Depresi Pada Anak

FAKTA Baru di Kota Pontianak! Puluhan Anak Alami Depresi Tak Terlihat dari Luar Setiap Hari

Secara fisik para pasien terlihat baik-baik saja, namun perilaku mereka berubah ketika proses konsultasi dimulai.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Shutterstock
DEPRESI ANAK PONTIANAK - Ilustrasi remaja mengalami depresi. Kota Pontianak tengah menghadapi kasus depresi pada anak seperti diungkap RSUD Sultan Syarif Muhammad Al-Qadri Pontianak baru-baru ini. 

"Seseorang itu kalau konsultasi ke psikiater bukan gila. Ini yang harus kita luruskan," jelasnya.

Ia menegaskan kesehatan mental adalah bagian dari kesehatan manusia secara menyeluruh.

"Tidak ada kesehatan yang sempurna tanpa kesehatan mental, kesehatan mental juga bagian dari kehidupan kita, apapun profesi dan usia kita." tutupnya. 

Terlihat Normal, Namun Banyak Anak di Pontianak Hadapi Depresi Diam-Diam

Psikolog Beberkan Faktor Depresi Pada Anak

Psikolog Klinis di Pontianak, Istiqomah mengungkapkan bahwa maraknya kasus depresi pada remaja termasuk yang terjadi di Pontianak dipicu oleh kombinasi beberapa faktor yang saling berkaitan.

“Tekanan psikologis atau depresi pada remaja biasanya dipicu oleh kombinasi beberapa faktor. Faktor keluarga seperti konflik dengan orang tua, kurangnya perhatian, atau tekanan akademik yang berlebihan bisa menjadi pemicu,” jelasnya saat dihubungi, Rabu 19 November 2025. 

Ia menambahkan, faktor sosial juga memberikan peran besar. 

“Bullying di sekolah atau media sosial, kesulitan menjalin pertemanan, dan perasaan tidak diterima di lingkungan sekitar,” ujarnya.

Selain itu, faktor individu seperti remaja dengan sifat perfeksionis, rasa rendah diri, kesulitan mengatur emosi, atau memiliki pengalaman trauma masa lalu lebih rentan mengalami tekanan. 

Lingkungan yang menuntut tinggi serta ekspektasi sosial yang berlebihan juga menambah beban psikologis bagi mereka.

“Ini biasanya nggak muncul cuma dari satu faktor, tapi kombinasi tekanan dari keluarga, sekolah, teman, dan media sosial yang bikin mereka merasa terbebani atau nggak cukup diterima. Jadi, bukan soal ‘anaknya lemah’, tapi lebih ke lingkungan dan pola dukungan yang kurang memadai,” katanya.

Terkait upaya pencegahan, Isti menekankan pentingnya peran orang tua dan sekolah. 

“Orang tua lebih peka dan responsif sama perubahan perilaku remaja. Misalnya ngobrol santai, dengerin keluhan tanpa menghakimi, dan kasih dukungan emosional itu penting,” tuturnya.

Sementara di lingkungan sekolah, guru diminta menciptakan suasana yang aman dan ramah bagi pelajar. 

“Perhatikan kalau ada siswa yang mulai menarik diri atau mood-nya berubah drastis, dan sediakan akses ke konselor atau psikolog sekolah kalau perlu. Intinya, jangan tunggu sampai masalahnya besar, deteksi dini bisa mencegah stres atau depresi makin parah,” tambahnya.

(Peggy Dania/Ayu Nadila)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved