Jadi Narasumber di Rakorgub se-Indonesia, Harisson Sampaikan Isu Layanan Dasar Pendidikan di Kalbar
Dari data yang ada, sebanyak 32 persen dari total angka pernikahan, merupakan pernikahan dini. Angka tersebut dinilai masih relatif tinggi.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Try Juliansyah
Dan terserak, kata dia, untuk menggambarkan jumlah populasi dis atu desa,di satu dusun, yang sebenarnya sedikit-sedikit, atau tidak banyak.
“Itu yang menyebabkan anak-anak sulit mengakses sekolah, karena mereka ini misalnya tinggal di satu desa, tidak punya SD di desa itu atau SMP sehingga mereka harus pergi ke desa atau kecamatan lain yang jaraknya cukup jauh,” ujarnya.
Harisson mencontohkan, misalnya di daerah Kabupaten Bengkayang, Kapuas Hulu, dan Kayong Utara.
Terutama di daerah kepulauan yang sangat jauh akses untuk mendapat pelayanan pendidikan, sehingga menyebabkan warga sekitar tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Belum lagi, disebutkan Harisson, juga ada permasalahan mengenai kuantitas dan kualitas tenaga pendidik di Kalbar.
Untuk jenjang SMA/SMK saja misalnya, yang menjadi kewenangan Pemprov, saat ini masih membutuhkan sekitar 5.900 guru. Sedangkan di level kabupaten/kota, masih membutuhkan guru TK, SD, dan SMP sampai sekitar 40 ribu.
“Belum lagi masalah mutu, artinya misalnya ketika kita mengangkat tenaga honorer, itu sarjana hukum atau sarjana ekonomi yang sebenarnya bukan tenaga pendidikan, itu yang menyebabkan mungkin dalam penyampaian materi relatif kurang optimal,” jelasnya.
Selanjutnya yang masih menjadi masalah, Harisson menerangkan bahwa angka perkawinan anak di Kalbar juga masih tinggi.
Dari data yang ada, sebanyak 32 persen dari total angka pernikahan, merupakan pernikahan dini. Angka tersebut dinilai masih relatif tinggi.
“Jadi kadang-kadang begitu tamat SMA bahkan ada yang tamat SMP langsung dinikahkan oleh orang tuanya. Ini menyangkut regulasi sebenarnya, kalau regulasinya ketat bahwa 19 tahun baru boleh menikah, tidak ada istilah dispensasi, mungkin anak-anak akan terus sekolah. Tetapi begitu ada peraturan 19 tahun tidak boleh menikah, tetapi kalau mau mengajukan permohonan izin, lalu diberikan izin, inikan percuma kita membuat aturannya,” paparnya.
Ditambah lagi, banyak juga anak-anak di Kalbar, karena untuk membantu ekonomi keluarga, mereka harus bekerja dan meninggalkan sekolah.
Semisal ada pelajar SM yang bekerja ke kebun sawit atau bahkan ada yang bekerja di Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).
“Karena di PETI itu mereka satu minggu bisa menghasilkan tiga juta rupiah, pasti anak-anak akan tergiur untuk bekerja daripada sekolah, disamping untuk membantu orang tua, lalu mereka juga akan memegang uang,” terangnya.
Persoalan lainnya dipaparkan Harisson, ada juga penduduk yang berusia 25 tahun ke atas tapi belum menamatkan pendidikan.
Misalnya ada yang belum tamat SMA, tetapi sudah bekerja di sebuah perusahaan. Para pekerja yang belum lulus SMA ini, ketika diminta untuk mengikuti pendidikan penyetaraan, mereka banyak yang tidak mau.
Update Harga Sembako di Kalimantan Barat Hari Ini Terbaru: Cabai Naik, Bawang dan Daging Turun |
![]() |
---|
Gubernur Kalbar Ria Norsan Imbau Massa Aksi Jaga Kondusifitas dan Sampaikan Aspirasi dengan Damai |
![]() |
---|
Aksi Damai Berlanjut ke Bundaran Digulis |
![]() |
---|
6 Fakta Dibalik Sosok Salsa Erwina Hutagalung Tantang Ahmad Sahroni Debat Terbuka |
![]() |
---|
Klasemen Super League Indonesia Terbaru usai Persija Perpanjang Rekor Buruk Dewa United FC |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.