Pro Kontra Permendikbud Kekerasan Seksual, Ketum KOHATI BADKO Kalbar Angkat Suara

Berdasarkan hal tersebut, Ketua Umum Korp HMI Wati (Ketum KOHATI) Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Kalimantan Barat (KALBAR) Fitr

Penulis: David Nurfianto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
ANGKAT SUARA - Ketua Umum KOHATI BADKO HMI Kalimantan Barat, Fitri Radiantini angkat suara terkait Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi atau tingkat universitas. Kamis 18 November 2021 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Munculnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud-Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi atau tingkat universitas beberapa waktu lalu menuai pro dan kontra di beberapa kalangan.

Berdasarkan hal tersebut, Ketua Umum Korp HMI Wati (Ketum KOHATI) Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Kalimantan Barat (KALBAR) Fitri Radiantini angkat suara.

Fitri mengatakan bahwa Kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan Perguruan Tinggi tentunya sudah sangat mencuat bahkan dari beberapa korban yang mengalami, enggan untuk berbicara atau speckup.

Tolak Kedatangan Jokowi, PTKP BADKO HMI Kalbar : Jangan Datang Hanya untuk Pencitraan

Menurutnya, hal tersebut dikarenakan pelaku dari kekerasan seksual bukan lah dari kalangan orang biasa, melainkan orang yang memenuhi jabatan struktural dari kampus.

"Belum lagi ketika korban berusaha speckup malah korban yang dijadikan sebagai korban kambali atas dugaan pencemaran nama baik ataupun mendapatkan sangsi sosial seperti disalahkan dan dikucilkan,” ujarnya kepada Tribun. Kamis 18 November 2021

[Update Informasi Seputar Kota Pontianak]

Selama ini, Fitri mengatakan Dirinya sering membuat kajian yang melibatkan seluruh elemen yang berkaitan dengan keperempuanan.

Fitri menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kajian yang didapat Sepanjang Tahun 2015-2020, Komnas Perempuan menerima 27% aduan kasus kekerasan seksual pada lingkungan Perguruan Tinggi, dari seluruh aduan yang masuk pada lembaga pendidikan.

Hal tersebut, dikatakan Fitri diperkuat oleh survey dari Mendikbudristek tahun 2019, yang mencatat Sekolah atau Kampus menduduki posisi ke tiga tertinggi dari tindakan kekerasan sebesar 15%.

"Dengan hasil kajian yang seperti ini membuktikan sekolah atau kampus tidak ada bedanya dengan seperti club malam yang seharusnya menjadi wadah pendidik, tapi hanya sebatas bangunan yang dipenuhi bangku dan meja belajar," ungkapnya

Untuk itu, Fitri mengungkapkan dengan beberapa permasalahan yang terjadi sehingga diperlukannya aturan khusus yang lebih consent terhadap kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Diketahui, Pada tanggal 31 Agustus 2021 Mendikbudristek Nadiem Makarim telah menandatangani Permendikbud-Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi, namun permen PPKS ini menuai berbagai macam pro dan kontra.

Terjadinya pro dan kontra tersebut, dinilai Fitri karena adanya diksi yang multitafsir pada Pasal 5 ayat 2.

"Pasal 5 ayat dua menjadi sorotan oleh beberapa pihak yang kontra akan permen tersebut, karena menyebabkan multitafsir atas diksi "persetujuan korban" yang mengarah kepada melegalkan perzinaan," imbuhnya

Menurutnya, permen PPKS ini sangat bagus untuk dihadirkan dan di terapkan, akan tetapi diksi yang dipandang multitafsir itu segara dilakukan perbaikan.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved