KISAH PILU Bela Kawin Kontrak 5 Tahun di Cina hingga Dua Kali Melahirkan! Bagaimana Nasib 2 Anaknya?

Setelah proses kepengurusan yang panjang sejak Januari 2020, akhirnya Selasa 6 April 2021 berhasil pulang ke Pontianak, difasilitasi oleh KBRI........

Penulis: Ferryanto | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ANESH VIDUKA
Ketua SBMI Pontianak Martin Lip No (Kiri) dan Bela (Kanan) Korban TPPO. Bela menceritakan, Ia berangkat ke Tiongkok 2015 silam, saat itu usianya baru 16 tahun. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Bela (21), akhirnya berhasil pulang ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat ( Kalbar ), setelah bertahun-tahun menjadi korban pengantin pesanan di China atau Tiongkok.

Bela pulang ke Pontianak, difasilitasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), di Guangzou dan BP2MI, setelah sebelumnya menjalani karantina beberapa hari di Jakarta.

Ucapan kata syukur tak henti-henti diucapkan Bela, warga Kota Pontianak yang diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sudah lima tahun berada di Negeri Tirai Bambu Tiongkok akhirnya bisa pulang ke Pontianak, Kalbar berkat bantuan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang menerima laporan atas dirinya.

Setelah proses kepengurusan yang panjang sejak Januari 2020, akhirnya Selasa 6 April 2021 berhasil pulang ke Pontianak, difasilitasi oleh KBRI di Guangzou dan BP2MI.

Ditemui di rumahnya, wajah bela terlihat sumringah, ayah dan ibunya pun sangat bahagia atas kepulangan putri pertama dari enam anaknya, setelah lima tahun berpisah.

Baca juga: FAKTA Amoy Singkawang Korban Kawin Kontrak Disiksa di Tiongkok, Dipaksa Hamil & Alami Gangguan Rahim

Bela menceritakan, Ia berangkat ke Tiongkok 2015 silam, saat itu usianya baru 16 tahun.

Ia ke sana karena harus ikut bersama seorang pria warga Tiongkok yang baru saja dinikahinya atas prakarsa mak comblang asal Indonesia dan Tiongkok.

Dijanjikan kehidupan nyaman, layak, serta uang untuk membantu perekonomian orangtua, Bela sebagai anak pertama merasa memiliki tanggung jawab besar untuk membantu kehidupan keluarga.

Ia pun nekat berangkat ke negeri orang bersama pria yang baru beberapa waktu dikenalnya untuk mengubah nasib.

Dengan mahar Rp 12 juta, akhirnya Bela ikut bersama pria bernama Rao Yu Bao ke Tiongkok, tanpa menjalani prosesi pernikahan.

Segala proses administrasi diurus oleh mak comblang dari Indonesia yang biasa disapa Aphin, usia bela yang masih 16 tahun diubah menjadi 21 tahun.

Pada waktunya, Bela tinggal menuju Bandara dan berangkat ke Tiongkok.

Berharap mendapat kehidupan layak demi membantu orangtua.

Namun takdir berkata lain, sikap baik suami dan ibu mertua saat di Indonesia berubah drastis ketika tiba di Kota Jiangxi,Tiongkok.

Baca juga: Kawin Kontrak dengan Orang Asing Bisa Kena Pasal 2 Undang-undang 21 Tahun 2007

Selama lima tahun menikah, Bela mengaku mendapat berbagai perlakuan buruk dari suami dan ibu mertuanya.

Sejak tahun pertama bela mengaku sudah tak bisa berkomunikasi dengan orangtuanya di Indonesia, karena ponsel miliknya dihancurkan sang mertua.

Ditampar, dipukul, diusir, diborgol, bahkan suatu ketika Bela pernah mengalami pendarahan hebat di tangan akibat jari tangannya digigit sang mertua.

Sejak tiba di Tiongkok, Bela langsung disuruh bekerja membuat berbagai kerajinan.

Namun setiap kali ia menerima gaji, sang suami yang ternyata pengangguran mengambil gajinya.

Kendati sudah melahirkan dua anak, Bela mengaku tak pernah mendapat perlakuan baik.

Bahkan selama lima tahun itu ia dilarang mengurus dan memberikan kasih sayang seorang ibu kepada putranya yang berusia 4 tahun dan putrinya yang berusia 2 tahun.

Di sana Bela mengaku hanya dianggap tugasnya cukup melahirkan keturunan bagi sang mertua.

Puncaknya, Januari 2020 Bela yang sudah frustasi akibat penderitaan berkepanjangan berontak dan melawan perlakuan buruk sang ibu mertua.

Akibat hal itu, sang ibu mertua yang bertambah murka melaporkannya ke Polisi setempat dengan tuduhan penganiayaan.

Bela ditangkap dan ditahan selama dua pekan di kantor polisi setempat.

Saat keluar dari tahanan, dan mencoba kembali ke rumah mertua menemui suami, dan dua buah hatinya, Bela diusir tanpa memberinya apapun.

Hanya dua helai baju di badan yang ia bawa.

Baca juga: Dua Faktor Ini Bisa Sebabkan Gadis Kalbar Jadi Korban Kawin Kontrak atau Pengantin Pesanan

Tanpa uang dan dokumen apapun, Bela hanya bermodalkan pakaian yang menempel di tubuh.

Bela yang bertahan selama itu hanya untuk melihat dua buah hatinya tumbuh.

Hanya bisa pasrah menerima nasib dan jalan kaki tanpa tujuan, sembari berdoa kepada Tuhan agar ada sebuah keajaiban yang membuatnya dapat kembali ke tanah kelahirannya Kota Pontianak, Indonesia.

Beberapa jam berjalan tanpa tujuan, seorang wanita paruh baya, menghampirinya, mengaku iba.

Sang wanita itu menawarinya untuk tinggal di rumahnya.

Tak punya pilihan dan tanpa berfikir apa pun,  Bela memutuskan ikut sembari terus berharap nasib baik berpihak padanya.

Wanita itu kemudian memberikan Bela pekerjaan.

Sembari bekerja dan berhasil mendapat penghasilan, Bela yang masih ingat dengan nomor ponsel sang adik dan media sosial.

Ia pun berhasil menghubungi adiknya dan memberittahukan kondisinya yang telah pindah tempat karena diusir oleh mertua.

Adik Bela yang mendapat kabar buruk nasib sang kakak, kemudian melaporkan ke SBMI.

Berdasarkan laporan tersebut, SBMI langsung membuat laporan ke berbagai pihak untuk proses pemulangan Bela.

Mendapat laporan dari SBMI, pihak KBRI berhasil melacak Bela.

Baca juga: WNA Tiongkok Janjikan Gadis Singkawang Hidup Enak, Kronologis Lengkap Kasus Kawin Kontrak

Namun Bela memutuskan untuk bertahan sementara waktu karena kedua buah hatinya masih berada di tangan sang mertua.

Namun, saat Bela bekerja bersama wanita lansia itu sembari berusaha menemui para buah hatinya.

Wanita itupun sempat menawari Bela untuk menjadi pasangan anaknya untuk memberinya keturunan, namun Bela menolak.

Lantas wanita lansia yang semula memberinya pekerjaan itu ternyata hendak menjual Bela ke pihak lain.

Bela yang mengetahui hal itu lantas ke Kantor Polisi setempat dan melaporkan hal itu.

Saat petugas kepolisian setempat melakukan pemeriksaan dan mengetahui Bela merupakan warga Indonesia, kepolisian setempat langsung menghubungi KBRI.

Saat itu akhirnya KBRI kembali menghubungi Bela, dan Ia pun memutuskan kembali ke Indonesia.

Ketua Serikat Buruh Migran Pontianak, Martin Lip Ho menegaskan, kasus Bela merupakan tindak pidana perdagangan orang, karena sejak awal proses yang dilalui merupakan pelanggaran hukum.

“Setelah kami menerima laporan dan melakukan pengecekan, kasus ini memang merupakan TPPO. Sejak awal dokumen ini juga ada pemalsuan, usia bela yang saat itu baru 16 tahun, diubah menjadi 21 tahun,” ujarnya.

Setelah melalui proses panjang sejak 2020, Martin mengaku sangat bersyukur Bela dapat kembali ke Indonesia dengan selamat di 2021 ini.

“Januari 2020 sudah mulai mengurus kepulangan Bela. Namun memang sempat tersendat karena pandemi Covid-19. Tetapi saat itu kasus Bela tetap kita kejar terus dan direspons baik oleh KBRI di Guangzou,” tuturnya.

Atas kepulangan Bela, Martin mewakili SBMI berterima kasih kepada pihak KBRI di Guangzou, BP2MI yang membantu bela kembali ke Tanah Air dengan sehat dan selamat.

Baca juga: Kalbar 24 Jam - Cerita Korban Kawin Kontrak , Pria Hujat Aparat, hingga Sutarmidji Lantik Pejabat

Atas kasus ini, Martin menyesalkan kinerja intansi terkait yang mengeluarkan dokumen saat hendak ke luar negeri.

Mengubah usia, dinilainya hal ini telah masuk dalam unsur pemalsuan dokumen.

Oleh sebab itu, ia berharap instansi terkait dapat lebih teliti dalam proses pembuatan dokumen seseorang.

“Ke depan kita berharap tidak ada lagi dokumen-dokumen palsu, dokumen yang tidak sesuai, harapan kita juga, apabila ada pemohon yang hendak menikah dengan warga Tiongkok agar pejabat setempat, instansi yang mengeluarkan surat agar lebih teliti. Sehingga kasus pengantin pesanan ini dapat dicegah,” tegasnya.

Kemudian, Nathalia, Anggota SBMI Pontianak berpesan, kepada setiap Warga Negara Indonesia yang ada di luar negeri dan merasa menjadi korban TPPO untuk bersikap berani.

Pertama bila merasa menjadi Korban TPPO, Elly Khouw berpesan agar tidak takut untuk melapor ke Polisi setempat di negara itu.

“Polisi itu pastinya nanti akan bertanya, kamu dari negara mana, kamu kenapa, di sana ceritakan saja kalian menjadi korban TPPO, dan hilang kontak dengan negara Indonesia. Jika kalian tidak bisa berbahasa negara setempat, pastinya mereka akan mencari penerjemah,”

“Setelah itu kepolisian setempat pasti akan melaporkan hal itu ke KBRI setempat, bahwa mereka mengamankan seorang warga Indonesia atas kasus TPPO, petugas KBRI yang mendapat laporan itu pasti akan datang. Saya berharap, kepada seluruh warga Indonesia yang merasa menjadi korban TPPO di luar negeri, lawanlah, lapor, jangan takut,” pesan Elly. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved