"Kami dan keluarga meminta visum ulang, yang lebih detail. Visum ulang bisa menjadi alat bukti baru, untuk disodorkan dalam penanganan kasus ini,"ucap Daniel.
Lanjut dijelaskannya, mengajukan visum ulang lantaran pihak keluarga menilai ada yang janggal dengan hasil yang dibacakan pihak kepolisian.
Saat ini korban mengalami stres berat secara psikis, bukan hanya soal luka saja. Selanjutnya proses hukum sedang berjalan dan sudah diserahkan semua permasalahan ke Polisi.
Terus terang disebutnya bahwa pihak keluarga bingung atas hasil visum yang dikeluarkan oleh pihak kepolsian.
"Semua pernyataan terkait dibenturkan dan sebagainya adalah disampaikan korban itu sendiri. Korbam sudah bisa mengatakan apa yang terjadi dengannya bahkan Informasi terkait kekerasan yang dilakukan dialat vital juga didapatkan dari korban," ujarnya.
Tapi apa yang dikatakan oleh korban harus dibuktikan dengan proses yang ada dan ia berharap ini diserahkan lada penyidik yang profesional.
Daniel Edward Tangkau, meminta masyarakat berhenti menghujat dan menyerahkan kasus pada kepolisian dan penegak hukum.
Kuasa hukum AU ini menegaskan bahwa pernyataan Kapolresta yang membeberkan hasil visum harus dibuktikan dipersidangan.
Polisi Tetapkan 3 Siswi SMA Tersangka Kasus Audrey Siswi SMP Pontianak
Polisi akhirnya menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pengeroyokan Audrey siswi SMP Pontianak.
Penetapan tersangka disampaikan Kapolresta Pontianak, Kombes M Anwar Nasir, Rabu (11/4/2019) malam.
Ada tiga orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus ini, yang semuanya merupakan siswi SMA di Pontianak, F (17), T (17) dan C (17).
Kapolresta mengatakan, dasar penetapan tersangka adalah hasil pemeriksaan sejumlah saksi dan hasil rekam medis Rumah Sakit Pro Medika Pontianak.
"Dalam pemeriksaan pelaku, mereka mengakui perbuatannya menganiaya korban," kata Anwar.
Kapolresta menjelaskan, penganiayaan yang dilakukan tersangka dilakukan bergiliran satu per satu di dua tempat.
Menurutnya, tersangka dikenakan pasal 80 ayat 1 Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun enam bulan.
"Sesuai dengan sistem peradilan anak, ancaman hukuman di bawah 7 tahun akan dilakukan diversi," ungkapnya. (*)