Berita Viral
Beda PNS! Curhat Pegawai Swasta Mengeluh Harus Ngantor di Tengah Polusi Udara Jakarta
Curhatan pegawai maupun karyawan swasta yang wajib ngantor alias WFO sementara PNS boleh WFH ditengah polusi udara di Jakarta.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Curhatan pegawai maupun karyawan swasta yang wajib ngantor alias WFO sementara PNS boleh WFH ditengah polusi udara di Jakarta menjadi Berita Viral hari ini Selasa 8 Agustus 2023.
Ragam curhatan datang dari para pekerja kantoran yang masih harus berjibaku dengan tingginya polusi udara Jakarta saat ini.
Meski Pemprov DKI sudah memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) bagi sebagian besar pegawainya, pekerja kantoran swasta di Jakarta masih harus ke kantor dan menghirup polusi.
Sejumlah pekerja mengeluh jatuh sakit karena terpapar polusi setiap harinya, mulai dari sinusitis yang kambuh, kulit wajah bruntusan (breakout), hingga batuk.
Kristo (27) misalnya. Pegawai swasta di Jakarta yang tinggal di Tangerang ini mengaku sinusitisnya kambuh akibat terpapar udara tak sehat di jalanan Ibu Kota.
• Penyebab Sinyal 3G Telkomsel Mendadak Hilang di Seluruh Indonesia
Ia yang dulunya perokok aktif kini sudah tidak lagi merokok.
"Pas kuliah aku ngerokok, sekarang aku udah enggak ngerokok lagi. Gara-gara sinusku kronis ketumpuk debu. Terima kasih polusi Jakarta, kini aku sinusitis kronis," kata dia kepada Kompas.com di Stasiun Manggarai, Senin.
Keluhan lain datang dari pekerja kantoran bernama Esther (25).
Meski tidak parah, Esther mengaku cukup terganggu dengan batuk dan sakit tenggorokan beberapa waktu terakhir.
Batuk-batuk ini pun, kata dia, dialami beberapa rekan kerjanya di kantor.
Apalagi, mereka yang berangkat dari rumah menggunakan sepeda motor.
"Beberapa temanku yang tiap hari WFO (work from office) dan naik motor pulang pergi dari kantor batuk-batuk kayaknya semenjak dua mingguan ini," kata Esther dalam kesempatan berbeda.
Esther yang suka olahraga lari di sekitar Gelora Bung Karno ini menyebutkan, buruknya kualitas udara membuat dia malas keluar. Ia kini hanya keluar rumah untuk berangkat kerja.
"Aku sih paling jadi khawatir karena suka olahraga outdoor lari di GBK. Malas saja, tadinya pengin cari sehat, takut malah dapat penyakit ha-ha," celetuk dia.
Batuk-batuk dan radang tenggorokan ini pun dirasakan pekerja kantoran lain bernama Anita (26).
"Untuk saat ini, yang aku rasakan udah mulai pilek sih. Mulai radang sekarang," kata Anita.
• Alasan Gaji Pensiunan Naik Lebih Tinggi Dibandingkan PNS TNI Polri Aktif, Janda Duda ASN Full Senyum
Anita mengaku kini lebih menjaga pola makannya dan menghindari makanan-makanan berminyak.
"Aku memang minum air putih lebih dari dua liter. Makanan juga dijaga memang lagi jauhin yang minyak-minyak," tutur dia.
Selain itu, bila tidak ada keperluan yang mengharuskannya ke luar rumah, Anita memilih menghabiskan waktu di rumah saja.
"Kalau kerjaanku memang enggak ada harapan sih buat WFH. Soalnya memang dituntut WFO kerjaannya.
Jadi ini aku juga mengurangi kegiatan di luar, memang dari kos ke kantor terus kantor ke kos. Kalau enggak penting kali memang enggak ada ke mana-mana aku," tandas dia.
Modifikasi Cuaca
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan di wilayah DKI Jakarta.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, modifikasi cuaca merupakan penanganan jangka pendek ketika kota berada dalam kepungan polusi udara.
Selain DKI Jakarta, modifikasi cuaca juga dilakukan di kota lain, meliputi Bandung dan Semarang.
"Kita sudah mulai melakukan TMC dengan arahan Bapak Presiden terkait kondisi udara. Enggak cuma di Jakarta, tapi di Bandung, Semarang, dan lain-lain kita sudah mulai TMC dari tanggal 19-21 (Agustus) terakhir," kata Abdul Muhari dalam konferensi pers secara daring, dikutip dari YouTube Kompas.com, Selasa 22 Agustus 2023.
Pria yang karib disapa Aam ini menuturkan, TMC dilakukan bersama dengan BMKG, BRIN, TNI, dan Polri. Dengan modifikasi ini, ia berharap hujan akan turun minimal 2-3 kali satu minggu untuk membilas polusi udara.
Dia tidak memungkiri bahwa dampak polusi lebih terasa pada puncak musim kemarau di Agustus-September 2023 karena tidak terbilas dengan air hujan.
Padahal, sejatinya tingkat polusi kurang lebih sama dengan posisi awal tahun hingga pertengahan Mei 2023, di mana hujan terjadi hampir setiap hari. Dengan begitu, masyarakat seolah tidak merasakan dampak signifikan polusi udara.
"Kok di awal tahun tidak terasa? Karena ter-flushing terus oleh hujan, sehingga partikel-partikel debu polutan yang ada di udara ter-flushing. Begitu kemarau enggak ada yang flushing atau bersihin, ini kenapa kita benar-benar merasa kualitas udara karena polutan akan tetap stay," beber Aam.
Namun demikian, Aam memastikan bahwa pemerintah akan membuat langkah jangka panjang untuk mengurangi polusi udara di masa depan.
"Tentu saja nanti akan ada kebijakan jangka panjang yang akan kita laksanakan. Tapi untuk saat ini, kita fokus dulu untuk penanganan jangka pendek yang bisa kita lakukan. Paling tidak sampai kemarau ini, ya kalaupun (hujan) tidak akan tiap hari, minimal 2-3 kali seminggu," ucap Aam.
Lebih lanjut, Aam menyampaikan, modifikasi cuaca juga sempat terkendala dengan minimnya pertumbuhan awan hujan di sebagian wilayah.
Wilayah-wilayah tersebut meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat bagian selatan, Kalimantan Tengah bagian selatan, Kalimantan Selatan, Pulau Sulawesi dari tengah kw selatan, Papua dari tengah ke Selatan, hingga ke sebagian Jawa Bali dan Nusa Tenggara.
• Naik 8 Persen, Cara Menghitung Besaran Kenaikan Gaji Pokok PNS dan PPPK Plus Tunjangan Tahun 2024
Tidak adanya pertumbuhan awan hujan membuat modifikasi cuaca sulit dilakukan, mengingat teknik modifikasi memanfaatkan garam yang ditaburkan di awan-awan.
"(Wilayah-wilayah) Yang di bawah ekuator itu sama sekali tidak ada awan. Jadi ini kondisi-kondisi yang halangi kita, misalkan ketika kita ingin mengisi ulang waduk di sepanjang Jawa untuk memastikan ketersediaan air bersih masyarakat dengan TMC," jelas Aam.
"Kita tahu TMC bisa bekerja dengan menabur garam di awan. Tapi kalau enggak ada awannya, enggak bisa kita melakukan menurunkan air hujan itu," imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News
FAKTA di Balik Video Kontroversial Anggota DPRD Gorontalo Terungkap! Wahyudin Ngaku Diperas |
![]() |
---|
KLARIFIKASI Wakil Kepala BGN soal Surat Perjanjian SPPG-Penerima Manfaat Rahasiakan Keracunan MBG |
![]() |
---|
LIVE Jam Puncak Gerhana Matahari Sebagian Hiasi Langit Indonesia Malam Ini 21 September 2025 |
![]() |
---|
MISTERI Kelangkaan BBM di SPBU Swasta Indonesia hingga Pakar Ungkap Fenomena Apa yang Melanda |
![]() |
---|
FAKTA-Fakta Skandal Kapolsek Brangsong dengan Guru PAUD Janda 2 Anak, Digrebek Warga Usai Demo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.