KISAH Dexara Hachika Perempuan Pontianak Cicipi Panggung Teater hingga ke Negeri Matahari Terbit
Dexa sapaan akrabnya, telah berkali-kali mencicipi panggung dunia, seperti Singapura pada tahun 2015 lalu, ia berkesempatan mengikuti pementasan "Pemb
Penulis: Rizki Fadriani | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Actor & Sutradara Teater, Dexara Hachika, seorang perempuan asli Pontianak yang telah melalang buana melakukan pementasan teater, hingga ke Negeri Matahari Terbit itu, membagi sejumlah kisah menariknya pada Bebincang Spesial "Solusi 13", yang merupakan rangkaian kegiatan HUT ke-13 Tribun Pontianak yang yang didukung PLN Kalimantan Barat, XL Axiata, EPSON, PT Well Harvest Winning (WHW), Bank Syariah Indonesia, Kamis 29 Juli 2021.
Dexa sapaan akrabnya, telah berkali-kali mencicipi panggung dunia, seperti Singapura pada tahun 2015 lalu, ia berkesempatan mengikuti pementasan "Pembayun" yang disutradarai oleh Prof Dr Yudiaryani MA di LaSalle College of the Arts, Singapura.
Kemudian di 2018, gadis yang hobi jalan-jalan ini juga pentas "Dionysus" karya Tadashi Suzuki di Toga, Jepang.
Ia juga terlibat pertunjukan yang sama di tahun 2019 di Victoria Theatre, Singapura serta di Toyama dan Kurobe, Jepang. Dan di tahun yang sama, Dexa mendapat kesempatan untuk terlibat di pementasan "The Journey of Life” Restu Imansari Kusumaningrum dalam acara Olympic Theater di Kurobe, Jepang.
• Mundur Dari ASN dan Buka Usaha Kuliner, Lukman Ingin Boedjang Grup Mendunia
Sederet prestasi tersebut, tak pernah terpikirkan oleh Dexa kecil, yang kala itu sedang dibiasakan untuk mengikuti kelas tari dan fashion show. Bukan tanpa alasan untuknya mengikuti kelas tersebut, di sana mentalnya dilatih untuk berani bertemu orang. Dan ia sempat terpikir ingin menjadi seorang Polwan.
Jodoh mempertemukannya dengan dunia teater ketikan duduk di bangku SMA, ia berkabung bersama ekskul teater di sekolahnya karena merasa senang dengan ekskul tersebut.
(Update Informasi Seputar Kalimantan Barat)
Ketika ditanya mengenai tolok ukur seseorang dapat dikatakan sebagai artis terbaik, ia menjawab dengan jelas jika panggung itu tidak akan pernah bohong, dengan proses orang-orang yang ada di atasnya, panggung akan memberikan jawaban, apakah proses itu singkat atau tidak.
"Dan yang jelas seorang artis itu memiliki tingkat ketenangan yang beda ketika di atas panggung, jadi kita bisa melihat ini pemula atau bukan, bagaimana dia merespon pemain atau adanya improvisasi yang dilakukan untuk menolong adegan yang rusak," tuturnya kepada Tribun,
Mengingat proses yang dibutukan untuk sebuah pementasan teater memakan waktu yang cukup lama, ia merasa tantangan yang tercipta ialah bagaimana tidak terbawa oleh karakter asli, menjaga karakternya antara dirinya dan karakter yang diperankan.
"Sehingga ada tiga dimensi yang harus dipelajari, yakni sosiologi, fisiologi, dan psikologi, inilah yang harus matang dicari dan benar-benar cocok untuk tokoh yang diperankan bukan untuk diri kita," terangnya.
Kita ketahui jika pementasan teater dilangsungkan secara berulang, sehingga membutuhkan konsistensi untuk menjaga performa, dan ia menjelaskan jika sebenarnya tidak akan ada pentas yang sama di hari pertama dan hari kedua, karena tidak ada yang tau jika nantinya terjadi kecelakaan panggung bahkan intonasi yang berubah.
• Berawal dari Jualan Kue, Kisah Entrepreneur Woman Ornela Berhasil Bangun Offline Store yang Kekinian
"Paling cuma konsistensi tokoh yang bisa dijaga, sehingga jangan sampai dia tidak konsisten dengan karakter yang diciptakan. Dan untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan latihan karena proses teater tidak bisa sebentar dan itu dilakukan berulang-ulang," ungkapnya.
Ia menceritakan pengalamannya ketika pentas di Jepang, yang benar-benar menjaga kedisiplinan bahkan untuk pementasan teater yang tidak boleh lewat 1 detik pun, hitungannya tidak boleh berbeda. Ia mencontohkan seperti tarian yang sudah ditetapkan12 langkah, dan realisasinya harus 12 langkah apapun yang terjadi, sehingga tidak bisa untuk improvisasi dan menggunakan musik partitur, yang sulit untuk dilakukan pada pementasan teater.
Ini menjadi pengalamannya menariknya selama tiga tahun belajar di Jepang. Menurutnya terdapat perbedaan teater di dalam negeri dan di luar negeri, karena memiliki kultur yang beda. Dan Jepang memiliki metode teater tersendiri, serta telah diakui oleh dunia.