Pilkada Ketapang 2024

Pengamat Sebut Kandidat Versus Kotak Kosong Dalam Pemilu Bentuk Pemasungan Kehendak Masyarakat

Seharusnya, ketika partai politik itu bekerja secara baik dan benar, tentunya akan sangat mengetahui bagaimana dinamika di masyarakat itu sendiri.

Penulis: Nur Imam Satria | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Ferlianus Tedi Yahya
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi Munawar saat ditemui di kantor Tribun Pontianak, Selasa 26 September 2023. Ia menyebut upaya melawan kotak kosong yang dilakukan oleh kandidat dalam pelaksanaan pemilihan umum merupakan bentuk demokrasi yang buruk. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID KETAPANG - Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalimantan Barat Herman Hofi Munawar menyebut upaya melawan kotak kosong yang dilakukan oleh kandidat dalam pelaksanaan pemilihan umum merupakan bentuk demokrasi yang buruk.

"Sebenarnya itu suatu bentuk demokrasi yang tidak bagus ya. Itu sangat-sangat jelek sekali," kata Herman Hofi saat dihubungi, Selasa 23 Juli 2024.

Herman Hofi menilai, upaya melawan kotak kosong itu terjadi karena tidak adanya semangat dari partai politik untuk membangun demokrasi yang baik dan membuat alternatif kepemimpinan.

Partai politik juga, dinilai tidak memiliki integritas tinggi terhadap keinginan masyarakat Kabupaten Ketapang.

Seharusnya, ketika partai politik itu bekerja secara baik dan benar, tentunya akan sangat mengetahui bagaimana dinamika di masyarakat itu sendiri.

Baca juga: Febriadi Pastikan Adanya Isu Upaya Melawan Kotak Kosong di Pilkada Ketapang Tak Akan Terjadi

Dengan begitu mereka (parpol) bisa mendeteksi pemimpin yang dikehendakinya.

"Tapi karena kita lebih banyak praktis. Sehingga mereka bisa saja mengkerucut kepada salah satu paslon saja, sehingga tidak ada alternatif lain. Berarti itu sudah pemasungan dari kehendak masyarakat itu sendiri," tegasnya.

Lebih lanjut, Herman menegaskan, perlawanan kotak kosong itu bukan murni keinginan masyarakat, tapi keinginan parpol.

Partai politik menurutnya, pasti sudah dipersiapkan sedemikian rupa oleh orang yang memiliki biaya besar. Karena semua orang tahu, pemilu memerlukan biaya yang cukup besar.

"Pada akhirnya, pemilihan kepemimpinan tak memiliki alternatif lain lagi. Sehingga membuat masyarakat kecewa. Demokrasi kita tak berjalan lagi," pungkasnya. (*)

Informasi Terkini Tribun Pontianak Kunjungi Saluran WhatsApp

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kalbar Hari Ini disini

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved