KPAD Pontianak Catat 94 Kasus Anak Sepanjang Januari-Agustus 2025, Didominasi ABH

Selain tiga kasus tertinggi tersebut, KPAD juga mencatat beberapa kasus lain seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, perlindungan pendidikan

Penulis: Peggy Dania | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/PEGGY DANIA
WAWANCARA - Ketua KPAD Kota Pontianak, Niyah Nurniyati saat diwawancarai di Aula Rumah Dinas Wali Kota Pontianak, Selasa 11 November 2025. 
Ringkasan Berita:
  • Ketua KPAD Kota Pontianak, Niyah Nurniyati, menjelaskan tren ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.
  • Posisi kedua ditempati oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 23 kasus atau 24,47 persen disusul perebutan hak asuh anak.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Pontianak mencatat kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) seperti tawuran dan membawa senjata tajam masih menjadi yang tertinggi sepanjang Januari hingga Agustus 2025.

Dari total 94 kasus yang ditangani hingga periode tersebut, sebanyak 46 kasus atau 48,94 persen merupakan ABH

Ketua KPAD Kota Pontianak, Niyah Nurniyati, menjelaskan tren ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya.

“Kalau dilihat, kasus tertinggi masih ABH, hanya saja naik-turunnya berbeda. Tahun 2024 juga sama, nomor satu tetap ABH,” ujarnya saat diwawancarai di Aula Rumah Dinas Wali Kota Pontianak, Selasa 11 November 2025

Posisi kedua ditempati oleh kasus kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 23 kasus atau 24,47 persen disusul perebutan hak asuh anak.

“Tahun lalu hak asuh ada di urutan kedua, sekarang di posisi ketiga,” katanya.

Selain tiga kasus tertinggi tersebut, KPAD juga mencatat beberapa kasus lain seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, perlindungan pendidikan, dan perlindungan ekonomi.

KPAD Pontianak Gandeng Dunia Usaha dalam Refleksi Tiga Tahun Perlindungan Anak

“Anak putus sekolah juga termasuk yang tinggi, karena anak-anak yang bermasalah rata-rata juga putus sekolah. Kemudian yang terakhir ini perinduhan ekonomi. Jadi mereka-mereka ini kadang-kadang juga bermasalah, kemudian keluarganya bermasalah, kemudian menjadi anak berhadapan dengan hukum, putus sekolah, dan berasa dari keluarga yang tidak mampu,” tambahnya.

Niyah menambahkan, untuk menanganinya KPAD Kota Pontianak melakukan kolaborasi lintas instansi. 

“Misalnya anak-anak putus sekolah, kita kolaborasinya dengan dinas pendidikan, kemudian anak-anak untuk pemeriksaan kesehatannya, berkerja sama dengan dinas kesehatan. Jadi pada intinya kami berkolaborasi, karena kan tusi (tugas dan fungsi) kami kan pengawasan,” jelasnya.

Ia mengatakan, KPAD juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak Pasal 74 yang menegaskan tugas dan fungsi lembaga dalam melakukan pengawasan, mediasi, serta memberikan masukan dan laporan jika ditemukan dugaan pelanggaran pidana.

Sementara untuk pencegahan kasus serupa terulang, KPAD telah membangun kerja sama dengan 117 lembaga kemitraan, mulai dari organisasi masyarakat, lembaga agama, budaya, hingga sekolah, pesantren dan lain-lain. 

“Jadi pada intinya mengajak peran serta masyarakat. Selain berkolaborasi dalam tidakan pencegahan, berupa edukasi, sosialisasi dan sebagainya. Kami juga berkolaborasi dalam penanganan, jadi tidak semua penanganan itu kami selesaikan melalui proses hukum positif tetapi juga melalui pendekatan-pendekatan agama, pendekatan-pendekatan budaya, pendekatan sosial, dan lain-lain sebagainya,” pungkasnya. (*)

- Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
- Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp

!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved