Berita Viral

33 Tahun Mengabdi, Guru Honorer di Sukabumi Hanya Digaji Rp 350 Ribu per Triwulan

Selama 33 tahun, pria asal Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi ini mengabdi sebagai guru honorer meski hanya menerima honor Rp350 rib

YouTube Rosita Dwiyanti
NASIB GURU - Foto ilustrasi hasil olah YouTube Rosita Dwiyanti, Minggu 6 Juli 2025, memperlihatkan selama 33 tahun, pria asal Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi ini mengabdi sebagai guru honorer meski hanya menerima honor Rp350 ribu setiap tiga bulan. Gaji itu pun baru cair jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersedia. Sejak mulai mengajar pada 1992, Saryono telah melalui perjalanan panjang, bahkan pernah menerima gaji hanya Rp10 ribu per bulan dari iuran masyarakat. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Di balik hiruk-pikuk isu pendidikan nasional, masih ada sosok seperti Saryono yang memilih tetap bertahan. 

Selama 33 tahun, pria asal Desa Sidamulya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi ini mengabdi sebagai guru honorer meski hanya menerima honor Rp350 ribu setiap tiga bulan. 

Gaji itu pun baru cair jika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersedia. Sejak mulai mengajar pada 1992, Saryono telah melalui perjalanan panjang, bahkan pernah menerima gaji hanya Rp10 ribu per bulan dari iuran masyarakat. 

Kini, saban hari ia menempuh jarak tujuh kilometer ke sekolah demi mengajar anak-anak di wilayah terpencil. 

Di tengah kesulitan ekonomi dan tanggungan keluarga, ia tetap bertani dan berdagang kecil-kecilan bersama istri untuk bertahan hidup. 

“Harapan saya kepada pemerintah mohon dengan sangat untuk mengangkat saya baik melalui PPPK atau PNS secara otomatis,” ujarnya penuh harap di usia 55 tahun.

Tangisan Ibu Usai Bunuh Bayinya di Makassar, Tragedi yang Mengungkap Luka Psikologis Tak Terlihat

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Siapa Saryono, Guru Honorer Sukabumi yang Mengajar Selama 33 Tahun?

Di tengah hiruk pikuk tuntutan kualitas pendidikan nasional, kisah Saryono seorang guru honorer dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menggambarkan wajah lain dari perjuangan mencerdaskan anak bangsa. 

Selama lebih dari tiga dekade, Saryono mengabdi sebagai pendidik tanpa pernah merasakan kenyamanan finansial.

Lahir dan besar di desa, Saryono mulai mengajar pada tahun 1992. 

Sejak awal kariernya, ia telah terbiasa menempuh jalan terjal. 

Gaji pertamanya berasal dari Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) masyarakat, yang hanya sebesar Rp10 ribu per bulan.

"Begitu susah payah. Saya dulu digajinya melalui SPP dari iuran masyarakat sebulan cuma Rp10 ribu," ungkapnya.

Bagaimana Perjuangan Saryono Mengajar di Wilayah Terpencil?

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved