Berita Viral

Warga Karawang Berebut Air Bersih di Sumur Kuburan, Alami Krisis yang Dibiarkan Selama 20 Tahun

Imas (35), salah satu warga, menyebut air dari sumur kuburan tetap lebih layak meski harus direbus dahulu. 

Tribun Bekasi/Muhammad Azzam
KRISIS AIR - Warga Kampung Kiarajaya, Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang antre ambil air bersih di sumur tengah area pemakaman pada Jumat 27 Juni 2025. Imas (35), salah satu warga, menyebut air dari sumur kuburan tetap lebih layak meski harus direbus dahulu. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID – Setiap pagi, puluhan ember plastik dan galon kosong berjejer di antara batu nisan di sebuah pemakaman di Kampung Kiarajaya, Karawang. 

Itulah antrean air bersih warga yang tak punya pilihan selain menggantungkan hidup pada satu sumur tua di tengah kuburan. 

Di musim kemarau, sumur-sumur di rumah warga kering, sementara di musim hujan air berubah keruh dan berisiko menimbulkan penyakit.

Imas (35), salah satu warga, menyebut air dari sumur kuburan tetap lebih layak meski harus direbus dahulu. 

“Kalau enggak ambil air di sini, kami enggak bisa mandi atau masak,” katanya. 

Meski tinggal di dekat kawasan industri besar, kampung mereka justru kekeringan perhatian. 

Dua puluh tahun sudah, janji-janji pemerintah datang silih berganti, namun air bersih belum juga mengalir ke rumah mereka.

Rp 100 Juta Raib karena SMS Palsu Bank, Tabungan Nasabah Terkuras oleh Aksi Siber Asing

[Cek Berita dan informasi berita viral KLIK DISINI]

Mengapa Warga Harus Mengambil Air dari Sumur di Tengah Kuburan?

Di tengah deretan batu nisan dan rumput liar di sebuah pemakaman umum di Kampung Kiarajaya, Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, ratusan warga tampak mengantre. 

Bukan untuk menghadiri pemakaman atau berziarah, melainkan demi mendapatkan air bersih dari satu-satunya sumur yang masih memiliki sedikit sisa air, berada tepat di tengah areal kuburan.

Pemandangan ini terjadi setiap hari, terlebih saat musim kemarau tiba. 

Warga harus membawa ember, jeriken, atau galon dan bersabar dalam antrean yang bisa memakan waktu berjam-jam. 

Tak jarang, mereka berdesak-desakan demi memperoleh satu ember air untuk keperluan mandi, mencuci, bahkan memasak.

Seberapa Parah Krisis Air Bersih di Kiarajaya?

Krisis air di Kampung Kiarajaya bukanlah fenomena baru. Ketua RT setempat, Siti Fadilah (30), menyebut lebih dari 300 kepala keluarga terdampak langsung.

Jumlah itu setara dengan lebih dari 500 jiwa yang bergantung pada satu sumur kecil di pemakaman.

“Setiap hari kami antre, berebut air di kuburan. Kami butuh air bersih, tapi sudah dua puluh tahun tidak ada perubahan,” kata Siti saat ditemui pada Jumat, 27 Juni 2025.

Ia menambahkan bahwa setiap musim kemarau, sumur-sumur warga mengering.

Ironisnya, saat musim hujan datang, air yang tersedia justru berubah keruh dan kotor, hingga menyebabkan masalah kulit. 

Akibatnya, warga harus merebus air terlebih dulu sebelum digunakan.

“Musim kemarau airnya habis, musim hujan malah airnya kotor. Gatal-gatal, harus direbus dulu,” ujar Imas (35), warga yang setiap hari mengambil air dari sumur pemakaman.

Apa Saja Risiko Kesehatan Akibat Krisis Air Ini?

Kondisi krisis air bersih ini tak hanya mengganggu aktivitas harian warga, tapi juga mengancam kesehatan mereka. 

Imas mengungkapkan bahwa pengeluaran bulanan untuk membeli air isi ulang bisa mencapai Rp500.000 per keluarga. 

Itu hanya untuk kebutuhan minum dan memasak.

Bahkan, kata Siti, pernah ada satu keluarga yang terserang demam berdarah dengue (DBD) karena menampung air hujan sebagai alternatif air bersih saat musim hujan.

“Satu keluarga kami pernah kena DBD gara-gara tampung air hujan. Tapi kami bisa apa?” katanya dengan nada lelah.

Mengapa Warga Tidak Mendapatkan Bantuan Pemerintah?

Meski tinggal tak jauh dari Kawasan Industri Karawang International Industrial City (KIIC) salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia, warga Kiarajaya justru hidup dalam krisis air bersih yang seolah luput dari perhatian pemerintah.

Siti menyebut bahwa selama lebih dari dua dekade, belum ada upaya konkret dari pemerintah daerah maupun provinsi untuk mengatasi persoalan ini. 

Bantuan air tangki pun harus dibeli warga seharga Rp20.000 per muatan, bukan diberikan secara gratis sebagai bentuk tanggap darurat.

“Enggak ada yang pernah turun tangan. Kami hanya bisa harap-harap cemas,” kata Siti lirih.

Seorang Ibu Ditinggalkan Anak Kandungnya di Griya Lansia, Tak Ingin Dikabari Saat Sang Ibu Meninggal

Di Mana Janji Gubernur Dedi Mulyadi?

Kekecewaan warga memuncak saat mengingat janji Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang disebut pernah menjanjikan solusi untuk krisis air bersih di kampung ini.

Janji tersebut disampaikan saat kegiatan Apel Anti Premanisme di kawasan KIIC pada 27 Maret 2025. 

Saat itu, Gubernur Dedi berkomitmen akan mengalirkan air bersih ke Kampung Kiarajaya dalam waktu satu bulan. 

Namun hingga akhir Juni 2025, janji itu belum juga terealisasi.

Warga pun tak tinggal diam. 

Dalam antrean air pada Jumat lalu, sejumlah warga terlihat membawa kertas bertuliskan:

“Pak Dedi Mulyadi, Kita Masih Kesusahan Air, Tolong Pak.”

Siti Fadilah pun menagih janji itu secara terbuka.

“Kami menunggu aksi nyata dari Pak Gubernur KDM. Mana janjinya? Air belum juga mengalir ke kampung kami.”

Bagaimana Warga Bertahan di Tengah Krisis Ini?

Kendati hidup dalam keterbatasan, warga Kampung Kiarajaya berusaha bertahan. 

Mereka mengatur jadwal antre air, saling berbagi galon, dan bergotong royong menjaga sumur agar tidak rusak. 

Namun, daya tampung sumur yang terbatas dan jumlah warga yang bergantung membuat situasi ini semakin sulit.

“Kalau telat datang, airnya sudah habis. Kadang kita sampai subuh di kuburan, cuma buat nunggu air,” ujar Imas.

Warga kini hanya bisa berharap ada perhatian nyata dari pemerintah. 

Bukan hanya janji, tapi aksi konkret yang menghadirkan infrastruktur air bersih yang layak.

Akankah Harapan Warga Akan Air Bersih Terkabul?

Situasi ini menjadi ironi besar: hidup di tengah kawasan industri maju, namun warga harus mengambil air dari sumur pemakaman. 

Bukan karena pilihan, tapi karena keterpaksaan. Sudah saatnya pemerintah, baik daerah maupun provinsi, melihat lebih dekat realitas ini dan hadir memberikan solusi.

Seperti yang dikatakan Siti, “Air itu kebutuhan dasar. Kalau air saja tidak bisa kami akses, bagaimana kami bisa hidup layak?”

(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul 500 Warga Rebutan Air di Sumur Tengah Kuburan Demi 1 Ember, Ketua RT Minta Pemerintah Turun Tangan

• Baca Berita Terbaru Lainnya di GOOGLE NEWS
• Dapatkan Berita Viral Via Saluran WhatsApp
!!!Membaca Bagi Pikiran Seperti Olahraga Bagi Tubuh!!!

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved