Putri Jenderal Ahmad Yani Ceritakan Kehidupannya Saat Hijrah ke Desa Setelah Peristiwa G30S/PKI

Bagi Amelia Yani, tinggal di desa berhasil melunturkan segala dendam, amarah, kebencian, dan penyakit hati lainnya yang selama ini dia rasakan.

Tribunewswiki
Demi menyembuhkan trauma peristiwa G30S/PKI, Amelia Yani bahkan memilih untuk hijrah ke pedesaan yang berada di wilayah Sleman, DIY. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Ingatan Amelia Yani sebagai putri dari Jenderal Ahmad Yani yang terbunuh pada 1 Oktober 1965 masih menyisahkan kepedihan.

Kita ketahui, peristiwa sejarah G30S/PKI tentunya masih segar diingatan mayarakat Indonesia.

Melansir dari Tribun Jabar, ada 7 perwira TNI yang diculik dan dibunuh dalam peristiwa G30S/PKI.

Peristiwa penculikan pada G30S/PKI ini dilakukan karena tudingan akan melakukan makar kepada Presiden Pertama Indonesia, Seokarno.

Daftar 7 Pahlawan Revolusi Korban Peristiwa G30S/PKI ! Enam Jenderal dan Satu Kapten TNI

Jenazah para perwira yang gugur ini kemudiang dibuang ke dalam sumur yang disebut sebagai Lubang Buaya.

Salah satu perwira TNI yang gugur dalam peristiwa ini adalah Jenderal Ahmad Yani.

Jenderal Ahmad Yani terbunuh pada 1 Oktober 1965 dini hari di rumahnya yang berada pada Kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Lalu melansir dari Tribun Makassar via Kompas.com melalui wawancara khusus wartawan Widianti Kamil, putri Jenderal Ahmad Yani, Amelia Yani pun menceritakan tentang kehidupannya.

Demi menyembuhkan trauma peristiwa G30S/PKI, Amelia Yani bahkan memilih untuk hijrah ke pedesaan yang berada di wilayah Sleman, DIY.

Kepindahan putri Jenderal Ahmad Yani tersebut terjadi pada 1998.

"Tapi, kemudian, saya pindah ke desa, saya pindah ke sebuah dusun, dusun Bawuk namanya (Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 1988). Enggak ada listrik," kata Amelia Yani.

Amelia Yani menetap di desa tersebut selama kurang lebih 20 tahun.

Bagi Amelia Yani, tinggal di desa berhasil melunturkan segala dendam, amarah, kebencian, dan penyakit hati lainnya yang selama ini dia rasakan.

"Tinggal di desa itulah yang menyembuhkan saya dari semua rasa dendam, rasa amarah, rasa benci, kecewa, iri hati, dengki. Itu hilang. Di desa, itu hilang," tuturnya.

"Lebih dari 20 tahun saya di sana. Jadi hampir seperempat abad, saya ada di desa. Ketika itu saya menyekolahkan (mulai SMA) Dimas (anak tunggal) ke Australia," imbuhnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved