Boomers dan Kenaikan Pendapatan

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Jurnasin, menambahkan bahwa generasi Boomers dan generasi setelahnya memang memulai dari kondisi pendapatan serta biaya hidup rendah. 

Namun, Boomers diuntungkan oleh pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat ketimbang inflasi.

“Kalau sekarang, meskipun pendapatan meningkat, sulit mengimbangi lonjakan biaya hidup,” jelas Eddy.

Ia menekankan bahwa perubahan ekspektasi hidup juga menjadi faktor penting.

Boomers merasa cukup dengan kebutuhan dasar: makan, tempat tinggal, dan pendidikan anak.

Millennials dan Gen Z menghadapi tuntutan sosial baru: pengakuan diri, hiburan, gaya hidup, hingga kebutuhan aktualisasi.

“Dulu bisa makan saja sudah senang. Sekarang, ada tambahan pengeluaran untuk gaya hidup dan kebutuhan sosial lainnya,” kata Eddy.

Edukasi Finansial: Apa yang Bisa Dilakukan Generasi Muda?

1. Memahami Realitas Ekonomi

Tidak cukup hanya mengandalkan nasihat keuangan klasik. 

Generasi Millennial dan Gen Z harus menyadari bahwa mereka menghadapi hard mode dengan tantangan inflasi, upah stagnan, dan biaya hidup tinggi.

2. Literasi Finansial Adaptif

Prinsip dasar menabung, berhemat, dan berinvestasi tetap relevan, tetapi harus menyesuaikan dengan kondisi modern. 

Misalnya, memanfaatkan instrumen investasi digital atau asuransi yang sesuai kemampuan.

3. Mendorong Perubahan Kebijakan

Seperti yang diungkapkan Jaya Darmawan, keadilan finansial bukan hanya tanggung jawab individu. 

Generasi muda juga perlu bersuara dalam mendorong kebijakan publik yang progresif, seperti transparansi pajak, jaminan sosial, atau subsidi pendidikan.

Refleksi Antargenerasi

Perbedaan zaman memang menciptakan kesenjangan pengalaman. 

Generasi Boomers kerap menganggap anak muda kurang hemat, sementara Millennials dan Gen Z merasa nasihat itu tidak lagi relevan. 

Faktanya, kondisi makroekonomi memang berubah drastis.

Jika dulu sopir angkot bisa menafkahi keluarga besar bahkan berpoligami, kini pekerja dengan gaji menengah pun kerap merasa berat membiayai anak satu. 

Cerita ini bukan sekadar keluhan, tetapi cermin bahwa tantangan generasi muda lebih kompleks dan butuh pendekatan baru.

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Dulu Sopir Angkot Bisa Poligami, Kini Pasangan Muda Tanggung 1 Anak Saja Harus Kerja Semua

* Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
* Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved