Mahasiswa IAIN Meninggal

Misteri Kematian Rio Fanderi , Antara Revisi Skripsi dan Takdir yang Tak Bisa Direvisi!

Bagi Sri Azizah, seorang ibu yang kehilangan putra tercinta, yang tersisa hanyalah doa dan rekaman suara terakhir dari seorang anak.

Penulis: Ramadhan | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
MENINGGAL DUNIA - Kematian tragis menimpa seorang mahasiswa semester akhir IAIN Pontianak, Rio Fanderi (24), usai menyelesaikan sidang skripsinya. Korban yang sempat menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak sejak Minggu 13 Juli 2025 dinyatakan meninggal dunia pada Kamis sore 17 Juli 2025 sekitar pukul 14.25 WIB. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Tak ada yang pernah siap kehilangan. Terlebih bila yang pergi adalah seseorang yang baru saja berkata, "Mak, abang lulus" Kalimat sederhana, penuh harap, yang kini tinggal gema dalam ingatan seorang ibu bernama Sri Azizah.

Rio Fanderi (24), mahasiswa semester akhir Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, mengembuskan napas terakhirnya pada Kamis 17 Juli 2025 di RS Universitas Tanjungpura (Untan).

Tapi bagi keluarganya, kepergiannya bukan hanya duka, melainkan juga misteri yang menggoreskan luka lebih dalam.

Rio bukan sekadar mahasiswa yang tengah berjuang menuntaskan studi. Ia adalah anak sulung dari dua bersaudara yang penuh semangat, kebanggaan keluarga, yang baru saja menuntaskan sidang skripsi.

Suaranya masih jelas di telinga ibunya ketika memberikan kabar gembira atas kelulusan sidang skripsinya pada Kamis 10 Juli 2025 siang.

"Dia bilang, ‘Mamak, abang sudah sidang, dan abang lulus’. Saya jawab, ‘Alhamdulillah abang sayang, abang ganteng, abang pintar. Selamat ya, mamak sayang abang’. Dia senang sekali," ucap Sri Azizah, dengan suara yang nyaris tak terdengar di ujung telepon bersama Tribun Pontianak, Senin 21 Juli 2025 siang.

Hari itu, Rio juga bilang ingin pulang. Ia ingin makan ayam masakan ibunya. Ingin memperkenalkan teman dari Jakarta. Bahkan sempat bercanda, "Kalau mamak gak ada duit, abang transfer ya".

Namun, pada Minggu 13 Juli 2025 sore, kabar buruk itu datang. Rio dilarikan ke rumah sakit. Dikatakan demam. Tapi yang Sri temui di ruang perawatan adalah tubuh anaknya yang terbaring lemah tak sadarkan diri.

“Ini bukan demam biasa. Kepalanya harus di-scan, kata perawat. Saya hanya bisa diam. Saya tak sanggup,” jelasnya mengingat memori pertama melihat anaknya terbaring tak sadarkan diri di kasur rumah sakit.

Baca juga: Kalau Mamak Tak Ada Duit, Abang Transfer Ya, Kalimat yang Menjadi Kenangan Terakhir Rio Fanderi

Rio, menurut keterangan teman-temannya, dikabarkan terjedot tiang dan terjatuh dalam kondisi tertelungkup dan mengeluarkan darah dari hidungnya pada Sabtu 12 Juli 2025 malam di salah satu ruangan organisasi kemahasiswaan.

Dan pada Kamis 17 Juli 2025 siang, ketika jam menunjukkan pukul 14.25 WIB, Rio Fanderi pergi. Tanpa sempat memeluk ibunya. Tanpa sempat pulang.

Ketika keluarga bersiap untuk membawa jenazah pulang untuk dilakukan pemakaman, pihak kepolisian datang. Ada saran untuk autopsi. Ada keraguan yang menggantung. Dan ada cinta yang menolak menerima begitu saja.

"Saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Anak saya tidak pernah punya musuh. Dia anak yang baik," ucap Sri, suaranya menembus keheningan di tengah-tengah panggilan telepon.

Sementara itu, Paman Rio, Maman Setiawan, mengisahkan bahwa keponakannya adalah sosok ramah dan sopan. Tak pernah membantah orang tua. Tak pernah membuat masalah.

“Terakhir kali bertemu, dia cium tangan saya, peluk saya. Dia minta doa. Dia bilang mau sidang. Saya doakan, saya peluk dan ternyata itu pelukan terakhir,” tutur Maman mengingat keponakannya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved