Pola Hidup Sehat
Disebut Sindrom Patah Hati, Penyebabnya dari Stres dan Gampang Emosi, Kok Bisa?
Lazimnya emosi bisa dikontrol. Namun apabila emosi atau stres sudah berlebihan, kita bisa terkena sindrom patah hati (Tokotsubo cardiomyopathy).
Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Maudy Asri Gita Utami
Selain nyeri di bagian dada yang mirip gejala serangan jantung, pengidap sindrom patah hati juga jamak mengalami sesak napas, mual, muntah, dan jantung berdebar.
Kendati beberapa gejalanya gampang dikenali, perlu pengujian lebih lanjut dari ahlinya untuk menyimpulkan seseorang didiagnosis sindrom patah hati.
"Sekitar 95 persen pasien bisa pulih dalam satu atau dua bulan. Tingkat keberhasilan penyembuhan biasanya cukup tinggi. Kematian pada pasien yang tidak memiliki riwayat komplikasi jarang terjadi. Angkanya di bawah 3 persen," jelas Decker.
• Peran Orangtua Dalam Menjaga Kesehatan Mental Anak Penyitas Thalasemia
Antisipasi
Melihat faktor risiko orang dengan tingkat stres tinggi bisa terserang sindrom patah hati, satu-satunya langkah antisipasi adalah mengelola emosi.
Sekilas istilah mengelola emosi memang terdengar sederhana, namun tidak mudah bagi orang yang mengalami sindrom tersebut.
Seperti yang dialami Joanie Simpson saat putrinya meninggal dunia. Ia butuh waktu cukup lama agar bisa lepas dari sindrom patah hati. Ia berupaya keras berpikir santai. Setelah tiga tahun terapi medis, kini ia sudah baik-baik saja.
Ia juga mencoba rileks dengan memiliki binatang peliharaan, bersenang-senang dengan pasangan, dan sesekali bepergian dengan teman baiknya.
Sejumlah pasien juga diberi terapi medis dengan cara diberi obat untuk membantu memperbaiki dinding jantung. (*)
Cek Berita dan Artikel Mudah Diakses di Google News