Konflik Demokrat, Pengamat: Publik Tidak Perlu Iba Pada Kubu yang Tumbang
Kemelut internal juga meruncing di Partai Amanat Nasional (PAN) ketika pendiri PAN Amien Rais meminta pemerintah tidak mengesahkan DPP PAN hasil Kongr
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Rivaldi Ade Musliadi
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Satu diantara Pengamat Politik Kalbar, Ireng Maulana, MA menilai konflik yang terjadi pada Partai Demokrat merupakan pertarungan elit dalam pusaran politik kekuasaan.
Menurutnya, kejadian ini merupakan pertarungan kedua kubu mempertahankan eksistensi pengaruh politiknya.
Masyarakat, dikatakan dia tidak akan diuntungkan, sehingga tidak perlu iba.
Berikut penuturannya.
Dari berbagai saluran informasi kita mendapati kabar telah terjadi konflik perebutan kepemimpinan di dalam partai politik (parpol) tanah air, misalkan kisruh di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) antara kubu Suryadharma Ali yang berseteru dengan Kubu Romahurmuziy pada 2014.
Selanjutnya pada 2015, Golongan Karya (Golkar) juga sempat terpecah menjadi dua kubu yakni Aburizal Bakrie hasil Munas Bali dan Agung Laksono hasil Munas Jakarta.
Kemelut internal juga meruncing di Partai Amanat Nasional (PAN) ketika pendiri PAN Amien Rais meminta pemerintah tidak mengesahkan DPP PAN hasil Kongres V yang memenangkan besannya sendiri, Zulkifli Hasan pada 2020.
Baca juga: Kesaksian Ketua DPC Ditawari Uang Muka Rp 30 Juta untuk Ikut KLB Partai Demokrat di Deli Serdang
Tidak berhenti sampai disitu, dinamika dualisme kepengurusan juga terjadi di Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada 2018 antara Kubu Oesman Sapta Odang (OSO) berhadapan dengan kelompok Wiranto.
Di 2020, Partai Berkarya juga menghadapi kemelut perpecahan setelah terjadi perebutan kepengurusan antara Pendiri Berkarya Tommy Soeharto versus Muchdi Pr.
Walaupun kisruh perpecahan di parpol dapat berakhir dengan komprominya masing-masing, namun satu yang pasti adalah peristiwa politik tersebut tidak memberikan kontribusi kebaikan apapun bagi hak publik karena kita tahu perebutan kepengurusan parpol bukan untuk membela kepentingan masyarakat manapun melainkan sekedar moves untuk mempercepat lahirnya akses baru kepada jalan kekuasaan.
Terlepas dari banyak perdebatan terkait adanya indikasi intervensi kekuasaan dalam peristiwa perpecahan tersebut, parpol ternyata tidak mendapatkan sokongan penting dari masyarakat dalam masa krisisnya.
Dalam banyak hal, parpol bukan bagian utuh dari dinamika masyarakat karena mereka cenderung mengekslusifkan diri.
Baca juga: Mahfud MD Angkat Bicara Terkait Polemik dan KLB Partai Demokrat di Deli Serdang
Pembiaran ini mungkin terjadi disebabkan parpol selama ini hampir sedikit sekali mengurusi permasalahan masyarakat yang sesungguhnya, dan lebih banyak mengurusi kepentinganya sendiri.
Oleh karena itu, ketika parpol mendapatkan permasalahan dari dalam tubuh mereka sendiri, tidak ada komponen masyarakat yang cukup peduli.
Pikiran kita: Kubu manapun yang berhasil berkuasa tetap berjarak kepada suasana penderitaan rakyat.