Biografi KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah

Di lingkungan itulah beliau menimba berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, termasuk agama Islam dan bahasa Arab.

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Kompasiana via Tribunnews
KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Muhammadiyyah lahir pada 18 November 1912/8 Dzullhijjah 1330.

KH Ahmad Dahlan adalah sosok dibalik lahirnya Muhammadiyah.

KH Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil Muhammad Darwis.

Beliau lahir dari kedua orang tua yang dikenal alim, saleh, dan shalihah, yaitu KH. Abu Bakar, Imam Masjid Besar Kauman Kasultanan Yogyakarta serta Nyai Abu Bakar (putri H. Ibrahim, Penghulu Kraton Kasultanan Yogyakarta).

KH Ahmad Dahlan adalah keturunan ke dua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali yang termasuk Walisanga serta dikenal sebagai salah satu ulama penyebar dan pengembang Islam di tanah Jawa.

Biografi Syaikh Abdur Rauf As-Singkili: Mufti Kerajaan Aceh yang Punya Karya Tafsir, Fiqh dan Hadits

Garis nasab KH. Ahmad Dahlan adalah putra KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiai Murtadla bin Kiai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana ‘Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.

KH Ahmad Dahlan dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil.

Di lingkungan itulah beliau menimba berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, termasuk agama Islam dan bahasa Arab.

Pada tahun 1883, saat masih berusia 15 tahun, beliau menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim selama lima tahun di Mekah guna mendalami ilmu agama dan bahasa Arab.

Dari situlah beliau berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaruan dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha, serta Ibnu Taimiyah.

Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam tersebut mempunyai pengaruh kelak di kemudian hari sehingga menampilkan corak keagamaan yang sama dengan kaum pembaharu.

Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang bertujuan memperbarui pemahaman keagamaan.

Dalam hal ini, paham keislaman di sebagian besar dunia Islam saat itu masih bersifat ortodoks (kolot).

Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, jumud (stagnasi), serta dekadensi (keterbelakangan) umat Islam.

Siapa Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Apa Peran Beliau dalam Perkembangan Islam di Indonesia?

Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus diubah dan diperbarui melalui gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved