Djoko bahkan menanyakan apa urgensi membuat jalur zigzag dan angka 8 untuk ujian praktik SIM. Ini karena jalan yang umum digunakan berkendara tidak berbelak-belok.
"Memangnya di jalan mau lincah, kan yang penting tertib berlalu lintas, jangan pakai bahu jalan dan trotoar," lanjutnya.
Menurut akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata tersebut, tes praktik SIM seharusnya disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia dan jalan saat ini.
Selain itu, juga harus sesuai kondisi jalan di daerah yang sering digunakan untuk berkendara.
• Aturan Baru Bikin SIM Wajib Punya Sertifikat Mengemudi, Begini Kata Kasatlantas Polres Singkawang
Ujian SIM yang sebaiknya diterapkan
Djoko menjelaskan, ujian praktik pembuatan SIM seharusnya memperhatikan sejumlah hal untuk diteskan kepada pengendara atau pengemudi.
Pertama, peserta pembuatan SIM perlu mengikuti sekolah mengemudi.
"Belajar tertib lalu lintas, sopan santun, etika di jalan, bagaimana di lampu merah, (dan) membunyikan klakson," lanjutnya.
Namun, ia juga menyoroti perlu adanya pengawasan agar sekolah mengemudi tidak memberikan layanan pembuatan SIM.
Izin mengemudi tetap ke polisi. Kedua, ia mendorong agar dilakukan tes pengemudi untuk semua pengendara kendaraan roda empat dan roda dua. Tes ini bukan hanya saat perpanjangan SIM.
"SIM bukan KTP. Tidak semua wajib mempunyai SIM. Kalau tes psikologisnya tidak membolehkan, ya jangan," tegasnya.
Selain itu, hal yang menurut Djoko lebih penting adalah melakukan edukasi terkait pendidikan berlalu lintas kepada anak sejak usia dini.
Hal ini dilakukan agar anak memiliki pemahaman mengenai berlalu lintas yang benar. Ia juga menekankan agar kota-kota di Indonesia membuat taman lalu lintas yang bisa dilakukan untuk edukasi kepada anak.
"Tutup praktik jual beli SIM kalau pengen angka kecelakaan kita lebih rendah lagi," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News