Digugat Pra Peradilan, Polda Kalbar Diputuskan Buka Kembali Kasus Kematian Apin Warga Sanggau

"Dan pada kesimpulan itu yang menyebabkan kematian itu terhalangnya oksigen ke Paru - paru karena pembekapan,"katanya.

Penulis: Ferryanto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK/SYAHRONI
Pengadilan Negeri Sanggau 

TRIBUN PONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Polres Sanggau digugat Pra Peradilan atas penghentian penyelidikan meninggalnya Hendrikus Hendra alias Apin warga Desa Embala, Kecamatan Parindu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat pada beberapa waktu lalu.

Pada sidang Pra Peradilan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Sanggau, hakim mengabulkan gugatan pihak keluarga yakni Santi Anisa adik kandung apin untuk membuka kembali penyelidikan terkait kematian Apin, yang mana pihak keluarga menilai terdapat kejanggalan terhadap kematian korban.

Keputusan Pra Peradilan tersebut dikabulkan oleh Hakim Tunggal Eliyas Eko Setyo dalam persidangan yang di gelar di Pengadilan Negeri Sanggau 15 Agustus 2022.

Sebelumnya, Apin ditemukan meninggal dirumahnya pada 12 Oktober 2021, lalu pada tanggal 17 Oktober 2021, Adik Korban Santi Anisa membuat laporan ke Polres Sanggau atas dugaan pembunuhan terhadap Apin.

Kejaksaan Negeri Sanggau Musnahkan Barang Bukti dari Perkara yang Sudah Inkrah

Kemudian, pada tanggal 25 Oktober 2021, otopsi terhadap jenazah Apin dilakukan.

Dihubungi Tribun Pontianak, Nia Sulistiani Sinaga SH, kuasa hukum korban menyampaikan dalam putusannya Hakim mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya, pada poin kedua menyatakan surat perintah penghentian penyidikan yang dikeluarkan oleh Satreskrim Polres Sanggau tidak sah menurut hukum.

Poin ketiga, memerintahkan Polres Sanggau untuk melanjutkan penyelidikan perkara yang dilaporkan oleh pihak kelompok atau termohon.

Poin empat, Hakim memutuskan untuk mengalihkan penyelidikan kasus tersebut dilimpahkan ke Polda Kalbar.

"Untuk pelimpahan kasus ini ke Polda Kalbar karena kami menilai Polres Sanggau tidak profesional, ada kesalahan - kesalahan dari prosedur penyelidikan yang mereka lakukan,"ujarnya, selasa 23 Agustus 2022.

Dari hasil otopsi terhadap jasad korban oleh ahli forensik menyatakan bahwa meninggalkan korban apin karena terhalangnya oksigen masuk ke paru - paru dikarenakan pembekapan.

Selain itu pada tubuh korban juga ditemukan sejumlah bekas luka.

"Dan pada kesimpulan itu yang menyebabkan kematian itu terhalangnya oksigen ke Paru - paru karena pembekapan,"katanya.

"Tapi kenapa jadinya malah di SP3, dan selama ini pemohon tidak pernah diberitahu apa penyebab meninggalnya almarhum, dan keterangan yang diberikan ke pemohon selalu berubah - ubah. Alasan mereka selalu nanti itu akan dibuka dipersidangan, bahkan saat sudah terbit SP3, pemohon tidak diberitahukan penyebab kematian pak Apin ini,"katanya.

Seharusnya pemohon berhak mengetahui hasil otopsi pihak keluarganya yang meninggal tersebut, karena tidak ada dasar hukum yang melarang bahwa pemohon tidak diperkenankan mengetahui hasil otopsi.

Dengan dibuka kembali penyelidikan kasus tersebut dan dilimpahkan ke Polda Kalbar, pihaknya berharap kepolisian khususnya Polda Kalbar dapat profesional dan transparan dalam menangani kasus tersebut.

"Harapan kami ingin bisa terungkap kebenaran yang sebenarnya - benarnya atas kematian mendiang Apin, karena pemohon ini adik kandung apin sendiri yang sangat merasa kehilangan atas meninggalnya yang bersangkutan,"tuturnya.

Sebelum ditemukan meninggal dunia, dari rekaman CCTV yang ada di rumah Apin terlihat masih dalam keadaan baik - baik saja, tidak dalam keadaan sakit.

Disisi lain, Kabid Humas Polda Kalbar Kombespol Raden Petit Wijaya, Polda Kalbar siap menjalankan putusan Pengadilan.

"Iya. Terkait hal tersebut maka kewajiban polri melaksanakan putusan pra peradilan tersebut, dan untuk penanganan penyidikannya selanjutnya dilimpahkan ke polda kalbar,'ujarnya. Selasa 23 Agustus 2022. (*)

Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved