Guru Besar IAIN Pontianak Sampaikan Urgensi Membangun Paham-Sikap Inklusif dan Moderasi Beragama

Penulis: Muhammad Rokib
Editor: Faiz Iqbal Maulid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru Besar Bidang Ilmu Hadis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Dr. KH. Wajidi Sayadi, M.Ag membacakan orasi ilmiahnya berjudul “METODE MAQASHID AL-HADITS: (Membangun Paham-Sikap Inklusif dan Moderat dalam Beragama) saat acara Pengukuhannya sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Hadits di Aula Syeikh A. Rani Mahmud IAIN Pontianak pada Senin 19 Desember 2022.

Dalam hadis ini, Nabi Muhammad SAW menyebutkan jintam hitam, bekam, kayu-kayuan dari laut, sebagai sarana pengobatan.

Beliau menyebutkan sarana seperti ini sebagai sebuah contoh dan menjelaskan suatu fakta atau kejadian pada zamannya, tidak untuk mengikat bahwa semua umat Islam harus bahkan wajib berobat dengan apa yang disebutkan di dalam hadis tersebut. Sebagai sarana, bisa berubah-ubah sesuai perubahan perkembangan zaman, budaya, lingkungan, dan ilmu pengetahuan. 

Adapun sarana pengobatan bisa bermacam-macam dan berubah-ubah sesuai perubahan perkembangan zaman, budaya, dan ilmu pengetahuan. Hari ini betapa banyak jenis obat dan pengobatan yang tidak pernah dikenal pada zaman Nabi SAW. Semuanya boleh selama tidak bertentangan dengan syariat. 

IAIN Pontianak Gelar Festival FEBI 2022 Bertajuk Era 5.0, Catat Tanggal Mainnya!

Adapun Maqashidnya atau tujuan yang dikehendaki dalam hadis adalah perintah agar selalu memperhatikan dan memelihara kesehatan, keselamatan dan kenyamanan fisik dan hidup, mengedepankan kemaslahatan jiwa. 

Berobatlah ketika sakit. Berusaha mencegah semua yang dapat menimbulkan munculnya gangguan kesehatan. Beristirahat ketika sedang lelah dan letih, makan dan minum ketika lapar dan haus. Inilah sunnah Nabi SAW. Inilah Maqashid as-Sunnah atau Maqashid al-Hadits. 

Hal ini sesuai dengan Maqashid asy-Syariah adh-Dharuriyyah, yakni حفظ النفس (memelihara nyawa dan kesehatan adalah suatu kebutuhan pokok dan kewajiban. Kesehatan dan keselamatan jiwa lebih tinggi kedudukannya dan lebih didahulukan dari pada sekedar pahala dan keutamaan dalam sebuah ibadah. 

“Cara pandang dan metode Maqashid as-Sunnah seperti inilah yang digunakan para ulama ketika masa Covid-19 sehingga berkesimpulan boleh tidak merapatkan shaf dalam shalat berjamaah, boleh tidak shalat berjamaah apabila dinilai oleh yang berkompeten akan menimbulkan dan menularkan penyakit, dan lain-lain,“ ujarnya.

Ia berharap melalui metode Maqashid al-Hadits ini diharapkan memahami secara substansil dan holistic membuat ajaran Islam menjadi Shalihun li Kulli Zaman wa makan (ajaran Islam selalu relevan dengan perkembangan situasional dan kondisional.

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Berita Terkini