Idul Fitri

CONTOH Teks Khutbah Idul Fitri 1445 Hijriah, Kesedihan Berlalunya Ramadan Menuju Ketakwaan Hakiki

Bahan matera khutbah berikut ini bisa dibawakan jika kalian menjadi khatib pada Shalat Ied Idul Fitri 1445 Hijriah.

|
Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK/ENRO
Contoh Materi Khutbah Idul Fitri 1445 Hijriah. Kesedihan Berakhirnya Ramadhan untuk menuju ketakwaan yang hakiki. 

Karakter dermawan yang konstan dan tidak berubah berdasarkan situasional seperti ini merupakan hal berat. Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk mempunyai ikatan kuat dengan harta, apalagi yang diperoleh dengan cara susah payah.

Seseorang yang telah mampu mengeluarkan hartanya untuk membantu orang lain tanpa ada imbalan atau pamrih, maka itu merupakan tanda bahwa orang tersebut telah mampu menguasai perasaan dan nafsunya, yang secara naluriah senantiasa berusaha mempertahankan harta tersebut.

Orang yang telah memiliki karakter dermawan ini telah melewati pertentangan batin dalam dirinya. Ia telah mengalahkan nafsu serakahnya.

Perhitungannya tidak lagi menggunakan matematika kapitalis, bahwa harta yang dikeluarkan akan mengurangi hartanya. Ia telah menggunakan perhitungan matematika ilahiyah; bahwa harta yg diinfakkan untuk membantu orang lain pada dasarnya tidak berkurang, tapi justru akan bertambah. Karena Allah menjanjikan balasan yg berlipat ganda di dunia ini, ataupun di akherat kelak.

وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُه ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ (سبأ: 39)

Artinya: “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya”.

Kedua, karakter terbiasa menahan marah. (وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ). Marah merupakan kondisi psikologi yang terjadi ketika seseorang merasa kecewa, tertekan, atau terancam. Banyak cara untuk menyalurkan rasa marah, mulai dari cara yang sehat sampai tidak sehat. Marah yang tidak sehat biasanya ditandai dengan berteriak, mengkritik, atau berkelahi dengan orang lain.

Marah merupakan penyakit yang dapat menimbulkan kerusakan fatal. Seseorang yang marah, maka akal sehatnya menjadi hilang dan mata batinnya tertutup sehingga apapun yg keluar darinya tidak akan dilandaskan pada akal sehat dan kejernihan hati.

Oleh karenanya, apabila sedang marah, sebaiknya berdiamlah, jangan mengambil keputusan apapun, lebih-lebih keputusan yang strategis. Tunggu sampai marahnya mereda. Jika memungkinkan, ambil wudhu dan laksanakan shalat. Ini berlaku untuk siapapun tidak memandang derajat sosial.

Di rumah tangga, saat ada masalah dengan pasangan hidup yang disebabkan oleh masalah apapun, segera berdiamlah, kunci mulut. Karena saat marah itu semua kebaikan pasangan akan hilang semua. Yang nampak hanyalah kejelakan dan kekurangannya. Maka tidak heran keretakan dalam rumah tangga biasanya diputuskan saat marah.

Jika terjadi perselisihan, ikutilah anjuran Rasulullah, yaitu tidak lebih dari 3 hari. Setelah itu segera lakukan rekonsiliasi. Begitu juga di ranah publik, tidak jarang permasalahan tertentu menyulut kemarahan. Dan di saat marah itu mengambil keputusan yang strategis. Maka keputusan itu dapat diyakini tidak membawa kemashlahatan, karena diputuskan dengan tanpa kejernihan hati dan akal sehat.

Maka ayat ini mengingatkan, bahwa orang yang marah tapi dia bisa menahan dan menekan amarahnya itu, maka itu tanda termasuk orang yang muttaqin. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَظمَ غَيْظًا وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَى إِنْفَاذِهِ مَلَأَ اللهُ قَلْبَهُ أَمْنًا وَإِيْمَانًا

Artinya: “barangsiapa mampu menahan amarahnya, sedang dia mempunyai kesempatan untuk menumpahkan amarahnya itu, maka Allah memenuhi hatinya dengan kedamaian dan keimanan.” Di hadits lain Rasulullah SAW bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ، لَكِنَّهُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

Artinya: “orang yang kuat itu bukan yang jago berkelahi, akan tetapi orang yang mampu menahan diri di saat marah”.

Ketiga, karakter Pemaaf (وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ). Dalam kehidupan, setiap orang pasti memiliki kesalahan pd orang lain, sedikit atau banyak, sesuai derajat kesalahannya.

Tidaklah mudah memaafkan kesalahan orang lain, apalagi jika kita dalam posisi yang jelas-jelas benar. Orang yang bertakwa tidak memedulikan itu, dia akan memaafkan kesalahan orang lain. Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَكُونُ الْعَبْدُ ذَا فَضْلٍ حَتَّى يَصِلَ مَنْ قَطَعَهُ وَيَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَهُ وَيُعْطِي مَنْ حَرَّمَهُ

Artinya: “seorang hamba tidak memiliki keutamaan sampai dia mampu tetap menyambung tali silaturrahim dari orang yang telah memutusnya, memberi maaf orang yang menzaliminya, dan memberi kepada orang yang menghalanginya”.
Dalam kitab at-tafsir al-kabir disebutkan sebuah Riwayat sabda nabi Isa ‘alaihis salam:

لَيْسَ الْإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَحْسَنَ إِلَيْكَ، ذَلِكَ مُكَافَأَةُ، إِنَّمَا الْإِحْسَانُ أَنْ تُحْسِنَ إِلَى مَنْ أَسَاءَ إِلَيْكَ.

Artinya: “tidak disebut perbuatan baik jika kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik padamu. Itu semata imbal balik.
Sesungguhnya perbuatan baik itu jika kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk padamu”.

Keempat, Cepat menyadari kesalahan dan segera memperbaiki diri. (وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ). Orang yang baik itu bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan. Karena setiap orang pasti pernah menjalani kesalahan.
Dalam kitab tafsir al-Kasyaf menyebutkan:
اَلْفَاحِشَةُ مَا يَكُونُ فِعْلُهُ كَامِلًا فِي الْقُبْحِ. وَظُلْمُ النَّفْسِ: هُوَ أَيُّ ذَنْبٍ كَانَ مِمَّا يُؤَاخِذُ الإِنْسَانُ بِهِ.
Artinya: “arti al-fahisyah di ayat tersebut ialah aktifitas yang sepenuhnya tercela, sedangkan mendzalimi diri artinya kesalahan (kecil) yang berasal dari pergaulan antar manusia”.

Orang yang baik itu orang yang segera sadar setelah menjalani dua atau salah satu dari dua jenis kesalahan itu, lalu segera bertaubat atas kesalahannya itu. Hal ini juga masuk dalam tanda orang bertakwa. Para ulama menyatakan:
لَيْسَ الصَّغَائِرُ بِالإِسْتِمْرَارِ # وَلَيْسَ الْكَبَائِرُ بِالإِسْتِغْفَارِ
Artinya: “tidak ada namanya dosa kecil, jika dilakukan berulang-ulang. Dan tidak ada namanya dosa besar, jika segera diikuti permohonan ampun”.

Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia…

Empat karakter tersebut merupakan penjelasan al-Quran tentang tanda-tanda ketakwaan. Siapa orang yang mampu menjadikannya sebagai karakter diri, dan diwujudkan dalam kehidupan keseharian, maka orang tersebut disebut orang bertakwa.

Puasa Ramadhan disebutkan oleh Alquran tujuannya ialah agar orang yang menjalankan puasa menjadi orang bertakwa, yang artinya memiliki empat karakter tersebut. Saat ini kita telah berada di hari raya iedul fitri. Artinya kita telah menjalankan puasa selama bulan Ramadhan. Pertanyaannya apakah kita telah menjadi orang bertakwa, yaitu orang yang memiliki empat karakter di atas?

Dalam kesempatan yang baik ini, di hari yang fitri ini, saya mengajak kita semua untuk berusaha keras dengan sekuat tenaga untuk menjalankan empat karakter tersebut di kehidupan keseharian kita. Hari-hari kita selepas Ramadhan kita upayakan untuk terus dihiasi dengan karakter terpuji (al-akhlak al-mahmudah) tersebut sehingga kita pantas disebut dengan orang yang bertakwa. Dan itu artinya puasa yang telah kita jalani selama Ramadhan telah mencapai tujuannya, sebagaimana disebut oleh Alquran al-karim.
بارك الله لي ولكم وتقبل الله صيامنا وصيامكم وجعلنا وإياكم من العائدين والفائزين والمقبولين والحمد لله رب العالمين.
KHUTBAH KEDUA
اللهُ أَكْبَرُ، (x7 ) لاَ إلِهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَاماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرْ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرْ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ! اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمْ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنْ، وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنْ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اَللّهُمَّ انْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْفَاجِرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. آمِيْنَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، والحمد لله رب العالمين.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

‎Ikuti saluran Tribun Pontianak di WhatsApp: KLIK DISINI

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved