Pola Hidup Sehat

DAFTAR RIWAYAT Penyakit yang Tidak Boleh Vaksin, Berikut Cara Kerja 7 Jenis Vaksin Covid-19 !

Pada awal Januari 2021, terdapat 15 kelompok orang yang tidak bisa divaksinasi. Namun saat ini ibu hamil sudah bisa mendapatkan vaksinasi asalkan....

Editor: Mirna Tribun
KOLASE TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ YOUTUBE
RIWAYAT Penyakit yang Tidak Boleh Vaksin. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID -  Vaksinasi Covid-19 sudah berjalan mulai awal tahun 2021 hingga saat ini terus dilakukan untuk mencapai herd immunity.

Asisten Operasi (Asops) Kapolri Inspektur Jenderal Imam S dalam keterangannya secara virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden mengatakan hingga Selasa (14/9/2021), tercatat total vaksin Covid-19 yang sudah dimiliki Indonesia saat ini menjadi lebih 234 juta, terdiri dari vaksin jadi maupun bulk (curah).

Menurutnya, tidak hanya dalam sisi pengamanan stok maupun distribusi vaksin, Polri dan TNI juga membantu dalam melaksanakan vaksinasi.

Adapun jumlah vaksin yang sudah terdistribusi ke Polri sejak Februari 2021 hingga September 2021 sebanyak 36.729.982 dosis.

Kemudian, jumlah orang yang sudah divaksin sebanyak 22.006.078 orang.

GARA-GARA Belum Vaksin, Presiden Brasil Kepergok Makan di Pinggir Jalan Tak Boleh Masuk di Restoran

Selain itu, untuk mendukung pelaksanaan vaksinasi, Polri menurunkan personel sebagai tenaga vaksinator sebanyak 5.371 personel dengan gerai presisi sebanyak 2.105 gerai.

"Hingga hari ini sekitar 73 juta orang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Itu artinya sekitar 35 persen dari target atau sasaran vaksinasi yang berjumlah 208 juta penduduk Indonesia untuk bisa membangun herd immunity," ungkap Imam.

Pada awal Januari 2021, terdapat 15 kelompok orang yang tidak bisa divaksinasi.

Namun saat ini ibu hamil sudah bisa mendapatkan vaksinasi asalkan tidak ada komorbid parah.

Berikut ini beberapa kelompok masyarakat yang tidak bisa mendapat vaksinasi Covid-19:

  • Terkonfirmasi menderita Covid-19
  • Orang dengan tekanan darah 1180/110 atau lebih
  • Penyintas Covid-19 kurang dari 3 bulan
  • Mengalami gejala ISPA, seperti batuk, pilek, sesak napas dalam 7 hari terakhir
  • Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat atau suspek atau konfirmasi atau sedang dalam perawatan karena penyakit Covid-19 sebelumnya
  • Memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak, dan kemerahan setelah divaksinasi Covid-19 sebelumnya (untuk vaksinasi ke-2)
  • Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah
  • Menderita penyakit jantung (gagal jantung atau penyakit jantung koroner)

BENARKAH Antibodi Vaksin Sinovac Turun 6 Bulan Pasca Disuntik? WHO Beberkan Kebenarannya

  • Menderita penyakit autoimun sistemik (SLE atau lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya
  • Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis atau sedang menjalani hemodialysis atau dialysis peritoneal atau transplantasi ginjal atau sindroma nefrotik dengan kortikosteroid
  • Menderita penyakit Reumatik Autoimun atau Rhematoid Arthritis
  • Menderita penyakit saluran pencernaan kronis
  • Menderita penyakit hipertiroid atau hipotiroid karena autoimun
  • Menderita HIV dengan angka CD4 kurang dari 200 atau tidak diketahui.

Efek Samping Vaksin

Ada sejumlah efek samping vaksin yang perlu diketahui.

Untuk reaksi atau gejala umum yang terjadi setelah vaksin, yakni:

  • Nyeri atau kemerahan di sekitar tempat suntikan
  • Demam ringan
  • Kelelahan
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot atau sendi
  • Gatal
  • Mual
  • Mengantuk Lemas

Perbedaan Vaksin-Vaksin COVID-19

Dilansir dari alodokter.com, berikut adalah beberapa perbedaan vaksin-vaksin COVID-19 yang telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:

1. Vaksin Sinovac

Nama vaksin: CoronaVac

Negara asal: China

Bahan dasar: virus Corona (SARS-CoV-2) yang telah dimatikan (inactivated virus)

Uji Klinis: fase III (selesai)

Lokasi: China, Indonesia, Brazil, Turki, Chile

Usia peserta: 18–59 tahun

Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 14 hari

Efikasi vaksin: 65,3% (di Indonesia), 91,25% (di Turki)

Vaksin Sinovac telah melampaui standar minimal 50% yang ditetapkan oleh WHO dan FDA.

Vaksin ini juga sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) dari BPOM, serta sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Setelah disuntikkan, virus yang tidak aktif pada vaksin ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang dapat melawan virus Corona secara spesifik.

Dengan begitu, jika sewaktu-waktu tubuh terserang virus Corona, sudah ada antibodi yang bisa melawannya dan mencegah terjadinya penyakit.

Kemungkinan terjadinya infeksi atau penyakit COVID-19 yang bergejala pada orang yang sudah divaksinasi dengan vaksin Sinovac bisa turun sebesar 65%.

Sebagai ilustrasi, jika tadinya ada 9 juta orang yang bisa terinfeksi dan masuk rumah sakit karena COVID-19, setelah pemberian vaksin ini jumlahnya bisa berkurang menjadi hanya 3 juta orang.

Sementara pada skala individu, risiko orang yang sudah divaksin akan menjadi 3 kali lebih rendah untuk mengalami sakit karena COVID-19.

Vaksin ini juga dinilai aman, sebab efek samping yang bisa muncul hanya bersifat ringan dan sementara, misalnya nyeri di lokasi penyuntikan, nyeri otot, dan sakit kepala.

Efek samping yang paling banyak terjadi adalah nyeri di lokasi penyuntikan dan rata-rata hilang dalam 3 hari.

APAKAH Habis Vaksin Boleh Minum Es dan Makanan yang Tidak Boleh Dimakan Setelah Vaksin Covid ?

2. Vaksin Oxford-AstraZeneca

Nama vaksin: AZD1222

Negara asal: Inggris

Bahan dasar: virus hasil rekayasa genetika (viral vector)

Uji klinis: fase III (hampir selesai)

Lokasi: Inggris, Amerika, Afrika Selatan, Colombia, Peru, Argentina

Usia peserta: >18 tahun hingga >55 tahun

Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 4–12 minggu

Efikasi vaksin: 75%

Efikasi vaksin dari Oxford-AstraZeneca tidak jauh berbeda dengan vaksin Sinovac.

Vaksin AstraZeneca terbukti aman dan efektif dalam mengurangi risiko terinfeksi Corona dan risiko terjadinya penyakit yang berat atau perlu dirawat di rumah sakit.

Vaksin ini mengandung virus yang tidak berbahaya.

Setelah disuntikkan, virus ini akan masuk ke dalam sel tubuh, kemudian memicu sistem imun tubuh untuk menghasilkan antibodi dan mengaktifkan sel imun yang dapat melawan virus Corona.

Dalam uji klinisnya, sebagian besar efek samping vaksin hanya bersifat ringan hingga sedang dan bisa sembuh dalam beberapa hari.

Gejala yang banyak dialami, yaitu >10%, antara lain nyeri otot, kemerahan, gatal, bengkak atau benjol di tempat suntikan, demam, lelah, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, radang tenggorokan, flu, dan batuk.

Sementara itu, gejala yang lebih jarang terjadi, yaitu hanya ≤1%, adalah pusing, nafsu makan turun, sakit perut, pembesaran kelenjar getah bening, keringat berlebihan, kulit gatal, dan muncul ruam.

3. Vaksin Sinopharm

Nama Vaksin: BBIBP-CorV

Negara asal: China

Bahan dasar: virus Corona yang dimatikan (inactivated virus)

Uji klinis: fase III (selesai)

Lokasi: China, Uni Emirat Arab, Maroko, Mesir, Bahrain, Jordan, Pakistan, Peru, Argentina

Usia peserta: 18–85 tahun

Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 21 hari

Efikasi vaksin: 79,34% (di Uni Emirat Arab)

Cara kerja vaksin Sinopharm sama dengan vaksin Sinovac, yaitu memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi terhadap virus Corona menggunakan virus yang telah dimatikan.

Vaksin ini juga telah melewati uji klinis fase 3 dan mendapatkan izin penggunaan darurat dari otoritas kesehatan di China dan Arab.

Sejauh ini, pemberian vaksin Sinopharm aman dan tidak menimbulkan efek samping yang serius.

4. Vaksin Moderna

Nama Vaksin: mRNA-1273

Negara asal: Amerika Serikat

Bahan dasar: messenger RNA (mRNA)

Uji klinis: fase III (selesai)

Lokasi: Amerika Serikat

Usia peserta: >18 tahun hingga >55 tahun

Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 28 hari

Efikasi vaksin: 94,1%

Yang membedakan vaksin ini dengan ketiga vaksin di atas adalah bahan dasar yang digunakan.

Vaksin Moderna menggunakan salah satu bahan genetik virus (mRNA).

Vaksin mRNA bekerja dengan cara mengarahkan sel tubuh untuk memproduksi protein yang berbentuk sama seperti protein pada virus Corona.

Selanjutnya, sel-sel tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan protein tersebut. Antibodi inilah yang kemudian akan melindungi tubuh dari virus Corona.

Pada uji klinis, efek samping yang terjadi pada 50% peserta berupa kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi.

Namun, efek samping ini hilang paling lama setelah 2 hari.

Selain itu, nyeri di tempat suntikan, bengkak, kemerahan juga terjadi, tapi derajatnya ringan hingga sedang.

5. Vaksin Pfizer-BioNTech

Nama vaksin: BNT162b2

Negara asal: Amerika Serikat

Bahan dasar: messenger RNA (mRNA)

Uji klinis: fase III (selesai)

Lokasi: Amerika Serikat, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil, Argentina

Usia peserta: >16 tahun hingga >55 tahun

Dosis: 2 dosis (0,3 ml per dosis) dengan jarak 3 minggu

Efikasi vaksin: 95%

Meski menggunakan bahan dasar yang sama, hasil uji klinis fase 3 vaksin Pfizer sedikit lebih tinggi daripada vaksin Moderna.

Namun, terlepas dari perbedaan efikasi vaksin Moderna dan vaksin Pfizer, kedua vaksin COVID-19 ini secara umum memiliki tingkat keamanan dan efek samping yang hampir sama.

6. Vaksin Novavax

Nama vaksin: NVX-CoV2372

Negara asal: Amerika Serikat

Bahan dasar: protein subunit

Uji klinis: fase III

Lokasi: Inggris, India, Afrika Selatan, Meksiko

Usia peserta: 18–59 tahun

Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 21 hari

Efikasi vaksin: 85–89%

Protein subunit yang digunakan pada vaksin Novavax adalah protein yang dibuat khusus untuk meniru protein alami pada virus Corona.

Setelah masuk ke dalam tubuh, protein tersebut akan memicu reaksi antibodi untuk melawan virus Corona dan mencegah infeksi.

Hasil uji klinis awal yang diterbitkan oleh Novavax menunjukkan reaksi antibodi yang kuat pada manusia tanpa efek samping yang serius.

Uji klinis fase 3 untuk memastikan keamanan dan keefektifan vaksin Novavax diperkirakan akan selesai dalam waktu dekat.

7. Vaksin Merah Putih – BioFarma

Bekerja sama dengan Lembaga Biomolekuler Eijkman, PT BioFarma masih terus melakukan pengembangan dan penelitian terhadap vaksin COVID-19.

Uji klinis terhadap vaksin ini rencananya baru akan dimulai sekitar bulan Juni 2021.

Itulah berbagai perbedaan vaksin-vaksin COVID-19 yang perlu Anda pahami.

Vaksin tersebut diharapkan dapat menjadi solusi untuk menghentikan pandemi COVID-19.

Namun, diperlukan kerja sama seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa menyukseskan upaya ini.

Tidak hanya itu, upaya ini juga harus disertai penerapan protokol kesehatan secara disiplin.

Baik sudah divaksin maupun belum, setiap orang harus tetap menjalani protokol tersebut untuk mencegah penularan virus Corona.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar macam-macam vaksin COVID-19 dan perbedaannya, bertanyalah kepada dokter.

Ingat, jangan termakan hoaks tentang vaksin, apalagi sampai ikut menyebarkannya, karena hal ini bisa merugikan diri Anda sendiri dan orang lain. (*)

Sebagian Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "14 Kelompok Orang yang Tidak Bisa Disuntik Vaksin Covid-19"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved