Ketua MUI Tegaskan Hukum Menikah Beda Agama Tidak Sah
Hal ini disampaikan Cholil Nafis untuk menjawab banyaknya pertanyaan yang disampaikan mengenai hal tersebut.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menegaskan, bahwa nikah beda agama tidak sah.
Hal ini disampaikan Cholil Nafis untuk menjawab banyaknya pertanyaan yang disampaikan mengenai hal tersebut.
"Menjawab banyak pertanyaan ttg nikah beda agama maka saya tegaskan menurut fatwa MUI hukumnya tdk sah, baik pernikahan beda agama yg muslim maupun yg muslimah . Selanjutnya saya terserah anda," tulisnya di akun Twitter.
Dalam postingannya, Cholil Nafis juga mengunggah capture Fatwa MUI tentang Perkawinan Beda Agama yang ditandatangani KH Ma'ruf Amin.
• Tersangka Kasus Tipikor Pembangunan MTs Maarif NU Kapuas Hulu Ditahan ke Rutan Putussibau
Dituliskan dalam fatwa tersebut bahwa pernikahan beda agama haram dan tidak sah.
Beberapa waktu terakhir, viral di media sosial tayangan video pendek tentang peristiwa pernikahan beda agama di sebuah gereja di Semarang.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengaku sudah berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Tengah.
Dirinya memastikan pernikahan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
• Pisah Harta, Isi Perjanjian Pranikah Venna Melinda dan Ferry Irawan Ditentang Notaris
“Peristiwa pernikahan beda agama yang viral di media sosial itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama atau KUA,” tegas Wamenag di laman Kemenag.
Wamenag menjelaskan bahwa sampai saat ini regulasi yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
“Pasal ini bahkan pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2014, dan sudah keluar putusan MK yang menolak judicial review tersebut,” jelasnya.
“Artinya, ketentuan pasal 2 ayat 1 UU perkawinan masih berlaku,” sambungnya.
Sesuai ketentuan tersebut, Wamenag mengajak masyarakat untuk melihat persoalan pernikahan ini dengan mengembalikannya pada ketentuan hukum yang berlaku.
Sebab, perkawinan adalah peristiwa sakral yang tidak hanya dinilai sah secara administrasi negara tetapi juga sah menurut ketentuan hukum agama.