Epidemiolog Griffith University Sebut PPKM di Indonesia Belum Menunjukkan Hasil yang Signifikan
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan dampak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Indon
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID- Jika melihat tren kasus virus corona selama lima hari masa perpanjangan PPKM level 4, tidak bisa dikatakan terus menurun.
Bila merujuk pada pernyataan Jokowi, maka penentu perpanjangan atau pelonggaran masa PPKM bergantung pada data kasus Covid-19.
Beberapa hari di awal masa perpanjangan memang sempat turun, tapi kemudian sempat naik.
Begitu juga dengan kasus kematian akibat Covid-19 yang cenderung mengalami kenaikan bahkan beberapa kali pecah rekor di atas 1.000.
[Update Informasi Lainnya Disini]
• Kasus Covid-19 di Kabupaten Sambas Nyaris Tembus 1.500 Kasus
Selengkapnya, berikut data kasus Covid-19 di Indonesia selama masa perpanjangan PPKM:
1. Rabu, 21 Juli 2021
Dalam laporan per Rabu (21 Juli 2021, ada tambahan sebanyak 33.772 kasus.
Maka per Rabu 21 Juli 2021, sudah ada 2.983.830 kasus Covid-19 di Indonesia.
Sementara pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 32.887 pasien.
Adapun kasus kematian harian bertambah 1.383 jiwa.
Tambahan kasus meninggal dunia pada Rabu 21 Juli 2021 sempat menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi.
2. Kamis, 22 Juli 2021
Dikutip dari covid.go.id, ada tambahan kasus positif Covid-19 berjumlah 49.509 per Kamis 22 Juli 2021.
Angka tersebut meningkat sebanyak 15.737 kasus dibanding dengan sehari sebelumnya pada Rabu.
Sehingga, sampai Kamis 22 Juli 2021, total sudah ada 3.033.339 kasus Covid-19 di Indonesia.
Sementara itu, angka kematian akibat Covid-19 juga ikut meningkat pada Kamis 22 Juli 2021.
Sebanyak 1.449 pasien dinyatakan meninggal akibat Covid-19 dan menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi.
Tambahan angka itu membuat total kasus berujung kematian akibat Covid-19 menjadi 79.032 jiwa.
Kabar baiknya, pasien sembuh bertambah sebanyak 36.370 orang.
• Kasus Covid-19 di Pontianak Terus Meningkat, Perhari Bisa Capai 200 Orang Terkonfirmasi Positif
3. Jumat, 23 Juli 2021
Jumlah kasus positif virus corona pada Jumat 23 Juli 2021 tercatat ada 49.071 penambahan.
Maka, total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 3.082.410 sejak pertama terkonfirmasi pada 2 Maret 2020 lalu.
Kabar baiknya, sejumlah 38.988 pasien dinyatakan sembuh.
Tambahan kasus sembuh pada Jumat 23 Juli 2021 mencapai rekor tertinggi sejak pandemi.
Sebelumnya, rekor kasus sembuh tertinggi terjadi pada 12 Juli 2021 lalu dengan 34.754 orang.
Sementara itu, jumlah pasien positif Covid-19 yang dinyatakan meninggal dunia juga bertambah sebanyak 1.566 pasien.
Penambahan ini kembali mencapai rekor tertinggi sejak pandemi.
Padahal sehari sebelumnya yaitu pada Kamis, angka kematian bertambah 1.449 kasus.
Sehingga total pasien meninggal dunia akibat virus corona di Indonesia menjadi 80.598 orang.
4. Sabtu, 24 Juli 2021
Sementara itu, pada Sabtu 24 Juli 2021, jumlah kasus positif virus corona bertambah 45.416 kasus.
Dengan demikian, per Sabtu kemarin, total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 3.127.826 sejak pertama terkonfirmasi pada 2 Maret 2020.
Kabar baiknya, ada 39.767 pasien yang berhasil sembuh dari Covid-19.
Angka ini menjadi yang tertinggi selama pandemi.
Di sisi lain, jumlah pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia juga bertambah sebanyak 1.415 pasien.
Bila melihat data di atas, maka selama empat hari terakhir, data penambahan kasus Covid-19 masih fluktuatif.
Artinya belum benar-benar turun. Bahkan pada Jumat, jumlah penambahan kasus hampir kembali menyentuh angka 50 ribu.
• KABAR BAIK Juataan Orang Indonesia Sudah Sembuh dari Covid - Update Kasus Covid-19 Hari Ini
Maka, patut menunggu pengumumuman dari pemerintah: apakah PPKM level 4 akan kembali diperpanjang atau diperlonggar?
Epidemiolog dari Griffith University
Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan dampak kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Indonesia belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Walaupun pemerintah menyebut ada angka penurunan kasus, itu juga karena testing yang menurun.
Dicky mengatakan hampir seluruh wilayah di Indonesia, berdasarkan laporan WHO penambahan kasusnya lebih dari 50 persen dalam sebulan terakhir ini.
“Itu menunjukkan situasi saat ini masih sangat kritis. Bahkan jika dibandingkan tahun lalu atau bulan-bulan lalu di tahun 2021, saat ini laju penyebaran virus sangat tinggi, Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Dicky kepada Tribunnews.com, Minggu 25 Juli 2021.
Covid-19 varian delta membuat penyebarannya sangat cepat dan tak dipungkiri kemungkinan ada varian virus lainnya.
Ini memberikan ancaman terhadap tingginya angka hunian rumah sakit.
• Edi Rusdi Kamtono Sebut Terjadi Penurunan Kasus COVID-19 Sebesar 25 Persen Selama PPKM di Pontianak
Bukan hanya itu, angka kematian pun tinggi, baik pasien di fasilitas layanan kesehatan maupun yang menjalani isolasi mandiri.
“Kita melihat angka kematian yang selalu di atas 1.000 ini, menunjukkan bahwa situasi sangat serius. Karena kematian adalah indikator keparahan dari situasi pandemic di suatu negara,” kata Dicky.
Dengan indikator kematian tersebut, tidak logis menurutnya jika pada beberapa waktu terakhir tren angka kasus harian menurun jauh dibawah 100.000, mengingat banyaknya jumlah penduduk Indonesia.
Artinya masih banyak kasus di tengah masyarakat yang belum terdeteksi.
Karena itu, jika PPKM Daruarat terpaksa dilonggarkan, maka menurutnya pemerintah harus mencari opsi solusi berupa kompensasi terhadap situasi yang masih serius ini.
“Dengan cara apa? Meningkatkan testing setidaknya satu juta. Tidak mesti PCR, testing bisa dengan rapid test antigen, bahkan sekarang sudah ada yang harganya di bawah 5 dollar," katanya.
Testing perlu ditingkatkan melalui pola yang aktif di masyarakat.
Menurutnya, testing sebagai satu jalan pendukung pengendalian pandemi yang efektif, meskipun tidak ada PPKM maupun PSBB.
Epidemiolog tersebut pun menyarankan testing dilakukan dengan gratis dan tidak dibebankan kepada masyarakat.
“Karena memang itu yang pas. Sejak awal pandemi, kita harus melakukan dan memilih strategi yang cost effective, tapi memiliki daya ungkit yang besar terhadap pengendalian aspek Kesehatan dan bahkan menghindari beban yang lebih besar di aspek ekonomi, sosial, politik,” kata Dicky.
“Dari awal saya sampaikan 3 T itu, tentu dengan isolasi dan karantina yang efektif. Dan dilakukan juga dengan program kunjungan rumah. Ditambah lagi program vaksinasi yang sudah kita lakukan,” ujarnya
Strategi ini yang menurutnya tepat dilakukan pemerintah dan harus berkesinambungan.
Karena kebijakan pembatasan kegiatan menurutnya tidak cocok dilakukan di Indonesia.
Selain berat bagi pemerintah, juga berat untuk masyarakat Indonesia.
“Beban 3 T ini ada di pemerintah, sehingga kita bisa keluar dari situasi kritis,” ujarnya. (*)