Idul Fitri

CONTOH Teks Khutbah Idul Fitri 1445 Hijriah, Kesedihan Berlalunya Ramadan Menuju Ketakwaan Hakiki

Bahan matera khutbah berikut ini bisa dibawakan jika kalian menjadi khatib pada Shalat Ied Idul Fitri 1445 Hijriah.

|
Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK/ENRO
Contoh Materi Khutbah Idul Fitri 1445 Hijriah. Kesedihan Berakhirnya Ramadhan untuk menuju ketakwaan yang hakiki. 

Idul Fitri merupakan fase akhir dari semua aktifitas ibadah selama Ramadhan.

Kesungguhan atau mujahadah yang kita lakukan dalam mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) selama Ramadhan ditutup dan disempurnakan dengan aktivitas di hari raya Idul Fitri.

Puasa, qiyamullail, tadarus Alquran, itikaf, sedekah, dan amal kebaikan lainnya merupakan upaya kita sebagai hamba untuk menggapai ridha Allah SWT dan upaya mendekatkan diri kepadaNya. Semoga aktivitas ibadah dan amal shaleh yang kita lakukan selama Ramadhan dapat mencuci dan membersihkan diri kita yang selama ini bergelimang dosa dan kesalahan.

Hari ini kita telah kembali menjadi fitri atau bersih, sebagaimana dulu kita dilahirkan oleh Ibu kita. Karena itu hari raya ini disebut Idul Fitri, artinya kembali kepada fitrah manusia. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ... الحديث

Artinya: “setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih)….”

Oleh karenanya, di hari yang fitri ini, penting bagi kita untuk menyempurnakannya dengan bersilaturahim antarkerabat, antar teman dan sahabat, serta antar tetangga untuk saling memohon maaf dan saling memaafkan kesalahan dan kekhilafan. Sebab setiap anak manusia pasti mempunyai kesalahan, dan sebaik manusia adalah yang meminta maaf atas kesalahannya tersebut.

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاؤُوْنَ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ اَلتَّوَّابُوْنَ

Artinya: “setiap manusia pasti punya kesalahan. Dan sebaik orang bersalah adalah yang meminta maaf”.

Sebagai bagian dari penyempurnaan ibadah selama Ramadhan ada satu ibadah lagi yang disyariatkan untuk dilaksanakan di bulan syawwal ini. Yaitu puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ.

Artinya: “barangsiapa telah berpuasa Ramadhan kemudian menyusulinya dengan puasa enam hari di bulan syawwal, maka pahalanya seperti pahala puasa setahun”.

Selain itu, di hari raya Idul Fitri ini juga menjadi momentum yang baik bagi kita semua untuk menghitung dan mengkalkulasi apakah ibadah yang kita lakukan telah kita resapi dengan baik, telah kita fahami dan internalisasi dengan seksama, sehingga tujuan disyariatkannya ibadah tersebut betul-betul membekas dalam diri kita dan teraktualisasi dalam kehidupan keseharian kita.

Setiap ibadah yang disyariatkan kepada kita, pasti ada tujuan di baliknya. Selain tujuan transendental, yaitu tujuan yang bersifat vertical hubungan antara kita sebagai hamba dengan Allah SWT sebagai Dzat Yang Mahakuasa, juga ada tujuan yang lebih khusus, yaitu pembentukan karakter positif bagi orang yang menjalaninya sehingga ukuran keberhasilan sebuah ibadah bukan hanya diukur dari sisi peningkatan religiusitas saja, tapi juga diukur sejauh mana nilai ibadah tersebut tertransformasi dalam karakter pribadi yang termanifestasi dalam kehidupan keseharian.

Misalnya ibadah shalat. Banyak yang memahami shalat merupakan aktifitas rihlah ruhaniyah (aktifitas spiritual) semata, yang tidak ada hubungannya dengan dunia. Padahal jika ditilik di ayat yang menyatakan syariat shalat, didapat tujuan
shalat yang tertulis (manshush) adalah agar shalat menciptakan karakter yang mencegah perbuatan keji dan munkar.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved