TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KETAPANG - Terkait konflik hak dan jaminan atas hak (Tenurial) kawasan hutan desa Menjuakng Desa Gema dengan Hutan Desa Liboh Menyatu Desa Batu Daya dan Hutan Desa Mekar Raya Desa Mekar Raya, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang digelar pertemuan 4 Desember 2024 di Gedung Pertemuan Desa Makar.
Hasil dari pertemuan tersebut terjadi kesepakatan dengan diterbitkannya berita acara kesepakatan Penyelesaian Konflik Tenurial di Kawasan Hutan Hutan Desa Tanoeh Menjuakng, dalam Musyawarah Kesepakatan Pengelolaan Hutan Desa Tanoeh Menjuakng Desa Gema yang Overlap dengan wilayah administrasi Desa Batu Daya seluas 1.331 Ha dan wilayah administrasi Desa Mekar Raya seluas 166 Ha.
Camat simpang dua Antonius Bobby menuturkan konflik batas desa dan batas Hutan Desa yang masuk adminitrasi desa sebatas menjadi konflik jika tidak ditangani dengan baik.
"Batas desa menjadi kendala ketika belum terbit berita acara kesepakatan batas desa yang selanjutnya diperkuat dengan penerbitan Peraturan Bupati tentang batas desa," tuturnya dalam rilis yang diterima Tribun Pontianak pada Kamis 5 Desember 2024.
Ia menjelaskan seperti di Kecamatan Simpang Dua terjadi konflik antara hutan desa Tanoeh Menjuakng Desa Gema dan hutan desa Liboh Menyatu Desa Batu Daya.
"Konflik bermula ketika hutan desa Tanoeh Menjuakng ditetapkan pada tahun 2018 dengan luas wilayah yang masuk dalam wilayah administratif Desa Batu Daya seluas 1.331 ha dan wilayah administratif Desa Mekar Raya seluas 166 ha," katanya.
• Berantas Peredaran Narkoba, Polres Ketapang Kembali Amankan Seorang Tersangka dan Sita 3,4 Gram Sabu
Ia menjelaskan Perhutanan Sosial (PS) adalah suatu sistem pengelolaan hutan lestari pada kawasan hutan negara atau hutan hak/adat yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal atau masyarakat hukum adat untuk meningkatkan kesejahteraannya dan menjaga keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
"Pemerintah Indonesia telah memberikan akses hukum kepada masyarakat desa di sekitar hutan untuk mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan, di mana salah satu skema Perhutanan sosial adalah hutan desa," ungkapnya
Dan ia juga menjelaskan Hutan desa merupakan kawasan hutan yang belum mendapat izin usaha yang diberikan hak kelolanya oleh desa dan dipergunakan untuk kesejahteraan desa selama 35 tahun dan dapat diperpanjang.
"Keberadaan kawasan hutan desa yang masuk dalam wilayah administratif desa lain telah memicu potensi konflik tenurial, sementara Konflik tenurial akan semakin akut ketika pelaksanaan pengelolaan hutan desa oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) mulai berlangsung dan memperoleh sumber pendanaan dari pihak lain yang melaksanakan program dengan skema pembayaran jasa ekosistem berbasis kinerja," jelasnya
Lanjutnya, Untuk mengelola hutan desa secara lestari, kejelasan batas kawasan hutan desa sangat penting untuk melindungi, memulihkan, dan mengelola sumber daya hutan guna meningkatkan penghidupan masyarakat.
"Kesepakatan ini akan menjadi bahan untuk dilakukan revisi luas izin hutan desa Tanoeh Menjuakng, hutan desa Liboh Menyatu dan hutan desa Mekar Raya." ungkapnya
Sementara perwakilan KPH Ketapang Utara Fauzan mengatakan Kegiatan ini terselenggara atas kolaborasi KPH Ketapang Utara, Pemerintah Kecamatan Simpang Dua, Forum Juring Bersatu dan Yayasan Tropenbos Indonesia yakni Lembaga yang secara terus menerus berkegiatan di Kabupaten Ketapang.
"Untuk wilayah KPH Ketapang Utara sejak 2019 berada di 5 Kecamatan sebanyak 11 Desa dampingan yang meliputi Desa Demit, Muara Jekak Kec. Sandai, Pangkalan Suka, Pangkalan Telok Kec. Nanga Tayap, Sinar Kuri, Sepotong dan Kepari Kec. Sungai Laur, Mekar Raya, Batu Daya, Kamora Semandang Kanan dam Gema Kec. Simpang Dua, dan Kenanga, Kualan Hulu dan Merawa Kec. Simpang Hulu," jelasnya
Dan ia juga menjelaskan Yayasan Tropenbos Indonesia didukung program Green Livelihoods Alliance (GLA) fase 2.0 meluncurkan program “Hutan untuk Masa Depan Adil” (2021-2025) sebagai kontribusi terhadap perlindungan hutan tropis dan pemberdayaan masyarakat yang hidup dan bergantung langsung pada hutan.