Menjawab hal itu UAS mencontohkan dalam satu kelompok arisan terdiri dari enam orang.
Setiap orang diharuskan membayar arisan Rp 2,5 juta.
• Sambut Idul Adha 2024! Promo Beli Tiket Kereta Api Dapat Cashback 25 Persen
Setelah digoncang, siapa yang keluar namanya dia yang kurban tahun ini.
"Begitu diguncang, keluar nama C. Maka dialah yang berkurban tahun ini. Sementara yang lain membayar," kata UAS.
"Maka sesungguhnya si C ini sedang berutang kepada teman arisan lain," ungkap Ustadz Abdul Somad.
Pertanyaannya, bolehkah kurban ngutang?
"Jadi jelas bahwa pertama, akad dia adalah akad utang. Ridho semua peserta ini. Akan dibayar selama enam tahun. Jika ada yang mati, maka ahli waris yang akan menerima," katanya.
Oleh karena semua ridho dengan akad hutang, maka untuk akadnya adalah sah.
Muncul pertanyaan nomor dua, apa hukum kurban berutang?
UAS menjelaskan, utang terbagi dua. Pertama, orang yang berutang, memiliki sesuatu yang bisa diharapkan untuk membayar hutangnya.
Kemudian yang kedua, orang yang berutang tak memiliki sesuatu yang diharapkan untuk membayar utangnya.
"Jadi kita tanya yang dapat arisan ini. Kau kan hutang sama kami. Apa yang kau harapkan membayarnya?," kata UAS mencontohkan.
Lalu C menjawab insya Allah tahun depan, rumah sewa saya akan dapat uang Rp 2,5 juta.
"Itulah yang kuharapkan membayarnya. Sah. Kalau ada yang diharapkan membayarnya, sah," tegas UAS.
Namun, jika diajukan pertanyaan yang sama dan C menjawab 'kuserahkan kepada Allah SWT', maka tidak bisa.
"Jadi, kalau lulus dua ini, akadnya hutang dan hutang jenis pertama maka arisan kurban itu hukumnya mubah," jelas UAS.
"Tapi kalau tak seperti ini maka tak bisa diterima. Akadnya itu tak jelas," pungkasnya. (*)
Ikuti saluran Tribun Pontianak di WhatsApp: KLIK DISINI
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News