Kisah Athipa Juniasih, Guru Honorer di SMKN 1 Sungai Raya Kepulauan 

Dengan berbagai rintangan yang harus dilewatinya, Athipa Juniasih yang akrab disapa Nia itu, berhasil mengikuti PPPK pada tahun 2025.

Penulis: Widad Ardina | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
GAJI HONORER - Guru honorer di SMKN 1 Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Athipa Juniasih (28). 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, BENGKAYANG - Seorang guru honorer, di SMKN 1 Sungai Raya Kepulauan, Kabupaten Bengkayang, Athipa Juniasih (28) menanggapi kebijakan pemerintah mengenai kenaikan tunjangan guru sebesar 400 ribu rupiah. 

Menurutnya, kebijakan tersebut memberikan dampak yang baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Apalagi kata dia, selama ini gaji yang didapatkan oleh guru honorer terbilang cukup kecil.

"Untuk kebijakan pemerintah itu alhamdulillah, semoga dengan adanya kebijakan itu kesejahteraan guru honorer meningkat. Karena memang selama ini guru honorer gajinya kecil, syukur-syukur sampai 1 juta per bulan," katanya kepada tribunpontianak.co.id, pada Rabu 29 Oktober 2025.

Selain itu, ia juga berharap kepada pemerintah untuk dapat secara adil membuka peluang PPPK ataupun PNS untuk guru ataupun tenaga kependidikan.

Sebelumnya, wanita muda lulusan S1 Pendidikan Kimia itu, telah mengajar sejak Juli 2020 di SMKN 1 Sungai Raya Kepulauan

Ia mengatakan pada saat itu, dapodik sudah permanen ditutup untuk sekolah negeri, sehingga dirinya harus mencari sekolah swasta agar bisa masuk ke dalam dapodik. Lanjutnya, pada tahun 2021, ia berkesempatan mengajar di SMPS PGRI 1 Sungai Raya Kepulauan, yang mana awal-awal mengajar gaji yang ia terima hanya 30rb/jam pelajaran.

"Jumlah jam tersebut dikalikan dalam 1 minggu, itulah gaji kami dalam 1 bulan. Misal saya mengajar dalam 1 minggu ada 25 jam pelajaran, maka gaji saya hanya 750rb per bulan," ungkapnya.

Bahkan untuk perjuangan menjadi guru honorer itu, kata dia, tidak mudah, bahkan dipandang sebelah mata karena tidak memiliki kepastian status. Sehingga harus memperjuangkan diri sendiri agar dapat diakui oleh pemerintah.

Baca juga: Kontribusi Dosen Universitas PGRI Pontianak dalam Peningkatan Kompetensi Guru Fisika di Bengkayang

"Maka dari itu saya mengajar di sekolah swasta karena pada saat itu sekolah swasta dapodik-nya masih aktif terbuka. Jadi saya bisa masuk dengan syarat saya harus mengabdi terlebih dahulu minimal 1 tahun mengajar," jelasnya.

Belum lagi, kata dia, dengan berbagai kebijakan yang sering berubah. Khususnya pengalaman mengajar yang mengharuskan seorang guru honorer mengabdi selama satu atau dua tahun yang harus terdata di Dapodik. Hal ini, juga katanya, menghambat para guru untuk mengikuti PPPK.

"Pada saat itu saya tidak bisa ikut karena penempatan sekolah yang katanya bisa jauh-jauh dan ada peraturan minimal 2 tahun mengabdi di sekolah yang terdata di dapodik makanya saya memutuskan untuk menunda ikut PPPK," keluhnya.

Tak hanya ia, rekan-rekan guru honorer yang di sekolah swasta juga tidak bisa ikut PPPK karena ada peraturan yang menerangkan bahwa guru honorer dari sekolah negeri yang hanya bisa ikut PPPK. 

Namun, perjuangannya tak berhenti, ia pun memberanikan diri untuk mendaftar PPPK di tahun 2024, namun tidak ada formasi sehingga dinyatakan tidak lulus. 

Dengan berbagai rintangan yang harus dilewatinya, Athipa Juniasih yang akrab disapa Nia itu, berhasil mengikuti PPPK pada tahun 2025.

"Alhamdulillah di tahun 2025 ini ada kebijakan untuk guru-guru honorer yang diangkat menjadi PPPK paruh waktu dengan syarat terdata di BKN," ungkapnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved