GPPK Menolak RUU Perkoperasian dan RUU Omnibus Law P2SK
Pihaknya, menilai dua RUU tersebut bukan melindungi Koperasi, namun justru kedua RUU tersebut cenderung otoriter, merebut kuasa kedaulatan anggota Kop
Penulis: Faisal Ilham Muzaqi | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK) menolak RUU Perkoperasian & RUU Omnibs Law P2SK.
Pasalnya, saat ini pemerintah sedang menyiapkan RUU Perkoperasian. Di saat yang bersamaan, DPR dan Pemerintah juga sedang membahas RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
"GPPK berpendapat, substansi kedua RUU tersebut gagal total memahami identitas Koperasi sebagai perwujudan demokrasi ekonomi rakyat dari, oleh dan untuk anggota, berasaskan semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1," ungkap John Bamba selaku Mantir Pancur Kasih / Ketua GPPK saat Konferensi Pers, Sabtu 12 November 2022.
Pihaknya menilai, semangat maupun substansi dua RUU tersebut justru bisa mematikan gerak Koperasi dengan membolehkan banyak pihak non-anggota mengintervensi Koperasi yang pada akhirnya menggerogoti Koperasi itu sendiri.
Pihaknya, menilai dua RUU tersebut bukan melindungi Koperasi, namun justru kedua RUU tersebut cenderung otoriter, merebut kuasa kedaulatan anggota Koperasi karena semangat korporasi sengaja disusupkan ke kedua RUU tersebut.
• Ngopi Presisi Bersama, Kapolres Kayong Utara Polda Kalbar Tampung Keluh Kesah Masyarakat
"Modal utama Koperasi adalah manusia. Bukan money capital, karena Koperasi merupakan kumpulan orang-orang yang saling percaya, bekerja sama, bergotong-royong dengan potensinya sendiri membangun kualitas moral dan fisik anggota melalui pendidikan mental spiritual dan keterampilan," jelasnya.
Untuk itu, John Bamba menerangkan, bahwa regulasi yang dibutuhkan Koperasi adalah regulasi yang ramah, yang berpihak kepada jiwa, nilai-nilai dan prinsip Koperasi.
Oleh karena itu, GPPK menyatakan menolak terhadap dua RUU tersebut.
Penolakan tersebut, menurutnya, bukan tanpa alasan. Bahkan pihaknya telah mencatat 7 alasan penolakan terhadap dua RUU tersebut. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. RUU Omnibus Law P2SK merupakan bagian dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang telah dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XIX/2021 (Pasal 191 & Pasal 192 RUU Omnibus Law P2SK). Sehingga secara yuridis, RUU Omnibus P2SK bahkan inkonstitusional karena mengacu pada UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 2021.
2. Menjadikan Menteri Koperasi dan UMKM sebagai penentu hidup matinya Koperasi (Pasal 118 RUU Perkoperasian). Entitas dari luar Koperasi, bahkan Menteri sekali pun tak berhak mengintervensi Koperasi. Termasuk dalam pembubarannya. Sebab, para anggota, melalui forum RAT atau RALB lah yang berhak membubarkan Koperasi. Bukan Menteri, karena bukan wilayah kuasanya.
3. Pembentukkan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota yang akan merusak kemandirian dan kedaulatan Koperasi (Pasal 102 RUU Perkoperasian). Intervensi entitas eksternal dalam bentuk apa pun menyalahi prinsip keswadayaan, kemandirian dan independensi Koperasi.
4. Menjadikan OJK maupun Otoritas Pengawas Koperasi sebagai perampas kedaulatan Anggota Koperasi sebab dijadikan sebagai penentu absolut kesehatan dan kepengurusan Koperasi (Pasal 192, khususnya perubahan ketentuan Pasal 44 menjadi Pasal 44A s.d Pasal 44U RUU Omnibus Law dan Pasal 91 RUU Perkoperasian). Otoritas Pengawas Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan hanyalah akal-akalan saja untuk mengendalikan standarisasi dan profesionalitas organ Koperasi.
5. Membuka peluang terjadinya kooptasi terhadap Koperasi melalui pembentukkan lembaga yang mengklaim diri sebagai pembawa aspirasi dan perwakilan Koperasi (Pasal 159 RU Perkoperasian). Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia pun tidak diperlukan karena dapat menjadi parasit yang menggerogoti bangunan organisasi Koperasi.
6. Menjadikan pihak luar yang tidak berkaitan langsung dengan Koperasi sebagai penentu kompetensi dalam pengembangan dan pendidikan Koperasi (Pasal 155 RUU Perkoperasian), di mana secara kelembagaan, Koperasi mampu melakukannya sendiri.
