Biografi KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah

Di lingkungan itulah beliau menimba berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, termasuk agama Islam dan bahasa Arab.

Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
Kompasiana via Tribunnews
KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. 

Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini sempat mendapatkan pertentangan dan perlawanan, baik dari keluarga maupun masyarakat sekitarnya.

Bahkan, ada pula orang yang hendak membunuh beliau.

Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.

Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua tantangan tersebut.

Pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar organisasinya mendapatkan status badan hukum.

Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914 melalui Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.

Namun, izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.

Pemerintah Hindia Belanda khawatir akan perkembangan organisasi ini sehingga kegiatannya pun dibatasi.

Walaupun ruang gerak Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri telah berdiri cabang Muhammadiyah.

Hal ini  jelas bertentangan dengan keinginan Pemerintah Hindia Belanda.

Untuk menyiasatinya, maka KH. Ahmad Dahlan menganjurkan agar cabang-cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah.

Adapun di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat bimbingan dari cabang Muhammadiyah.

Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah, KH. Ahmad Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin organisasi.

Selama hidupnya dalam aktivitas dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), di mana pada saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).

Di usia 66 tahun, tepatnya pada 23 Februari 1923, KH. Ahmad Dahlan wafat di Yogyakarta.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved